JAKARTA, KOMPAS — Rupiah melemah semakin dalam pada level Rp 14.711 per dollar AS. Bank Indonesia berkomitmen untuk mengawal ketat stabilitas nilai tukar rupiah melalui empat langkah.
Keempat langkah itu adalah meningkatkan volume intervensi di pasar valas; membeli surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder; membuka lelang FX Swap, dengan target lelang pada Jumat (31/8/2018) sebesar 400 juta dollar AS; dan membuka jendela swap lindung nilai.
”Kami juga senantiasa meningkatkan koordinasi dengan pemerintah, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk memastikan stabilitas nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam keterangan pers.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate pada Jumat (31/8/2018), rupiah berada pada level Rp 14.711 per dollar AS. Sejak awal tahun ini, nilai tukar rupiah itu berada pada level terburuknya.
Sejak akhir Desember 2017 hingga 31 Agustus 2018, rupiah terdepresiasi sebesar 8,01 persen. Pelemahan mata uang juga terjadi di negara-negara berkembang dan sejumlah negara maju. Dalam periode itu, rupee India melemah 9,7 persen, lira Turki 43,85 persen, peso Argentina 51,67 persen, krona Swedia 10,23 persen, dan dollar Australia 7,02 persen.
Menurut Perry, BI yakin kondisi perekonomian Indonesia tetap kuat dan berdaya tahan. Beberapa indikator perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan tersebut, seperti pertumbuhan ekonomi yang tumbuh cukup baik, serta inflasi yang rendah dan terjaga.
Berdasarkan pemantauan harga sampai dengan minggu kelima Agustus 2018, Indeks Harga Konsumen diperkirakan -0,06 persen secara bulanan. Secara tahun kalender, inflasi yang terjadi sebesar 2,12 persen dan secara tahunan 3,19 persen.
”Kondisi stabilitas sistem keuangan juga terjaga baik karena penyaluran kredit perbankan kuat, yaitu tumbuh 11 persen pada Juli 2018. Kendati begitu, BI tetap akan mewaspadai berbagai risiko yang mungkin timbul di tengah ketidakpastian global sebagaimana yang terjadi pada Turki dan Argentina,” katanya.
Perry menambahkan, ketahanan ekonomi Indonesia sangat baik. Hal itu ditopang oleh dukungan kebijakan baik moneter, stabilitas sistem keuangan maupun fiskal yang berhati-hati, serta komitmen pemerintah yang kuat untuk mengurangi defisit transaksi berjalan.
BI memperkirakan hingga akhir tahun defisit transaksi berjalan dapat mengarah pada 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2018 dan 2 persen dari PDB pada 2019. Hal itu didukung oleh beberapa kebijakan pemerintah, seperti mandatori B20, penundaan beberapa proyek pemerintah, pariwisata, dan peningkatan ekspor.
”Melalui mandatori B20, defisit transaksi berjalan diperkirakan dapat turun hingga 2,2 miliar dollar AS. Adapun penguatan sektor pariwisata, penundaan beberapa proyek, dan peningkatan ekspor dapat mengurangi defisit 9 miliar-10 miliar dollar AS pada tahun depan,” ujarnya. (*)