JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui sejumlah kementerian mengimbau pemangku kepentingan agar mengatur pembatasan penggunaan gawai di lembaga pendidikan. Imbauan itu dilakukan untuk menghindari dan melindungi anak-anak dari dampak negatif yang ditimbulkan penggunaan gawai.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise di Jakarta, Jumat (31/8/2018), menyampaikan hal tersebut sebagai inti dari pernyataan bersama dengan kementerian yang lain.
Yohana menegaskan, orangtua, anak, dan semua satuan pendidikan, baik sekolah umum maupun madrasah/swasta, perlu membatasi penggunaan gawai. Anak atau pelajar agar diarahkan menggunakan gawai untuk mengunduh mata pelajaran tertentu saja.
Pernyataan bersama empat kementerian itu tentang pembatasan penggunaan gawai di satuan pendidikan. Selain Kementerian PPPA, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Agama juga terlibat.
”Imbauan ini dilakukan untuk mencegah anak-anak kita mendapatkan informasi yang tidak layak, seperti pornografi, radikalisme, kekerasan, hoaks, dan SARA, serta agar anak-anak kita terhindar dari kecanduan gawai dan efek negatif dari penggunaan gawai,” ujar Yohana.
Salah satu langkah imbauan adalah dengan membatasi penggunaan gawai sekitar 8 jam sehari atau sekitar sepertiga dari hidup anak yang masih berada di sekolah atau madrasah. Selain itu, pada saat anak berada di rumah, orangtua dan keluarga juga perlu memantau dan membatasi penggunaan gawai oleh anak-anak.
Imbauan pembatasan gawai ini diutarakan juga tidak terlepas dari kajian yang dilakukan Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kementerian PPPA pada 2016. Kajian tersebut menemukan bahwa 70 persen anak ke sekolah membawa gawai, 52 persen anak bermain dengan ponsel pada saat pelajaran berlangsung, dan 61 persen anak menggunakan gawai untuk chatting dan bermain gim.
Kajian tersebut juga menemukan bahwa 29 persen anak menggunakan gawai untuk mencari informasi terkait pelajaran atau tugas sekolah. Hanya 10 persen anak menggunakan gawai untuk keperluan komunikasi dengan orangtua atau teman.
Selain Yohana, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Regulasi Pendidikan dan Kebudayaan Chatarina Muliana, serta Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Pendidikan Pelatihan Kementerian Agama Abdul Rahman Mas’ud juga menyampaikan sikap serupa.
Konten positif
Rudiantara menyampaikan, semua pihak hendaknya proaktif memantau dan tetap memegang kendali atas penggunaan gawai anak dan peserta didik, baik dengan cara pembatasan waktu maupun materi yang diakses. Orangtua dan guru juga perlu mengarahkan anak-anak mengakses konten yang bersifat positif dan produktif.
”Saat ini, setidaknya ada 289.000 situs positif yang masuk dalam white list Kominfo. Konten positif akan membangun watak dan budi pekerti mereka, konten produktif akan memberikan bekal keterampilan dan pengetahuan untuk menyongsong masa depan,” kata Rudiantara.
Sementara itu, Kemdikbud juga berkomitmen mendorong penguatan pendidikan keluarga melalui satuan pendidikan agar berperan aktif dalam memberikan pemahaman dalam pembatasan penggunaan gawai kepada anak.
”Gawai perlu menjadi sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan dan sumber informasi yang positif bagi anak,” kata Chatarina.