JAKARTA, KOMPAS – Masyarakat urban atau masyarakat yang tinggal di wilayah perkotaan rentan mengidap diabetes. Hal ini disebabkan karena gaya hidup masyarakat urban yang cenderung mengonsumsi makanan berlebih tanpa diimbangi aktivitias fisik yang cukup.
Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) Ketut Suastika menyampaikan, masyarakat urban lebih malas bergerak dan cenderung lebih banyak makan daripada masyarakat di daerah pinggiran. Kebiasaan ini menyebabkan seseorang lebih mudah mengalami obesitas.
Masyarakat urban lebih malas bergerak dan cenderung lebih banyak makan daripada masyarakat di daerah pinggiran. Kebiasaan ini menyebabkan seseorang lebih mudah mengalami obesitas.
“Makin gemuk seseorang, fungsi insulin yang dihasilkan untuk mengatur gula darah semakin menurun. Akibatnya, kandungan gula yang masuk ke tubuh tidak bisa dibawa ke dalam sel dan malah mengendap di darah saja. Kondisi ini disebut insulin resisten, yang kemudian memicu seseorang mengalami diabetes,” ujarnya seusai mengikuti acara penandatangan kerjasama program Cities Changing Diabetes (CCD) di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (24/8/2018).
Sebagai langkah awal, program ini akan dimulai dengan mendata faktor penyebab diabetes yang dialami masyarakat di suatu wilayah. Kemudian, bersama para ahli akan dibahas solusi yang tepat untuk mengatasi masalah diabetes. Solusi yang ditemukan nantinya akan diterapkan sebagai upaya untuk menekan pertumbuhan angka penderita diabetes.
Vice President dan General Manager Novo Nordisk Indonesia Morten Vaupel menyampaikan, diabetes merupakan penyakit yang berkaitan erat dengan gaya hidup seseorang. Adapun gaya hidup modern yang menyebabkan diabetes, seperti pola makan dengan kandungan karbohidrat berlebih, kurang gerak, konsumsi gula dan lemak yang berlebih, kegemukan, serta merokok.
Gaya hidup modern yang menyebabkan diabetes, seperti pola makan dengan kandungan karbohidrat berlebih, kurang gerak, konsumsi gula dan lemak yang berlebih, kegemukan, serta merokok.
Untuk kondisi masyarakat perkotaan, aktivitas fisik yang minim bisa disebabkan karena banyaknya akses terhadap fasilitas transportasi. Kecenderungannya, seseorang menjadi jarang berjalan kaki atau pun beraktivitas fisik lainnya. ”Inilah yang menjadi dasar mengapa perlu peran dan tindakan nyata untuk menekan peningkatan angka penderita diabetes di perkotaan,” katanya.
Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi jumlah penderita diabetes usia di bawah 44 tahun sebesar 1,5 persen dari total penduduk Indonesia. Jumlah tersebut meningkat 5 persen dari hasil Riskesdas 2010. Sementara, prevalensi diabetes melitus di DKI Jakarta berada di atas prevalensi nasional, yakni sebesar 2,5 persen. Jumlah ini terbesar kedua secara nasional.
Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menilai, upaya yang saat ini harus diutamakan untuk menekan angka penderita diabetes adalah melalui upaya preventif dan promotif. Edukasi kepada masyarakat untuk menjalankan gaya hidup yang lebih sehat harus terus ditingkatkan. Diharapkan, melalui fasilitas umum yang lebih baik, seperti pengadaan trotoar yang nyaman dan fasilitas trasportasi yang semakin banyak, masyarakat tidak lagi menggunakan kendaraan pribadi sehingga menjadi lebih banyak bergerak.
“Saat ini yang perlu dilakukan adalah melakukan pemetaan terkait fakta diabetes di Jakarta. Jadi dicari apa yang menyebabkan masyarakat Jakarta mengalami diabetes,” ucapnya.