Koalisi perempuan yang tergabung dalam Save Our Sister berunjuk rasa di depan Kejaksaan Tinggi Jambi, Kamis (26/7/2018). Mereka menuntut pembebasan WA (15), korban pemerkosaan yang divonis penjara 6 bulan karena menggugurkan kandungannya.
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jambi melepaskan WA (15) dari segala tuntutan hukum bagai tetesan air di padang gurun yang gersang. Perjuangan banyak pihak untuk turut mendukung lepasnya WA dari jeruji besi pun akhirnya berbuah. Namun, perjuangan itu belumlah selesai.
Sebab, meski telah keluar dari Lembaga Permasyarakatan Perempuan Muara Bulian, Jambi, WA kini dalam kondisi stres. Direktur Beranda Perempuan Ida Zubaidah melihat WA tampak kian tertekan semenjak tak lagi bersama-sama ibunya. ”WA bahkan hampir kabur karena stres berat tak ada ibu bersamanya,” ujarnya, Kamis (29/8/2018).
Senin lalu, WA akhirnya dilepaskan dari segala tuntutan hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jambi. Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan, WA terbukti melakukan tindak pidana aborsi, tetapi hakim menilai perbuatannya itu dilakukan dalam keadaan daya paksa akibat pemerkosaan yang dialaminya. Karena itulah, WA harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum sebagaimana diberitakan Kompas, Selasa (28/8/2018).
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
WA (15), korban pemerkosaan yang divonis penjara 6 bulan karena menggugurkan kandungannya (paling kanan). memanfaatkan kesehariannya dengan membuat kerajinan tas di Lembaga Permasyarakatan Perempuan Muara Bulian, Senin (30/7/2018). WA mengajukan banding atas putusan hakim. Putusan itu dinliai banyak kalangan mengabaikan hak kesehatan reproduksi korban pemerkosaan.
Karena diputus lepas dari hukuman, WA pun kini menghuni Alyatama, rumah perlindungan perempuan dan anak di bawah Kementerian Sosial. Menurut Ida, pemulihan dari trauma sangat dibutuhkan WA untuk saat ini. Trauma ia alami akibat pemerkosaan berulang oleh abang kandungnya sendiri.
Sebagaimana diketahui, WA adalah korban pemerkosaan abang kandungnya, AR (17), di Kabupaten Batanghari, Jambi. Ia mengalami ancaman kekerasan oleh AR hingga pemerkosaan itu berlangsung sembilan kali. Kasusnya terkuak setelah ditemukan jasad bayi di sebuah kebun sawit, yang belakangan diketahui milik WA dan AR.
WA pun disidang dan dihukum penjara selama 6 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian. Vonis yang dijatuhkan kepadanya langsung menyulut keprihatinan dunia.
Banyak pihak memprotes penegak hukum, mengapa seorang korban pemerkosaan, apalagi masih anak-anak, malah dihukum penjara.
Sejak itulah beragam bentuk advokasi mengalir. Mulai dari aksi kampanye dan demonstrasi, petisi daring, hingga penerbitan dokumen Amicus Curiae (sahabat pengadilan) alias pendapat hukum yang disampaikan pihak ketiga untuk memengaruhi keputusan hakim. Mereka pun mendesak Pengadilan Tinggi memeriksa majelis hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian atas vonis yang mereka keluarkan.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Koalisi perempuan yang tergabung dalam Save Our Sister berunjuk rasa di depan Kejaksaan Tinggi Jambi, Kamis (26/7/2018).
Tak hanya sampai di situ, penasihat hukum WA pun mengajukan banding. Hasoloan Sianturi dari Humas Pengadilan Tinggi Jambi mengakui, keluarnya putusan banding untuk melepaskan WA dari segala tuntutan hukum tak terlepas dari kuatnya desakan publik. Majelis hakim yang juga berpengalaman menangani kasus-kasus anak dan perempuan bertekad meletakkan latar belakang kemanusiaan itu sebagai faktor penting dalam amar putusan mereka.
Tak menemani
Kini, setelah keluar dari penjara, WA terpaksa menjalani hidupnya sendirian. Sang ibu, berinisial AD, tak bisa ikut menemaninya. AD masih mendekam dalam tahanan karena dituduh membantu WA menggugurkan kandungan alias aborsi.
Perihal tuduhan aborsi sebelumnya sempat diteliti Institute Criminal Justice Reform (ICJR). Tidak ditemukan adanya bukti-bukti aborsi oleh WA dan ibunya. ICJR bahkan melihat adanya indikasi penyiksaan oleh penegak hukum dalam proses pemeriksaan di tahap penyidikan yang memaksa ibu dan anak itu mengakui adanya aborsi.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidikan yang ditandatangani WA, disebut sang ibu membantunya menggugurkan kandungan dengan cara memberi ramuan jamu kunyit. Hal serupa dalam BAP diakui sang ibu.
Namun, keterangan tersebut di persidangan disebut tidak benar, baik oleh WA maupun AD. WA mengaku telah dipaksa penyidik untuk menyebut bahwa ibunya membantu dirinya menggugurkan kandungan.
Pernyataan yang menyebut bahwa sang ibu tidak terbukti melakukan penyertaan aborsi bersama WA juga telah dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian dalam sidang vonis, Juli lalu. ”Pernyataan itu tertera pada halaman 17 dokumen putusan,” kata Maidina Rahmawati, Peneliti Hukum ICJR.
Paksaan penyidik untuk memperoleh keterangan BAP, lanjutnya, masuk ke dalam kategori penyiksaan. Itu mengacu Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia yang sudah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 1998. Dokumen menyebut bahwa setiap bukti yang didapat dari penyiksaan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti.
Saat ditemui Kompas di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan, beberapa waktu lalu, AD pun mengaku tak tahan menghadapi tekanan petugas penyidik sehingga akhirnya mengiyakan keterangan-keterangan yang didesak petugas. Namun, Kepala Kepolisian Resor Batanghari, yang menyidik kasus WA, Ajun Komisaris Besar Muhamad Santoso menampik adanya pemaksaan. ”Tidak ada. Saat awal pemeriksaan, dia (WA dan AD) mengakui begitu kok,” ujarnya.
Aktivis Save Our Sister, Leni, mengatakan, ibu korban perlu segera dilepaskan karena tak ada bukti kuat sang ibu membantu anak melakukan aborsi. Pelepasan itu akan menjadi faktor melepas anak korban pemerkosaan dari trauma. ”Penegak hukum jangan mundur lagi. Segeralah akhiri penderitaan ibu dan anak ini,” ucapnya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.