JAKARTA, KOMPAS- Panitia Ad Hoc Haluan Negara mengupayakan agar naskah haluan negara untuk rujukan haluan pembangunan nasional tuntas dibahas awal 2019. Jika disetujui, amandemen Undang-Undang Dasar 1945 untuk haluan negara bisa dilakukan sebelum masa kerja MPR berakhir.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ahmad Basarah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/8/2018), mengatakan, setelah Panita Adhoc (PAH) Haluan Negara ditetapkan di Sidang MPR, Kamis (16/8/2018), pihaknya berkomunikasi dengan pimpinan fraksi-fraksi partai politik dan kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar menyiapkan bahan yang akan diusulkan untuk naskah haluan negara.
Komunikasi yang sifatnya masih informal itu ditempuh sambil menunggu keanggotaan PAH lengkap. Pasalnya hingga kemarin, pimpinan kelompok DPD di MPR belum menyerahkan nama anggota DPD yang masuk di PAH kepada pimpinan MPR.
Basarah mengatakan, pimpinan MPR telah sepakat untuk mengupayakan agar naskah haluan negara tuntas di awal 2019. Jika naskah haluan negara disetujui, masih cukup waktu masuk ke proses selanjutnya, yaitu amandemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945.
Amandemen khususnya pada pasal yang mengatur kewenangan MPR agar MPR kembali bisa membuat ketetapan MPR. Namun, pimpinan MPR menghendaki seluruh partai politik dan DPD menyetujui amandemen dilakukan.
Berhak menafsirkan
Sementara itu, PAH II MPR, yang juga dibentuk pada Sidang MPR bertugas menyiapkan materi rekomendasi MPR, perubahan materi Tata Tertib MPR, serta Ketetapan MPR, saat ini sedang menunggu rumusan substansi dari masing-masing fraksi dan kelompok DPD di MPR.
Ketua PAH II MPR dari Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman mengatakan, salah satu usulan yang muncul adalah penguatan kewenangan MPR menjadi satu-satunya lembaga yang berhak menafsirkan Undang-Undang Dasar 1945. Usulan itu muncul karena Mahkamah Konstitusi, menurutnya, hanya berwenang menguji substansi di undang-undang terhadap UUD 1945, tetapi tidak berwenang untuk menafsirkan pasal-pasal di UUD 1945 itu sendiri. Padahal penafsiran atas pasal di UUD 1945 juga penting agar tafsir terhadap UUD 1945 tidak bersifat perorangan dan memunculkan kerancuan yang meluas.
“Kelembagaan MPR ini harus diperkuat. Termasuk di dalamnya ada usulan agar MPR memiliki kewenangan untuk memberi tafsiran terhadap pasal-pasal yang ada di UUD 1945,” kata Rambe.