JAKARTA, KOMPAS — Tawuran antarwarga terjadi lagi di kawasan Pasar Rumput, Jakarta Selatan. Dalam sepekan, terjadi dua kali tawuran yang melibatkan warga Kelurahan Menteng Tenggulun, Menteng, Jakarta Pusat, dan Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta Selatan. Akibatnya, halte transjakarta rusak dan arus lalu lintas terganggu saat bentrokan terjadi pada Senin (20/8/2018) dan Kamis (23/8/2018).
Peristiwa itu mengulangi hal serupa yang terjadi puluhan tahun lalu. Lantaran sudah sering terjadi, sebagian warga bahkan menganggap peristiwa itu sebagai hal ”biasa”. Perlu keseriusan untuk menyelesaikan persoalan agar peristiwa ini tidak dimanfaatkan untuk kepentingan lain.
Jumat (24/8/2018) sore, warga dan unsur pemerintah mengupayakan solusi di Kantor Camat Menteng, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan itu, hadir perwakilan warga, unsur kepolisian, Tentara Nasional Indonesia, satuan polisi pamong praja, dan unsur-unsur lain.
Premi Lasari, Pelaksana Harian Wali Kota Jakarta Selatan, mengusulkan pemasangan kamera pemantau di sekitar perbatasan Menteng Tenggulun dan Pasar Manggis.
”Dari kamera pengintai nanti, kami bisa melihat juga siapa yang mulai. Agar kemudian tidak ada yang saling tuduh. Jika benar orang luar, juga kita bisa tindak,” ujar Premi.
Pemasangan kamera pemantau itu akan dilakukan dalam waktu satu pekan ke depan di wilayah perbatasan dan kedua wilayah warga. Kamera tersebut nantinya terhubung dengan kepolisian dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dengan demikian, apabila ada tawuran, petugas dapat langsung mengambil tindakan.
Semua pihak yang hadir di pertemuan itu sepakat untuk mengawasi anak-anak mereka agar tidak ikut tawuran. Kesepakatan berikutnya adalah melaporkan kepada petugas terdekat apabila ada transaksi narkoba di lingkungan mereka.
Ari Wibowo, salah satu warga Menteng Jaya, meyakini pemicu tawuran berasal dari pihak luar. Sebab, warga di kedua wilayah ini memiliki hubungan semakin baik. Dari waktu terjadinya tawuran, hal itu juga menyisakan tanda tanya.
”Biasanya tawuran itu subuh, tidak ada sejarahnya tawuran malam. Saya yakin ini sengaja dibuat,” kata Ari.
Kerugian akibat tawuran
Akibat kejadian tersebut, Halte Transjakarta Pasar Rumput mengalami kerusakan pada kaca halte dan monitor yang menampilkan informasi terkait kedatangan bus. Tak hanya itu, perjalanan bus pada Koridor 4 untuk jalur Pasar Rumput juga terganggu.
Kepala Humas PT Transjakarta Wibowo mengatakan, ada pengalihan rute saat tawuran berlangsung. ”Koridor 4 langsung dialihkan ke Dukuh Atas langsung ke lampu merah Guntur, kemudian belok kiri ke Jalan Surabaya, Jalan Diponegoro, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Salemba, kemudian Mataram,” papar Wibowo saat dihubungi Kompas secara terpisah.
Berdasarkan pantauan Kompas pada Jumat pagi di sekitar Jembatan Menteng Tenggulun, pelintasan kereta Menteng Tenggulun, Halte Pasar Rumput, serta jembatan penyeberangan orang Pasar Rumput dan sekitarnya, masih terdapat beberapa pecahan botol kaca yang ditemukan di beberapa tempat.
Tak hanya itu, hingga sekitar pukul 10 pagi, efek gas air mata masih sangat terasa. Belum sampai 30 detik Kompas memasuki halte, efek gas air mata sudah terasa. Hal serupa dialami beberapa penumpang yang menunggu di Halte Transjakarta Pasar Rumput.
Beberapa orang terlihat menutup hidung dan sesekali mengusap mata mereka menggunakan sapu tangan atau tisu. Mereka merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut.
Salah satu penumpang, Rida Afriyanti (20), mengatakan, ”Mata saya pedih saat masuk halte. Saya harus menutup hidung supaya gas air matanya tidak terhirup.”
Salah seorang penumpang yang pada saat tawuran ada di lokasi kejadian, Totok (31), mengatakan sudah biasa dengan keadaan tersebut. ”Sudah dari beberapa tahun belakangan saya selalu terjebak pada saat ada tawuran. Hampir tidak ada rasa takut lagi. Kalau dulu sempat khawatir terkena lemparan, sekarang sudah biasa saja,” ujar Totok. (KRISTI DWI UTAMI)