JAKARTA, KOMPAS — Produksi siap jual atau lifting minyak dan gas bumi tahun ini hampir dipastikan gagal memenuhi target APBN 2018. Salah satu sebabnya adalah usia lapangan-lapangan minyak di Indonesia yang semakin tua atau sudah dikuras sejak puluhan tahun lalu.
Dalam rapat dengar pendapat di Komisi VII DPR di Jakarta, Senin (27/8/2018), terungkap bahwa lifting minyak semester I-2018 sebesar 771.000 barrel per hari (BOPD). Adapun lifting gas bumi di periode yang sama 1,152 juta barrel setara minyak per hari (BOEPD). Capaian itu masih lebih rendah dari target APBN 2018 yang masing-masing 800.000 BOPD untuk minyak dan 1,2 juta BOEPD untuk gas bumi.
Rapat itu dihadiri, selain oleh anggota Komisi VII, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto, Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sukandar, dan pimpinan kontraktor kontrak kerja sama (K3S) hulu migas di Indonesia.
”Kondisi ini harus menjadi tantangan bagi pemerintah dan kontraktor untuk mencari terobosan agar lifting migas kita bisa naik,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Gerindra Gus Irawan Pasaribu selaku pemimpin rapat.
Apabila lifting terus menurun, sementara konsumsi migas di dalam negeri terus naik, menurut Gus Irawan, Indonesia bakal kian tergantung dengan impor migas. Hal itu tidak menguntungkan dari segi ketahanan energi sebuah negara.
Djoko mengakui, penurunan produksi migas disebabkan usia lapangan minyak yang menua. Sebagian besar lapangan minyak di Indonesia sudah dikuras sejak puluhan tahun lalu.
”Yang bisa dilakukan adalah mencegah membesarnya angka penurunan produksi dengan metode kerja ulang (work over) dan perawatan sumur (well service),” ujar Djoko.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Fadel Muhammad, mengatakan, teknologi pengurasan minyak tingkat lanjut (enhancedoil recovery/EOR) harus segera direalisasikan. Menurut dia, penerapan EOR dapat menjadi solusi untuk menaikkan produksi migas nasional. Namun, perlu pertimbangan investasi untuk penerapan EOR karena membutuhkan biaya yang mahal.