Warga Menaruh Harapan di Hari Penutupan Asian Games
Oleh
Agnes Rita Sulistyawaty
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemeriahan penyelenggaraan Asian Games 2018 diharapkan memberi dampak bagi warga. Para pekerja berharap mereka bisa mendapatkan akses penghidupan yang lebih baik.
Galang Ramadhan (23), karyawan asal Bekasi, Jawa Barat, sengaja datang ke Taman Fatahillah, Jakarta Barat, Minggu (2/9/2018), untuk menyaksikan acara nonton bersama penutupan Asian Games 2018.
Kesempatan nonton bareng itu tergolong langka. Sebab, dia tidak begitu mengikuti jalannya Asian Games yang berlangsung dua minggu terakhir. Kali ini, dia menyempatkan hadir. ”Mau mengajak pacar nonton Super Junior (band Korea Selatan),” katanya beralasan.
Di kemudian hari, Galang berharap, Indonesia bisa lebih banyak menyediakan lowongan pekerjaan. Pengalamannya di Bekasi, untuk bisa masuk kerja, para pelamar kebanyakan harus lewat calo. Teman-temannya banyak yang tertipu oleh calo tersebut, terlebih bagi yang belum berpengalaman di dunia kerja.
”Sekarang untuk masuk ke PT (perusahaan pemberi kerja), rata-rata harus pakai ’orang dalam’,” katanya.
Lain lagi harapan Catur Nur Arifin (25). Karyawan di salah satu mal di Jakarta ini mengaku gajinya masih di bawah upah minimum regional (UMR) Jakarta. Sebulan, dia digaji Rp 2,8 juta, sedangkan UMR Jakarta berkisar Rp 3,6 juta.
”Gaji segitu sering habis buat kontrakan dan biaya sehari-hari,” kata Catur yang lima bulan terakhir bekerja di mal.
Karyawan lain yang sudah bekerja setahun, menurut Catur, masih mendapat gaji di bawah UMR. Catur yang merupakan perantau asal Kebumen, Jawa Tengah, ini berharap pemerintah bisa melakukan pemerataan pendapatan untuk pekerja seperti dirinya.
”Sebagai perantau, saya harus pintar-pintar mengatur uang keluar. Bagaimanapun, tetap harus ada yang dikirim ke kampung,” katanya.
Adapun Suwito (44), karyawan salah satu konfeksi di Tambora, Jakarta Barat, berharap suasana aman dan damai selama Asian Games ini bisa berlanjut dan meluas di seluruh Indonesia.
Dia menceritakan pengalamannya saat rangkaian demonstrasi terjadi di Jakarta akhir tahun lalu. Saat itu, dia tidak bisa bekerja karena roda ekonomi berhenti. Pekerjaan memotong bahan untuk baju pun tersendat karena distribusi pakaian terhambat.
”Toko-toko di Tanah Abang tutup semua saat itu. Produknya mau dibawa ke mana? Akibatnya, saya menganggur beberapa hari. Kalau bisa, jangan demo-demo lagi deh,” katanya.
Sebagai karyawan konfeksi, pendapatan Suwito tak menentu. Jika orderan sedang lancar, dia bisa meraup Rp 1 juta per minggu. Namun ketika orderan surut, pendapatannya hanya Rp 500.000 per minggu.
”Setelah Lebaran ini, orderan sedang surut-surutnya,” katanya.
Meski begitu, acara nonton bersama di Taman Fatahillah ini cukup membuatnya terhibur. Matanya terus tertuju pada layar yang berada di depan Taman Fatahillah. ”Semoga prestasi atlet Indonesia di kemudian hari bisa lebih baik dari Asian Games kali ini,” katanya. (INSAN ALFAJRI)