JAKARTA, KOMPAS – Penganiayaan terhadap anak di dalam keluarga yang mengakibatkan kematian terus bertambah. Rendahnya pemahaman orangtua terhadap pentingnya pengasuhan anak menjadi penyebab utama.
Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, sepanjang 2011–2018, kasus pengaduan perlindungan anak dalam keluarga menjadi yang terbanyak kedua setelah kategori anak berhadapan dengan hukum. Pada Januari-Mei 2018, sedikitnya terjadi 324 kasus pengaduan perlindungan anak bidang keluarga dan pengasuhan alternatif. Sebelumnya, sebanyak 857 kasus terjadi pada 2016, sedangkan 714 kasus pada 2017.
Kekerasan terhadap anak di dalam keluarga salah satunya dilatarbelakangi pengasuhan anak secara tidak layak
Berkaitan dengan meninggalnya AAP (2), putri AMT (23) yang dianiaya oleh ayah tirinya, AS (27) di Kelurahan Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (22/8/2018) lalu, Kompas menghubungi Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra. "Kekerasan terhadap anak di dalam keluarga salah satunya dilatarbelakangi pengasuhan anak secara tidak layak. Kasus serupa telah terjadi di kota lain seperti di Tangerang, Banten, dan sebagian kota di Jawa Timur," katanya.
“Kekerasan terhadap anak yang melibatkan orang tua tiri ini rentetan dari kasus lain,” kata Jasra, Senin (27/8/2018).
Hal itu, dalam telaah KPAI, umumnya berpangkal pada ketidaktuntasan pembicaraan mengenai pengasuhan anak antara calon suami-istri yang baru. “Dalam pernikahan sebelumnya yang sudah memiliki anak, seringkali anak tersebut tidak diterima oleh orangtua tiri. Akibatnya muncul kecemburuan yang dapat menyebabkan kekerasan,” Jasra menjelaskan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, penganiayaan yang terjadi terhadap AAP disebabkan AS tidak suka dengan kehadiran AAP di rumahnya (Baca: AAP Tewas Seusai Dihajar Ayahnya [Kompas, 27/8/2018]). Akibatnya, AAP tidak mendapat pengasuhan yang layak, bahkan perlakuan tidak manusiawi.
Padahal, kata Jasra, UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan, pengasuhan adalah hak utama dalam tumbuh kembang anak. “Anak membutuhkan pengasuhan, dan orangtua harus mengasuh anak secara layak,” tegas Jasra.
Anak membutuhkan pengasuhan, dan orangtua harus mengasuh anak secara layak
Selain itu, kasus penganiayaan terhadap AAP, melibatkan pula masalah psikologi antara ibu kandung dan ayah tiri. Perbedaan karakter ayah kandung dan ayah tiri, menurut Jasra, akan berdampak terhadap psikologis anak. Hal ini juga menentukan bagaimana perlakuan ayah tiri kepada anak tersebut.
Benteng keluarga
Sementara itu, peran orangtua AMT (23), ibunda AAP, sesungguhnya tak kurang awas dalam menjaga keselamatan AAP dari tindak kekerasan yang dilakukan AS.
Dijumpai di rumah kontrakannya di RT 10 RW 03 Kelurahan Cilincing, Jakarta Utara, Gatot Basuki (56), kakek AAP dan ayah AMT, mengatakan, sebenarnya ia sudah memperingatkan AS agar tidak bersikap kasar lagi kepada AAP.
Sebelumnya, pada 2017, AS diketahui melakukan pemukulan kepada AAP. Semenjak itu, AMT justru lebih bersikap tertutup kepada Gatot perihal tindakan kekerasan lain yang dilakukan AS.
Gatot bercerita, setiap kali AMT datang berkunjung, AS tidak pernah hadir. “Kalau datang ke sini, anak saya (AMT) cuma berdua sama cucu saya (AAP). Bapaknya (AS) nggak tahu lagi pergi ke mana,” ungkap Gatot.
Gatot juga mengatakan, ia berharap AS mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Ia mempercayakan proses hukum yang berlangsung. Ia mengatakan telah berkonsultasi dengan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Metro Jakarta Utara, termasuk bila diperlukan rekonstruksi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Utara Ajun Komisaris Besar Febriansyah mengatakan, kasus tersebut hingga saat ini masih dalam proses pemeriksaan.
Secara psiko-sosial, kasus ini patut menjadi perhatian masyarakat umum. Psikolog klinis Mona Sugianto menegaskan, menjadi calon orangtua membutuhkan persiapan dan keterampilan yang memadai dalam mengasuh anak. Kegagalan menjadi orangtua akan menentukan kualitas generasi di masa mendatang, termasuk dalam hal pewarisan karakter. Ia mengkhawatirkan kemungkinan tindak kekerasan yang dialami AMT dan AAP akan menjadi “rantai setan” yang berlanjut.
Kegagalan menjadi orangtua akan menentukan kualitas generasi di masa mendatang, termasuk dalam hal pewarisan karakter.
“Orang luka melukai orang lain. Orang yang dilukai orang yang terluka, melukai orang lain lagi,” katanya prihatin. Ia berharap kejadian ini menjadi refleksi semua orangtua. (ROBERTUS RONY SETIAWAN)