JAKARTA, KOMPAS — Gelaran Asian Games 2018 meninggalkan kesan mendalam bagi bangsa Indonesia. Pesta olahraga multicabang terbesar di Asia ini berhasil menyulut nasionalisme warga bangsa.
Pada Minggu (2/9/2018), ratusan orang mengantre di pintu masuk Museum Fatahillah, Jakarta Barat. Sebagian pengunjung memasuki ruang pameran Asian Games yang dihelat dari 12 Agustus hingga 9 September 2018. Posisi pameran berada di belakang Taman Fatahillah. Di dinding pameran tergantung kliping koran yang memberitakan soal Asian Games 1962 di mana Indonesia menjadi tuan rumah untuk pertama kalinya.
Salah satu pengunjung pameran, Dino Fahruddin (44), berpendapat, Asian Games 2018 yang akan ditutup hari ini meninggalkan kesan mendalam bagi dirinya. ”Saya merinding mendengar penonton di Stadion Gelora Bung Karno berteriak ’Indonesia... Indonesia...’. Padahal, saya cuma menonton dari televisi kantor,” kata salah seorang pegawai swasta yang berkantor di Jakarta ini.
Dia menilai, Asian Games 2018 berhasil menyatukan banyak orang yang tadinya bertengkar. Dia mencontohkan soal ego sektoral pendukung klub sepak bola yang ada di Indonesia. ”Saat timnas bermain, pendukung Persija, Persib, dan tim lainnya lebur menjadi satu dan mendukung timnas,” katanya.
Hal senada juga dirasakan oleh Puja Sutrisno Wanda (24), mahasiswa Universitas Indonesia. Puja menilai, masyarakat Indonesia sebelum Asian Games ribut soal pasangan yang dijagokan dalam Pemilihan Presiden 2019.
”Momentum Asian Games ini memantik solidaritas kita sebagai bangsa. Kontingen Indonesia yang berasal dari berbagai macam agama dan suku menjadi contoh bahwa perbedaan tidak seharusnya menjadi masalah,” katanya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Minggar Panji (24), mahasiswa jurusan film di International Design School, Jakarta Selatan. Panji sempat menyaksikan pembukaan Asian Games 2018 pada 18 Agustus. ”Gila idenya, Indonesia banget,” katanya.
Panji bercerita, di kampusnya terdapat berbagai komunitas film yang jarang berinteraksi. Panji dan komunitasnya sering nongkrong dengan mahasiswa Institut Kesenian Jakarta.
”Jadi sebelum Asian Games itu, antarkomunitas punya obrolan masing-masing. Saat Asian Games berlangsung, semua obrolan jadi satu arah: Asian Games,” katanya.
Menurut Panji, olahraga merupakan salah satu sarana untuk menyatukan perbedaan di Indonesia. Dia mencontohkan tentang kemenangan pebulu tangkis Jonatan Christie yang berhasil merebut emas pada nomor tunggal putra. ”Ketika Jojo (panggilan akrab Jonatan Christie) menang, semua orang turut bangga. Semua orang larut dalam euforia kemenangan itu,” katanya.
Di tempat yang sama, Narulita Herawati (35), warga asal Bekasi, Jawa Barat, turut berbagi pengalamannya menonton pertandingan Asian Games. Lita mengatakan pernah menonton pertandingan voli di GBK. ”Saat itu saya merasa Indonesia banget,” katanya.
Lita mengatakan, pertandingan olahraga di Asian Games mengajarkan untuk menjunjung tinggi sportivitas. Dia bercerita, tak ada penonton Indonesia yang protes ketika tim Indonesia kalah.
”Pertandingan disaksikan oleh begitu banyak orang. Tim yang menang ataupun yang kalah bisa terlihat jelas. Semua menerima keputusan tersebut. Ini contoh sportivitas yang bisa diterapkan di luar arena olahraga,” kata Lita.
Nonton bersama hujan
Museum Fatahillah merupakan salah satu titik nonton bersama acara penutupan Asian Games 2018 yang ada di Jakarta Barat. Acara nonton bersama diadakan di Taman Fatahillah. Satu layar terpasang di depan taman. Pada pukul 18.00, hujan turun.
Akibatnya, ratusan pengunjung yang sudah memadati taman mencari tempat berteduh. Sebagian pengunjung langsung menuju keluar taman. Namun, ada juga yang memilih bertahan dengan memanfaatkan teras bangunan yang berada di sekeliling taman.
”Rencananya mau refreshing dengan menonton bareng. Eh, hujannya enggak reda-reda,” kata Fivty, salah satu pengunjung. (INSAN AL FAJRI)