JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah tengah merinci barang konsumsi yang dapat dinaikan tarif impornya. Kebijakan ini diharapkan dapat mengendalikan inflasi dan menekan defisit neraca perdagangan karena penggunaan produk dalam negeri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pihaknya tengah mengkaji 900 komoditas yang sudah diproduksi di Indonesia dalam jumlah dan harga yang tetap. Dia memastikan, pengkajian hanya dilakukan terhadap barang-barang konsumsi.
“Kami akan lakukan langkah yang sangat tegas untuk mengendalikan impor barang-barang konsumsi yang sudah diproduksi oleh industri dalam negeri, terutama oleh UMKM,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (24/8/2018).
Pihaknya bersama dengan Kementerian Perindustrian akan melihat kapasitas industri dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan bila pembatasan impor dilakukan. Dengan cara itu, daya saing industri di Tanah Air terjaga.
Untuk mengerem laju impor barang konsumsi, Kementerian Keuangan telah menetapkan Tarif Pajak Penghasilan (Pph) Impor sebesar 2,5 persen hingga 10 persen. Sebelum menaikan tarif impor, pemerintah perlu memastikan potensi industri dalam negeri.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan menerbitkan daftar komoditas yang mengalami kenaikan PPh impor paling lambat September 2018. “Kami butuh waktu satu sampai dua minggu. Kami harap September sudah dijalankan,” kata dia
Berdasarkan data neraca perdagangan, impor Indonesia pada Januari-Juli 2018 sebesar 107,324 miliar dollar AS. Sebagian besar atau 75,02 persen di antaranya berupa bahan baku dan penolong, sebesar 15,75 persen berupa barang modal, dan 9,23 persen berupa barang konsumsi. Adapun defisit neraca perdagangan Januari-Juli 2018 sebesar 6,65 miliar dollar AS.
Mengutip data Kementerian Perdagangan, barang konsumsi yang berkontribusi besar terhadap impor, antara lain syal, penyejuk ruangan, mainan anak atau komponennya, pakaian dalam wanita, dan alas kaki olahraga dengan sol karet atau plastik.
Perlu hati-hati
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menambahkan pemerintah juga menyandingkan data komoditas tersebut dengan data impor dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Sekarang kalau daftar barang impor, meskipun dilakukan borongan, tetap akan diperhatikan secara detail satu per satu jenis barang,” ujarnya
Meski tidak merinci 900 komoditas tersebut, dia menjamin pembatasan ini tidak akan memengaruhi kinerja industri. Pasalnya semua jenis komoditas yang tengah dalam proses pengkajian pembatasan impor merupakan barang konsumsi.
“Saat ini ada 900 barang konsumsi yang terkena PPh impor. Sudah ada yang kena 2,5 ada yang 7,5 ada yang 10 persen. Akan kita kaji komoditas mana yang diproduksi dalam negeri, mana yang punya efek domino bagi perekonomian nasional,” ujarnya
Pembatasan ini, lanjut Suhaisil, merupakan sinyal bagi masyarakat agar mau menggunakan produk dalam negeri. Harapannya, inflasi bisa terkendali serta defisit neraca perdagangan bisa ditekan, sehingga berdampak pada terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dan tidak gegabah dalam melakukan kenaikan tarif PPh Impor.
Pemerintah harus memastikan adanya produk substitusi untuk barang konsumsi impor untuk meredam potensi terjadinya inflasi di dalam negeri, akibat dibatasinya produk yang selama ini dipasok dari impor.
“Pemerintah harus pastikan tersedianya produk substitusi dari komoditas yang dibatasi impornya. Jangan sampai malah menjadi bumerang,” katanya.
Upaya mengekang impor, lanjutnya, memang dapat menekan pelebaran defisit neraca perdagangan. Namun terdapat konsekuensi perlambatan ekonomi yang berpotensi terjadi akibat pengurangan impor barang konsumsi.