BUENOS AIRES, KAMIS Setelah ekonomi Argentina melonjak pada tahun 2017 dan koalisi Presiden Mauricio Macri yang ramah pasar menang pada pemilihan legislatif, Oktober lalu, para ekonom memiliki harapan yang cerah tahun ini. Namun, pergerakan mata uang peso yang tertekan telah menunjukkan kepada Argentina dan investor bahwa sejarah volatilitas keuangan negeri itu masih jauh dari selesai.
Para ekonom telah lama berpendapat bahwa posisi mata uang peso Argentina dinilai terlalu tinggi, dan pemerintah mengakui bahwa itu akan terdepresiasi secara bertahap dalam beberapa tahun. Namun, tidak ada yang memperkirakan kecepatan jatuhnya peso terhadap dollar AS sejak bulan April tahun ini. Investor khawatir dengan kemampuan Pemerintah Argentina dalam mengendalikan inflasi dan merespons kenaikan suku bunga Federal Reserve AS, yang memperkuat dollar AS di seluruh dunia.
Mata uang peso Argentina terempas lebih dari 7 persen pada perdagangan harian setelah investor tidak percaya diri terhadap pemerintahan Macri. Bank sentral Argentina pun mencoba masuk ke pasar untuk mengintervensi dan menenangkan pasar. Namun, posisi peso ditutup di level terendahnya di level 34,10 per dollar AS.
Depresiasi membuat utang Argentina dalam bentuk mata uang dollar AS menjadi lebih mahal bagi pemerintah dan mendorongnya untuk beralih ke Dana Moneter Internasional (IMF) guna mendapatkan pinjaman 50 miliar dollar AS. Otoritas IMF menyatakan tengah mempelajari permintaan untuk mempercepat pencairan pinjaman itu.
”Lingkungan eksternal telah memburuk sejak program disepakati sehingga upaya dari sisi kebijakan di dalam negeri Argentina sangat diperlukan sebagai imbalannya,” kata Stuart Culverhouse, kepala ekonom di Exotix Capital. ”Meskipun ini masih harus dipandang sebagai hal yang positif, hal itu sekaligus menunjukkan betapa rapuhnya Argentina dalam tempo hanya dua bulan setelah kesepakatan IMF tersebut.”
Nilai tukar mata uang peso Argentina terhadap dollar AS anjlok lebih dari 45,3 persen dalam setahun terakhir dan inflasi tahunan menembus 31,2 persen. Bank sentral sudah menaikkan suku bunga hingga 45 persen dan melepas cadangan devisa lebih dari 13 miliar dollar AS. Warga pun kini dibayangi memori kelam krisis tahun 2002 saat jutaan warga kelas menengah jatuh miskin.
Negara berkembang
Analis Rabobank untuk negara-negara berkembang, Piotr Matys, mengingatkan, jatuhnya mata uang peso Argentina membuktikan betapa sulitnya mengembalikan kepercayaan diri investor setelah kepercayaan itu sirna. Ia pun menyiratkan sebuah kewaspadaan bagi kondisi negara-negara berkembang lain, khususnya Turki yang juga tengah tertekan.
Nilai tukar lira Turki turun 1,9 persen dalam dua pekan terakhir dengan penurunan berturut selama empat hari terakhir. Mata uang rand Afrika Selatan kemarin turun 1,6 persen. Di Asia, mata uang rupee India melemah 0,3 persen seiring penurunan mata uang rupiah yang menyentuh level terendahnya dalam kurun tiga tahun terakhir.
Matys mengatakan, investor global pun masih menunggu langkah-langkah kebijakan yang nyata dari otoritas Turki. Investor menginginkan tingkat suku bunga yang naik terukur dan kebijakan fiskal yang lebih ketat.