JAKARTA, KOMPAS — Pemahaman yang rendah terkait penggunaan platform digital untuk pemasaran masih menghantui pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Pemanfaatan platform digital menjadi vital pada masa ini karena lebih efisien dari segi biaya dan efektif dari sisi target pembeli.
Dalam Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017, kendala terbesar pelaku usaha ekonomi kreatif adalah pemasaran produk di dalam negeri mencapai 41,89 persen. Kendala berikutnya diikuti oleh kemampuan riset dan pengembangan sebesar 37,4 persen.
CEO dan Co-Founder Excellence.asia Viktor Yanuar S di Jakarta, Jumat (31/8/2018), mengatakan, pemasaran masih dilakukan secara sporadis oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Excellence.asia adalah perusahaan pelatihan untuk perusahaan dan individu.
”Contohnya di sektor makanan, mereka hanya promosi pada saat ada bazar,” kata Viktor di sela-sela Small Business Workshop-Exelloka goes to Mall. Pelaku UMKM masih melihat usaha yang digeluti sebagai kerja sampingan. Mereka belum memberikan komitmen penuh untuk mengembangkan bisnis.
Di era digital sudah menjadi hal yang lumrah bagi penjual untuk memiliki situs dan akun media sosial. Namun, pada kenyataannya, masih ada pelaku UMKM yang belum mampu memaksimalkan penggunaan keduanya.
Masih merujuk pada Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif, baru 30,39 persen usaha ekonomi kreatif memiliki laman, 64,24 persen yang menggunakan komputer, dan 68,83 persen yang menggunakan internet.
Co-Founder Pakar Aditya K Goenawan mengatakan, pemasaran digital (digital marketing) dibagi menjadi tiga bagian, yakni beriklan melalui internet, branding lewat media sosial, dan marketplace seperti e-dagang. Pakar adalah perusahaan pelatihan pemasaran melalui internet.
”Pemasaran melalui internet lebih murah dari media konvensional,” tuturnya. Sekali pasang sebuah baliho di jalan dapat mencapai miliaran rupiah, sedangkan di internet bervariasi di angka Rp 1 juta hingga puluhan juta rupiah.
Dari sisi target pembeli, pemasaran melalui internet bisa dalam berbagai format berupa teks, foto, grafis, dan video. Efektivitas iklan bisa dilacak perkembangannya hingga akhir dari jumlah klik iklan yang diperoleh.
Iklan melalui Google, Facebook, dan Instagram secara otomatis akan ditujukan kepada demografi pembeli yang telah dipilih. Kendati demikian, penggunaan iklan pada mesin pencari harus disesuaikan dengan jenis bisnis yang dimiliki.
Berdasarkan riset yang dilakukan Pakar, sektor industri fashion dan ritel lebih cocok dipasarkan di media sosial. Sementara sektor business to business (B2B) dan jasa lebih ideal digunakan dalam mesin pencari.
Senior Manager on Marketing Strategy Lemonilo Michiko Sutanto menambahkan, dalam memasarkan produk di media sosial, pelaku UMKM masih susah dalam mendeskripsikan produk.
”Bahasa yang digunakan harus sesuai dengan target konsumen sehingga mereka bisa memiliki ikatan dengan produk,” kata Michiko. Adapun Lemonilo adalah perusahaan e-dagang di bidang makanan sehat.
Citra
Founder RAN Looks Oya Miranti mengutarakan, selain pemasaran melalui format digital, penciptaan citra (branding) juga memiliki posisi yang vital dalam berbisnis. Adapun RAN Looks adalah lembaga konsultan komunikasi pemasaran.
Citra pelaku UMKM perlu disesuaikan dengan produk yang ditawarkan. ”Hal itu memengaruhi kondisi psikologis calon konsumen untuk menerima produk kita,” tuturnya.
Kesan yang ditampilkan dapat dibentuk melalui cara berpakaian dan berdandan. Setidaknya, melalui strategi tersebut membuat posisi pelaku usaha setara dengan citra yang dimiliki calon konsumen.