Saat Presiden Duterte Menertawakan Tawaran Membeli Pesawat F-16
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
Hubungan Filipina dengan Amerika Serikat kini kurang menggembirakan. Presiden Filipina Rodrigo Duterte menolak tawaran dari tiga menteri Amerika Serikat untuk membeli jet tempur F-16 buatan negara itu. Duterte mengatakan, pembelian jet tempur F-16 ”sama sekali tidak berguna” karena Filipina lebih membutuhkan pesawat tempur yang ringan untuk memerangi kelompok militan.
Pada Kamis (23/8/2018) malam, Duterte menertawakan tawaran yang diajukan melalui surat Menteri Pertahanan AS James Mattis, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, dan Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross. Tawaran ini muncul justru setelah Duterte dikritik AS karena tindakan kerasnya dalam pemberantasan narkoba di Filipina. Dalam pemberantasan ini, ribuan orang yang diduga terlibat dalam perdagangan narkoba ditembak mati tanpa proses pengadilan.
Setelah menjabat sebagai Presiden Filipina pada pertengahan 2016, Duterte segera mengambil langkah untuk menghidupkan kembali hubungan yang sangat dingin dengan China. Dia juga sering mengambil sikap yang berseberangan terhadap kebijakan keamanan AS.
Dia juga sering mengambil sikap yang berseberangan terhadap kebijakan keamanan AS.
Duterte mengecam mantan Presiden AS Barack Obama yang mengemukakan keprihatinannya atas perlindungan hak asasi manusia di Filipina di bawah pemerintahan Duterte. Namun, Duterte kemudian berdamai sampai terpilihnya Presiden AS yang baru, Donald Trump.
Dalam pidatonya yang disiarkan televisi dalam upacara militer di kota Davao, Filipina selatan, Duterte membacakan surat tawaran pembelian F-16 yang disampaikan kepadanya oleh tiga pejabat Kabinet AS. Dalam surat itu, dinyatakan soal hubungan yang panjang antara Washington dan Manila, serta meyakinkan bahwa AS akan mendukung upaya Filipina untuk memodernisasi militernya.
”Kami berharap kita dapat bermitra dalam pengadaan peralatan pertahanan penting dengan keuntungan timbal balik, termasuk melalui pesawat tempur Lockheed Martin F-16 dan platform helikopter,” kata Duterte mengutip surat tiga menteri AS tersebut.
Tidak berguna
Namun, menurut Duterte, Filipina tidak memerlukan pesawat tempur F-16 buatan AS, apalagi sebelumnya Washington telah mempermalukan Filipina. ”Benar-benar tidak berguna membelinya. Kami perlu helikopter dan pesawat tempur yang lebih kecil untuk melawan pemberontakan,” kata Duterte.
Dalam pidatonya itu, Duterte juga menyampaikan kekesalannya kepada AS, termasuk tidak ada pengiriman sekitar 23.000 senapan yang diperlukan polisi Filipina yang bisa dibeli dari pemasok AS. Pembelian senjata telah digagalkan setelah beberapa legislator AS menyampaikan kekhawatiran mereka atas tindakan keras yang dilakukan polisi Filipina terhadap tersangka pengedar atau pengguna narkoba.
Pembelian senjata telah digagalkan setelah beberapa legislator AS menyampaikan kekhawatiran mereka atas tindakan keras yang dilakukan polisi Filipina terhadap tersangka pengedar atau pengguna narkoba.
Duterte juga mengulang kembali permintaannya agar tiga lonceng gereja di Filipina yang diambil pasukan AS sebagai rampasan perang dari Filipina lebih dari satu abad yang lalu segera dikembalikan. Kedua negara tersebut sebenarnya telah membahas upaya pengembalian lonceng Balangiga. Nama lonceng itu sesuai dengan nama desa di Filipina tempat lonceng itu telah diambil pada awal 1900-an.
”Jika mereka tidak mengembalikan lonceng Balangiga, tak ada yang perlu dibicarakan,” kata Duterte.
Meskipun ada pertentangan Duterte terhadap Washington, seorang pejabat keamanan Filipina mengatakan bahwa Pemerintah Filipina sedang mempertimbangkan membeli helikopter tempur dari AS, di antara tawaran dari negara-negara lain. Duterte telah memerintahkan untuk membatalkan kesepakatan bernilai jutaan dollar AS untuk membeli 16 helikopter dari Kanada.
Duterte memang dikenal sering membuat keputusan yang mendadak dan meledak-ledak di hadapan publik. Duterte memerintahkan pembatalan kesepakatan pembelian helikopter Bell 412EPI dari Kanada setelah Pemerintah Kanada memutuskan meninjau kontrak pembelian senilai 12 miliar peso (235 juta dollar AS/Rp 3,4 triliun) karena khawatir militer Filipina mungkin menggunakan helikopter tersebut untuk melakukan serangan kontra-pemberontak, bukan untuk mengangkut pasukan dan pasokan. (AP)