Siapa Kita? Indonesia!
Wajah-wajah sumringah, senyuman merekah, tawa renyah, hingga pekikan meriah tumpah ruah. Pecah bungah dalam dua pekan ini. Soal atlet jagoan menang atau kalah, energi gembira bergelora. Lantas kita berfantasi, andai Asian Games diperpanjang sampai 2019. Sebab di lubuk terdalam, kita sebenarnya ingin bersatu dalam kegembiraan..
Begitulah yang dirasakan banyak orang ketika ternyata momen Asian Games 2018 melampaui soal pertandingan semata. Saat masyarakat kian jenuh oleh berbagai hal yang mudah memicu segregasi, Asian Games menjadi perekat—semoga tak hanya sejenak—segala perpecahan yang terserak.

Susana nonton bareng final bulutangkis beregu putra di zona KAKA, Asian games di Gelora Bung Karno, Selasa (28/8/2018).
Atmosfer di kawasan Gelora Bung Karno dan berbagai arena tanding lainnya hingga di Palembang, Sumatra Selatan, terasa seperti dunia tersendiri yang lama dirindu-rindukan. Sampai-sampai terjadilah pelukan hangat fenomenal antara dua tokoh politik yang bertarung untuk pemilihan presiden 2019 mendatang. Demikian magisnya kuasa ruang dan waktu, seperti juga bisa meniscayakan cinlok, cinta lokasi..
Kesempatan mengenal
Tak harus paham teknis, strategi, dan sistem penilaian dari semua cabang olahraga yang dipertandingkan. Cukup datang, bersorak, dan bersuka cita. Rasakan energi positifnya, sportivitasnya, dan tentunya semangat yang menguar. Suasananya bisa jadi terapi bagi siapa saja yang tengah dirundung suntuk.

Penonton mendukung atlet Indonesia saat pertandingan sepatu roda nomor 20 km putra Asian Games 2018 di Arena Roller Skate Kompleks Jakabaring Sport City, Palembang, Sumsel, Jumat (31/8).
Sekadar mencuri dengar percakapan penonton di tribun pun bisa menggelitik hati untuk senyum-senyum. Seperti di tribun Arena Akuatik di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan Jakarta, Jumat (31/8/2018). Cabang olahraga polo air sedang dipertandingan antara tim putra Iran melawan Jepang dalam laga semifinal. Sepasang suami istri bersama anaknya asyik menonton dan berbincang. Sang suami menerangkan singkat soal polo air.
“Pemain polo air harus lebih jago dari perenang, karena dia juga harus mainin bola, lempar, nangkep, giring bola. Susah banget loh,” kata sang suami.
“Itu bolanya bisa ngambang ya?” tanya istrinya
“Iya, pasti ngambang lah bolanya,” sahut si suami.
“Kakinya mereka itu juga ngambang terus ya di dalam air? Enggak nyentuh lantai ya Pa?” tanya anaknya.
Begitulah secuil potret penonton. Gelaran Asian Games ini menjadi kesempatan orang mengenal lebih dekat olahraga yang selama ini mungkin kurang populer di kalangan awam.

Suasana penonton yang menyaksikan pertandingan cabang renang indah nomor beregu putri. Pertandingan tersebut digelar di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno pada Rabu (29/8/2018) pagi.
Antusiasme penonton Indonesia—yang juga senang bersorak mendukung tim negara manapun itu—juga dikagumi penonton dari negara-negara lain. Menyaksikan polah penonton memang jadi hiburan tersendiri. Rakyat sepertinya sudah begitu rindu rasanya bahagia dalam kebersamaan..
Semangat penonton
Di arena atletik GBK, penonton dari Jepang Hata Naohiro (40) senang menyaksikan aksi penonton Indonesia. “Mereka bersorak mendukung siapapun atlet yang tampil, tidak peduli apakah atlet itu dari Indonesia atau bukan, mereka selalu bersorak mendukung,” katanya terkagum.

Penonton menyapa para pemain bola voli Thailand setelah memenangi pertandingan melawan tim Arab Saudi dalam semifinal bola voli putra Asian Games 2018 di Gedung Tennis Indoor, Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (30/8/2018). Thailand menang 3-0.
Saat gelaran maraton putri akhir pekan lalu di Jakarta, penonton Indonesia pun tetap antusias meski tak ada wakil pelari maraton putri dari Indonesia. Antoni Nata warga dari Jakarta Utara misalnya, datang ke lintasan di Jalan Mangga Besar, Jakarta Barat, untuk menonton pelari maraton putri asal Bahrain, Rose Chelimo.
Di Valedrom Internasional Jakarta di Rawamangun, Kamis siang (30/8/2018) sudah riuh oleh teriakan penonton walaupun pertandingan balap sepeda trek sebenarnya belum dimulai. Setiap pebalap China dan Korea Selatan sekadar melintas, penonton bersorak. Adinda Tri Wardani (16) dan puluhan temannya dari SMA Negeri 54 Jakarta yang bersorak tadi melambai-lambai kepada pebalab dan sesekali memotretnya. Ketika si pebalap membalas lambaian, sorakan para remaja semakin nyaring. Sang atlet pun mengernyitkan dahi, keheranan.
“Itu atlet China yang mirip Jojo (pebulu tangkis Indonesia, Jonatan Christie). Ganteng banget,” seru Adinda.
“Aku enggak ngerti sih lombanya gimana. Tapi asyik aja nontonnya mereka kejar-kejaran,” tambahnya.
Di Hall A JIExpo Kemayoran Jakarta Pusat, di arena angkat besi, setiap hari kursi tribun berkapasitas 1000 penonton selalu penuh. Pendukung tim Indonesia banyak yang datang mengenakan kaos dengan foto lifter idola. Manajer Pertandingan Angkat Besi Alamsyah Wijaya terpukau dengan membludaknya jumlah penonton. Ia mengaku belum pernah melihat jumlah penonton angkat besi sebanyak di Asian Games ini. “Biasanya kalau kejuaraan yang menonton hanya atlet dan pelatih, sekarang masyarakat biasa juga nonton,” katanya.
Tulus dan sportif
Dukungan moral penonton Indonesia untuk atlet Indonesia pun terasa ketulusannya. Demi menonton pelari maraton putra Indonesia Agus Prayogo misalnya, banyak orang Indonesia sudi datang ke kawasan Senayan selepas subuh. Teriakan “Indonesia! Indonesia!” memecah keheningan pagi. Irma (26), salah satu pendukung, sudah menunggu sejak pukul 05.00. “Biarpun cuma satu atlet dari Indonesia, tetap harus didukung dong,” ujarnya.

Warga antusias nonton bareng pertandingan Asian Games 2018 pada layar lebar di Kompleks Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (31/8/2018). Asian Games 2018 menarik banyak warga untuk mendukung atlet-atlet Indonesia yang berjuang meraih kemenangan
Di Valedrom tadi, ketika pebalap sepeda Indonesia tersingkir, gagal meraih medali, para remaja SMA tadi beserta ratusan penonton lain memberi tepuk tangan meriah. Tiada terdengar cemooh kepada atlet. “Mereka sudah berusaha. Pasti enggak mudah mengayuh sepeda sekencang itu,” kata Adinda (16).
Di Palembang, penonton pun rela bersusah payah mulai dari disengat panasnya matahari sampai diguyur hujan deras saat mendukung atlet voli pantai Indonesia bertanding akhir pekan lalu. Ketika tim putri Indonesia melawan tim China, hujan turun deras. Hebatnya, hampir semua penonton tak beranjak meski banyak yang tak berpayung.

Hujan yang mengguyur tidak mwnyurutkan niat warga untuk menonton pertandingan final voli pantai putra Asian Games 2018 di Arena Voli Pantai, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (28/8/2018). Cabang voli pantai adalah salah satu cabang yang selalu dipadati penonton.
“Yah dinikmati saja. Ini bagian keseruan nonton langsung. Lagipula, yang main sedang tim Indonesia. Kasihan kalau tidak ada yang dukung atlet-atlet kita,” kata Habibillah (29), penonton di Arena Voli Pantai Jakabaring, Palembang.
Penonton Indonesia juga menunjukkan sportivitas saat jagoan atlet Indonesia gagal. Ketika penyerahan medali kepada tim atlet negara lain dan lagu kebangsaan mereka dikumandangkan, hampir semua penonton Indonesia ikut beranjak berdiri dari kursi untuk turut menghormati negara pemenang. Gambaran itu misalnya terlihat ketika perlombaan berbagai nomor cabang olahraga atletik digelar di GBK.
Pokoknya bersorak
Apapun pertandingannya, siapa pun yang bermain, sorak sorai penonton Indonesia selalu maksimal. Toh, apa artinya pesta tanpa sorak sorai. “Yang ada tiket tanding apa aja Mas? Menurut Mas yang seru nonton tanding apa sekarang? Apa aja deh kita mau,” tanya seorang siswi SMA bertubi-tubi kepada petugas di depan pintu 3 di GBK.

Sejumlah penonton bersorak menyaksikan pertandingan Korea Selatan berhadapan dengan Chinese Taipei dipertandingan final perebutan mendali perunggu Basket Putra Asian Games ke 18 di Hall Istora Senayan, Jakarta Sabtu (01/9/2018).
Oleh karena sulit mendapatkan tiket daring, Putri (16) dan teman-temannya sepulang sekolah langsung datang ke GBK untuk menonton pertandingan apa saja. Mereka ingin merasakan atmosfer keseruan, bersorak, sambil memukul-mukulkan balon tepuk.
Mungkin kita bangsa yang memang sejatinya senang bersorak, bukan mencela. Bahkan, C Simanjuntak pernah menciptakan lagu Sorak Sorak Bergembira. “Nonton apa aja, tim mana aja, pokoknya kita bisa teriak: Siapa kita? Indonesia! Siapa kita? Indonesia! Gitu…”seru Putri tertawa-tawa.
Kemampuan bersorak kita itu pun rupanya dilirik Korea Selatan. Di Arena Jakabaring, Palembang, Rabu (29/8), saat pertandingan final soft tennis tunggal putra antara petenis Indonesia Alexander Elbert Sie dengan petenis Korsel Kim Jinwoong, nampak ada yang ganjil diantara pendukung Korsel di tribun penonton. Belasan diantaranya adalah orang Indonesia, yang berkostum bendera Korsel. Ada yang berasal dari Palembang dan beberapa kabupaten lain di sekitarnya.

Penonton memberikan dukungan kepada atlet panjat tebing Korea Selatan pada babak kualifikasi speed relay Asian Games 2018 di Arena Panjat Tebing Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (27/8).
Salah satunya Ramadhian Febriani (22), pekerja agen travel. Ia bergabung menjadi pendukung Korsel melalui hasil seleksi Korean Culture Center Indonesia (KCCI). Dalam seleksi itu, pendaftar harus berbahasa Inggris, Korea, dan mengirim video naratif tentang dukungannya terhadap Korsel. Mereka mendapat suvenir, baju, atribut tentang Korea, dan uang transpor. Berapa rupiah, Ramadhian enggan mengungkapnya.
Potret beradab
Kuasa ruang yang mampu membentuk perilaku manusianya pun terasa nyata. Apiknya kawasan GBK setelah renovasi dan gencarnya peringatan untuk berlaku beradab di kawasan GBK rupanya cukup ampuh. Kawasan yang telah tertata seperti “mengintimidasi” pengunjung untuk patuh aturan dan beradab. Pembawa acara di dua panggung di areal Asian Fest misalnya, terus menerus mengingatkan pengunjung soal adab buang sampah.
Baik di arena pertandingan dan Asian Fest, pengunjung terlihat cukup tertib membuang sampah di tong sampah. Untuk membuang bungkus kertas sedotan pun pengunjung rela mencari tong sampah. Walau masih ada juga terlihat sampah-sampah kecil yang terserak di tanah dan dipunguti oleh petugas kebersihan.

Suasana zona Bhin-bhin di Asian Games 2108 di Gelora Bung Karno, Rabu (29/8/2018).
Setelah makan, pengunjung juga cukup tertib membuang wadah bekas makan ke tong sampah. Tidak seenaknya meninggalkannya di meja pada tenda-tenda berpayung.
Antusiasme orang-orang untuk masuk ke area Asian Fest bertiket Rp 10.000 kerap menimbulkan antrean panjang. Area tersebut untuk mengakomodasi pengunjung yang sekadar ingin menikmati suasana GBK, nonton musik hidup di panggung, atau untuk mereka yang tak berhasil mendapat tiket pertandingan dan ingin nonton rame-rame di layar lebar yang tersedia. Ketika seorang petugas terlihat datang membawa tambahan tiket festival, para pengunjung ramai-ramai mengejar si petugas. “Sebentar, sebentar! Jangan ngeroyok dong, ayo semua baris, antre!” seru seorang petugas yang lain.
Diberi komando begitu, orang-orang pun langsung patuh dan membentuk barisan. Tak ada dorong-dorongan atau saling sikut. Semua bertahan sabar dalam antrean. Tidak senggol bacok.
Di dua panggung di zona Bhin Bhin dan Atung, saban malam pengunjung bisa menikmati musik hidup dari berbagai grup band, penyanyi, juga para disc jockey. Mulai dari Yovie & The Nuno, Maliq & The Essentials, The Changcuters, Vina Panduwinata, hingga penyanyi asal Korsel Se7en. Sementara, tenda toko suvenir resmi Asian Games dekat zona Bhin Bhin terus menerus diserbu pembeli yang sudi mengantre panjang. Padahal, sebulan sebelum gelaran Asian Games, aneka suvenir itu sudah dijual di berbagai pusat belanja di Jakarta namun tak tampak diserbu orang.
Asian Fest GBK menjadi area yang asyik untuk menyesap malam, menghirup energi kegembiraan yang merembes dari arena-arena pertandingan. Sekelompok perempuan tak saling kenal yang semula duduk makan di bawah beberapa tenda payung spontan membentuk barisan dan berjoget bareng mengikuti irama lagu dari panggung. Mereka lalu tertawa tergelak-gelak. Seorang pelayan penjaga kedai kebab restoran masakan turki melayani pembeli sembari bersenandung mengikuti lagu di panggung yang sama sembari bergoyang-goyang kecil. Seperti juga kebencian yang bisa menular, vibrasi kegembiraan pun bisa menyebar.
“Ini lah Indonesia yang sebenarnya. Ribut-ribut cuma gara-gara politik atau SARA itu enggak genuine, pasti ada pihak-pihak yang sengaja gerakkan. Di sini muka-muka orang keliatan bahagia, semuanya enjoy, enggak senggol bacok. Dapat tiket senang, enggak dapat juga bisa senang. Pokoknya seru-seruan menikmati ambiance,” celoteh Yudi Sukma (38), karyawan Microsoft Indonesia, yang beberapa kali menyempatkan berkunjung ke GBK untuk sekadar jalan-jalan ataupun nonton pertandingan.
Di kawasan Asian Fest itu pula, pengunjung asyik nobar alias nonton bareng berbagai pertandingan di layar lebar. Tak lupa, pekikan andalan “Siapa kita? Indonesia! Siapa kita? Indonesia!” membahana tak kalah seru dengan di arena pertandingan. Sorak ketegangan dan kegembiraan silih berganti pecah membahana.
Atmosfer suasana terasa groovy, asyik. Dari segala arah, terlihat para pengunjung berpakaian modis hilir mudik menghiasi pemandangan. Mereka berkaos dengan tulisan patriotik, misalnya “Damn I Love Indonesia”, "Proud of Indonesia", atau “Ind ONE sia”, lalu tas pinggang yang digantung-silangkan di dada ala gaya terkini, serta tak lupa stiker bendera merah putih tertempel manis di pipi.
Tak terlihat pengunjung berkaos dengan konten tulisan berbau politis yang memancing aura negatif. Dari yang bersandal jepit sampai bersepatu sneakers Gucci terlihat sedap dipandang. “Pemandangan serba seger..” tambah Yudi sambil nyengir..
Suasana sekitar Senayan pun sejak pagi menguarkan atmosfer menyenangkan. Hilir mudik warga asing berjalan nyaman di sepanjang trotoar, juga kedai-kedai kopi di kawasan Senayan terasa semarak ditingkahi suara celotehan pengunjung dalam berbagai bahasa dunia. Jakarta baru terasa seperti kota internasional sungguhan.
"Selama sekitar 40 tahun saya mengenal Jakarta, rasanya baru kali ini terasa ambiance kota ini bagai kota internasional,"ujar Tri Sabdono (60) yang sempat jalan-jalan pagi di sekitar Senayan, Rabu siang (26/8).

Patung Soekarno di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Vibrasi Asian Games telah menginjeksi kita dengan sesuatu yang lain, melampaui soal olahraga. Tengoklah ucapan Bung Karno yang tertoreh di Patung Soekarno di GBK. "Asian Games bukan hanya terbatas pertandingan olahraga, tetapi juga mengusung harga diri bangsa...Ever onward never retreat, merdeka!"
Yo, yo, ayo, tunjukkan harga diri kita dengan rukun dan beradab. Kita bukan remah-remah rempeyek, yang rawan hancur dan terserak.. Siapa kita? Indonesia!(SF/IKI/DRI/DNA/OKI/JON/KEL/ECA/E01/E08/E16/E19)