Pastor Glinka Mewariskan Pengembangan Antropologi
SURABAYA, KOMPAS – Imam Katolik sekaligus guru besar emeritus antropologi ragawi Universitas Airlangga, Prof Dr Habil Josef Glinka, SVD, Sabtu (1/9/2018) siang, dikebumikan di Makam Kristen Kembang Kuning, Surabaya, Jawa Timur.
Kubur di petak 45 blad HU, Makam Kristen Kembang Kuning, menjadi kediaman abadi Pastor Glinka yang tergabung dalam kongregasi para imam Serikat Sabda Allah (SVD). Pater ini lahir di Chorzow, Polandia, 7 Juni 1931. Ia mengembuskan nafas terakhir di ICU Rumah Sakit Katolik Vincentius A Paulo (dahulu Roomsch Katholiek Ziekenhuis dan disingkat RKZ), Kamis (30/8) pukul 20.58 WIB.
Dari RKZ, jenazah Romo Glinka dibawa ke Biara Societas Verbi Divini (Soverdi atau SVD) di Jalan Polisi Istimewa untuk disemayamkan dan diberkati dalam Misa Arwah. Sabtu, di Biara Soverdi diadakan misa pelepasan dan tutup peti jenazah yang turut dihadiri oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignatius Jonan. Kemudian, jenazah dibawa ke Universitas Airlangga untuk mendapat penghormatan dari sivitas akademika sebelum diantar untuk pemakaman di Kembang Kuning.
Pater Glinka merupakan satu dari empat orang yang dianggap sebagai perintis antropologi ragawi di Indonesia. Glinka yang juga akrab disapa Opa (kakek) oleh mahasiswa Departemen Antropologi Unair itu menyusul tiga perintis yang telah terlebih dahulu berpulang yakni Prof CARD Snell dan Dr Adi Sukadana (Lie Gwan Liong) dari Unair dan Prof Teuku Jacob dari Universitas Gadjah Mada.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, ada tiga orang yang mendampingi Pastor Glinka di ICU yakni Bernada Rurit, penulis buku Prof Dr Habil Josef Glinka, SVD Perintis Antropologi Ragawi di Indonesia yang diluncurkan pada Minggu (26/8) di Surabaya, Bruder Metrianus Mance, SVD, dan Pastor Fritz Meko, SVD. “Kalimat terakhirnya menjawa pertanyaan kami apakah Romo berbahagia? Dia menjawab saya berbahagia,” ujar Bernada menirukan ucapan Pastor Glinka. Menurut Bernada, setelah doa bersama Bapa Kami dan Salam Maria, Pastor Glinka meninggal dunia dengan tenang.
“Bagi saya pribadi, bangsa ini telah kehilangan seorang Bapak yang penuh kasih dan tidak kenal lelah mengembangkan ilmu pengetahuan antropologi,” kata Bernada. Prof Glinka fasih berbahasa Polandia, Jerman, Belanda, Inggris, dan Indonesia. Almarhum juga cukup paham bahasa Ibrani, Yunani, dan Latin. Menurut catatan Unair, Pastor Glinka telah menghasilkan 8 buku, 58 artikel ilmiah, dan 35 artikel populer dalam bahasa Polandia, Jerman, Inggris, dan Indonesia.
Fritz mengenang, rekannya itu amat mencintai tarekat dengan siap memenuhi permintaan petinggi ordo. Sebagai ilmuwan, Pastor Glinka selalu mengingatkan rekan-rekannya sesama imam untuk banyak membaca, mengembangkan ilmu, dan meneliti. “Agar tidak menjadi pewarta yang kering,” ujarnya.
“Pewarta Kabar Gembira di zaman ini harus kreatif dan tidak boleh malas belajar dan membaca,” kata Fritz.
Adapun Unair punya tiga pakar antropologi yang seluruhnya perempuan dan hasil gemblengan Prof Glinka. Mereka adalah Prof Myrtati Dyah Artaria PhD yang pakar antropologi dental, Dr Toetik Koesbardiati yang pakar palaeoantropologi dan antropologi forensik, dan Dr Lucy Dyah Hendrawati yang pakar biososial manusia.
“Opa adalah guru sebenarnya, selalu mendorong kami mengembangkan ilmu dan meneliti. Ia pula yang meminta saya menjadi asisten dan dosen serta mengambil pendidikan doktoral dan mencapai guru besar,” kata Myrtati.
Adapun jabatan yang pernah diemban oleh Pastor Glinka adalah profesor bioantropologi Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unair dan profesor bioantropologi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala di Surabaya.
Prof Glinka menyelesaikan pendidikan di Polandia kurun 1931-1964. Itu terdiri dari pendidikan dasar dan menengah kurun 1931-1951, studi filsafat dan teologi di Seminari Tinggi SVD Pieniezno kurun 1951-1958, dan biologi antropologi di Universitas Adam Mickiewicz Poznan. Pater Glinka mendapat beasiswa riset pascadoktoral Alexander von Humboldt pada 1974/1975 dan 1976/1977.
Glinka ditahbiskan sebagai imam pada 1957 kemudian kurun 1964-1965 menjadi dosen filsafat alam di Pieniezno. Kurun 1966-1977, Glinka menjadi dosen antropologi dan filsafat alam hidup di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Flores. Di sinilah, 1966-1968, Glinka meneliti dan mempublikasikan hasil penelitian tentang karakteristik morfologis penduduk Pulau Palue di Nusa Tenggara Timur yang amat kering air.
Dalam penelitian lanjutan, Glinka membagi penduduk Indonesia atas tiga kelompok rasial. Ketiganya adalah Protomalayid di Indonesia timur, Deuteromalayid di Indonesia barat, dan Dayakid di Kalimantan, Jambi, dan Filipina utara. Data-data etnogenesis berguna untuk mendeteksi afiliasi suatu populasi dengan populasi lainnya. Selain itu, mendeteksi tren penyakit tertentu sebab punya hubungan dengan kelompok rasial. Setiap kelompok populasi punya gene pool sendiri yang berkarakter berbeda. Nah, pengelompokan oleh Pastor Glinka menjadi rujukan peneliti antropologi ragawi internasional.
Dalam pandangan Pastor Glinka, antropologi ragawi mempelajari manusia dari sudut pandang biologis dalam kerangka perkembangan hidup manusia dengan penekanan pada interaksi antara biologi, lingkungan, dan budaya. Kalangan publik kerap keliru mempersepsikan antropologi merupakan studi terhadap fosil, batu, bangunan tua, suku terasing, seni tradisional, bahkan diinterpretasikan sebagai ilmu nujum perbintangan.
Antropologi ragawi di Indonesia khususnya di Unair, dalam perjalanan yang turut dirintis oleh Prof Glinka dipandang unik sebab berada dalam Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Kendati demikian, antropologi ragawi itu berkelindan dengan antropologi budaya yang di dalamnya termasuk antropologi kesehatan. Ini berbeda dengan antropologi ragawi di Eropa yang berada di Fakultas Kedokteran atau di Amerika dan Australia di bawah Fakultas Kedokteran atau Fakultas Biologi.
Selama 19 tahun mengajar di Ledalero, Pastor Glinka turut meluluskan 600 imam yang 14 di antaranya menjadi uskup. Kemudian, Prof Glinka selama 27 tahun mengajar di Unair turut membangun dan mengembangkan Departemen Antropologi dengan turut meluluskan 1.000 antropolog yang 14 di antaranya doktor dan 1 guru besar.