Isu Pengungsi Bayangi Pertemuan Forum Kepulauan Pasifik
Oleh
Harry Bhaskara dari Brisbane, Australia
·3 menit baca
BRISBANE, KOMPAS — Anak-anak keluarga pengungsi yang menderita gangguan kejiwaan menjadi latar yang tidak diinginkan pemerintah Nauru ketika wakil dari 18 negara berkumpul dalam pembukaan Forum Kepulauan Pasifik (PIF) pada Senin (3/9/2018). Mengutip sumber-sumber pekerja kesehatan, The Guardian, melaporkan, sedikitnya 20 anak keluarga pengungsi di rumah pemrosesan tahanan Australia di negara pulau itu menderita gangguan kejiwaan dan menolak makan serta minum.
Mereka dikhawatirkan sakit atau meninggal. Nasib yang sama dialami oleh anak-anak yang tinggal di komunitas yang juga menolak makan dan minum serta tidak mendapat pelayanan kesehatan.
Pada Sabtu (1/9/2018), Presiden Nauru Baron Waqa mengklaim para aktivis dan orangtua telah mendorong anak-anak untuk menyiksa diri. ”Kami cenderung berpendapat, anak-anak ini didorong untuk melakukan sesuatu yang mereka tidak ketahui bahayanya,” kata Waqa pada Sky News.
Namun, Ketua Doctors for Justice Louise Newman mengatakan, sikap Waqa yang tidak mengakui anak-anak itu sakit jiwa secara moral tidak bisa diterima. ”Saya menolak pendapat yang menyalahkan para aktivis advokasi pengungsi,” katanya kepada The Guardian.
”Krisis gangguan kejiwaan anak-anak di Nauru benar-benar terjadi. Anak-anak ini telah berkali-kali mencoba bunuh diri dengan cara yang sangat berbahaya. Kasus anak-anak yang mengalami sindrom penarikan diri (withdrawal syndrome), juga disebut sindrom sikap menyerah (resignation syndrome), bertambah banyak,” papar Newman.
Kondisi ini, menurut Newman, merupakan akibat langsung dari beberapa faktor, termasuk penahanan dalam waktu lama, terbatasnya akses pada pelayanan kesehatan jiwa untuk anak dan orang dewasa, serta stres sangat tinggi dalam keluarga. ”Anak-anak itu tak sanggup lagi mengatasi trauma dari situasi ini,” katanya tentang kondisi rumah tahanan yang disebut ”Guantanamo Australia” oleh para pengkritiknya.
Sekitar 200 orang termasuk anak-anak tersisa di Nauru. Puluhan pengungsi yang sakit telah dikirim ke Australia untuk berobat.
Pemerintah Australia memproses pencari suaka di luar negeri dalam upaya memerangi sindikat penyelundupan manusia dan memberlakukan kebijakan ketat yang secara drastis menurunkan jumlah perahu yang datang dalam empat tahun terakhir. Namun, penahanan pencari suaka yang tak berujung telah menuai kritik dari Komisi Hak Asasi PBB.
Sebanyak 84 LSM dari Pasifik di bawah pimpinan Amnesty International menulis surat terbuka dalam forum untuk menempatkan isu rumah tahanan Nauru sebagai topik teratas. ”Para pengungsi dan pencari suaka ini diperlakukan dengan kejam serta dalam kondisi yang tidak manusiawi selama lima tahun. Banyak laporan tentang terjadinya kekerasan terhadap pengungsi di Papua Niugini serta kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan serta anak-anak di Nauru,” bunyi sebagian surat itu seperti dikutip The Guardian.
Sebanyak 84 LSM dari Pasifik di bawah pimpinan Amnesty International menulis surat terbuka dalam forum untuk menempatkan isu rumah tahanan Nauru sebagai topik teratas.
PIF direncanakan membahas samudra, makin besarnya pengaruh China di negara-negara Pasifik, dan perubahan iklim. Sebagai negara pulau, Nauru sangat bergantung pada laut untuk eksis. Kapal besar dengan teknologi tinggi telah mencuri ikan-ikan dari perairan di sekitar pulau itu sehingga pemerintahnya kesulitan untuk memberi makan 11.000 penduduknya.
Australia dan Selandia Baru bersama-sama mencoba menandingi China dalam memberikan bantuan kepada negara-negara Pasifik. Perubahan iklim bisa berakibat naiknya air laut dan menimbulkan lebih banyak badai. Padahal, Nauru dan negara-negara Pasifik lainnya sangat sedikit menghasilkan gas rumah kaca, tetapi justru paling rentan menghadapi dampak perubahan iklim.
PIF yang berlangsung selama empat hari ini diadakan bertepatan dengan hari kemerdekaan Nauru, negara pulau terkecil di dunia dengan luas 21 km persegi, atau seluas bandara di sebuah kota metropolitan. Australia sebagai negara anggota terbesar diwakili oleh Menteri Luar Negeri Marise Payne.
Wartawan tidak diperkenankan meninjau rumah tahanan dengan ancaman pencabutan visa dan staf Nauru dilarang berbicara dengan wartawan.