Omah Munir Terus Gelorakan Pendidikan Hak Asasi Manusia
Pollycarpus Budihari Priyanto keluar dari penjara. Namun, tak ada aktivitas mencolok di Museum Omah Munir di Jalan Bukit Berbunga Nomor 2 Sidomulyo, Kota Batu, Jawa Timur, Kamis (30/8/2018) siang.
Pilot Garuda Indonesia itu bebas murni setelah menjalani masa hukuman 14 tahun penjara dikurangi remisi. Pollycarpus menjadi terpidana atas kematian pegiat hak asasi manusia Munir Said Thalib saat dalam penerbangan dari Singapura ke Belanda, 7 September 2004.
Nama Pollycarpus dan rangkaian perjalanan Munir ketika itu diabadikan dalam panel yang tertempel di dinding bagian dalam museum. Ia menjadi bagian dari 100 lebih koleksi museum, termasuk foto dan barang-barang pribadi almarhum, di antaranya sejak menikah hingga aktif di Kontras Surabaya.
Kecuali Joko Winarbo (45) dari Manado, Sulawesi Utara, yang tengah serius melihat isi koleksi, tak ada pengunjung lain di tempat itu. Sayup-sayup suara musik ilustrasi ruang dalam musium tertelan oleh gegap gempita irama dangdut dari pengeras suara tetangga sebelah yang sedang menggelar hajatan.
”Saya trenyuh, terharu, melihat sepatu yang pernah dipakai almarhum. Ada juga kemeja kerjanya. Dari situ saya bisa lihat jika Munir orangnya ulet,” ujar Winarbo yang mengaku terkesima melihat barang pribadi Munir.
Winarbo sendiri menjadi pengunjung ke sekian yang datang siang itu. Sebelumnya sudah ada beberapa pengunjung, tetapi tidak semua dari mereka mengisi buku tamu yang telah disediakan.
Menempati rumah Munir, museum yang didirikan sejak 2013 itu biasa dikunjungi oleh wisatawan, yang sebagian di antaranya adalah mahasiswa dan mereka yang peduli akan upaya penegakan hak asasi manusia.
Bahkan, mahasiswa dari luar negeri juga ada yang datang, salah satunya rombongan dari Universitas Newcastle Australia yang baru saja berkunjung.
Omah Munir dikunjungi 3.000-5.000 orang per tahun. Angka ini terbilang kecil jika melihat total wisatawan ke Batu yang mencapai 4 juta orang per tahun.
Menurut pihak museum, tidak ada kegiatan khusus terkait bebasnya Pollycarpus. Semua kegiatan dilakukan di kantor Kontras Jakarta, Rabu siang. Kegiatan di Omah Munir menurut rencana dilakukan 7 September nanti bersamaan dengan peringatan 14 tahun kematian sang aktivis.
”Mbak Suci (Suciwati istri Munir) juga tidak kelihatan. Sudah lama ia tidak kelihatan. Kelihatan terakhir dua minggu lalu,” ujar salah satu pekerja Omah Munir.
Sejak berdiri, Omah Munir memang dikhususkan menjadi wahana edukasi tentang hak asasi manusia bagi masyarakat. Adapun tempat untuk perjuangan menyuarakan pengungkapan dalang pembunuhan Munir berada di Jakarta.
Dalam kaitannya dengan edukasi, Omah Munir tidak saja menyuguhkan koleksi museum kepada pengunjung tetapi juga membuat modul pendidikan hak asasi manusia untuk siswa. Omah Munir bekerja sama dengan Kementerian Agama membuat modul untuk siswa madrasah tsanawiyah. Omah Munir juga membuat modul untuk SMP.
”Saat ini kami juga membuat modul pendidikan HAM (hak asasi manusia) untuk pemilih pemula. Memilih dalam pemilu, kan, tidak sekadar mencoblos. Ada tanggung jawab di dalamnya mengapa seseorang memilih,” kata Direktur Eksekutif Museum Omah Munir, Illian Deta Arta Sari.
Menurut Deta, Omah Munir tidak menangani kasus. Museum ini hanya didedikasikan untuk menjadi pengingat bahwa banyak pelanggaran hak asasi manusia terjadi serta ke depan bagaimana generasi muda bisa menghindari pelanggaran serupa dan menjadi lebih baik.
Berbicara tentang hak asasi manusia memang tidak melulu terkait masalah yang berat. Banyak kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan hak asasi yang mana hingga sekarang masih banyak terjadi pelanggaran terhadapnya.
Museum Omah Munir pun akan terus berkembang. Deta menyebut saat ini sudah ada lahan seluas 2.500 meter persegi (pinjam pakai dari Pemerintah Kota Batu) yang bakal menjadi bangunan museum baru. Museum itu bernama Museum Hak Asasi Manusia Omah Munir dan menjadi satu-satunya museum hak asasi manusia di Indonesia.
”Insya Allah pembangunannya dimulai 2019 dan selesai 2019. Kemungkinan ada tiga lantai dan memuat koleksi lebih banyak dari yang sekarang. Kami sudah membicarakan masalah ini dengan Wali Kota Batu Dewanty Rumpoko dan calon gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa,” katanya.
Dana pembangunan museum ditanggung oleh pemerintah provinsi. Omah Munir hanya mengisi materi dan koleksi.
Koleksinya pun tidak terbatas benda yang berkaitan dengan Munir, tetapi juga perkembangan kasus hak asasi manusia yang lain, dari kasus lingkungan seperti Salim Kancil di Probolinggo, kasus kekerasan terhadap pers, hingga yang lainnya.
Selain itu, juga ada sudut anak, diskusi, dan lainnya. ”Kenapa lokasinya pindah? Karena lokasi yang ada saat ini tidak mencukupi. Ini, kan, sebelumnya rumah Mbak Suci. Kalau ada diskusi, kami harus menggeser-geser koleksi. Ini, kan, tidak boleh,” ujarnya.
Munir telah tiada. Otak pembunuhnya bisa saja tak tertangkap, tetapi semangat Munir tetap akan menyala, tak berhenti di rumah Munir saja, tetapi meluas ke mana-mana.