Kisah Kampung Angkat Besi, Sejahterakan Keluarga Banggakan Bangsa
Oleh
Tatang Mulyana Sinaga
·4 menit baca
Prestasi Sri Wahyuni (24), peraih medali perak Asian Games 2014 dan 2018 serta Olimpiade 2016, menginspirasi anak-anak di tanah kelahirannya di pinggiran Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kisah sukses itu memberanikan mereka meniti mimpi membanggakan bangsa sekaligus memetik sejahtera dari kerja keras menjadi atlet.
Jumat (10/8/2018), belasan lifter bersemangat berlatih di Pusat Latihan Persatuan Angkat Besi dan Berat Seluruh Indonesia (PABBSI) Kabupaten Bandung. Gedung berukuran 34 x 6 meter dengan cat biru putih itu merupakan tempat Yuni – panggilan Sri Wahyuni – pertama kali berlatih angkat besi.
Mayoritas lifter di sana berusia di bawah 20 tahun. Bahkan, tak sedikit di antara mereka masih duduk di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama.
Bagi lifter-lifter cilik, ukiran prestasi Yuni membuat mimpi mereka terlihat dekat. Apalagi, di saat libur latihan pelatnas, Yuni menyempatkan pulang kampung dan berlatih di Pusat Latihan PABBSI Kabupaten Bandung.
“Teteh Yuni luar biasa. Saya berharap bisa seperti dia. Jadi, harus giat berlatih untuk mengikuti jejaknya membanggakan Indonesia dan menyejahterakan keluarga,” ujar Aulia Annisa (11), salah satu lifter cilik di tempat latihan itu.
Kesejahteraan Yuni dari buah prestasinya sebagai atlet tidak sulit dilihat. Gambaran kecilnya tercermin dari rumahnya di Gang Masjid, Desa Banjaran Wetan, Kecamatan Banjaran.
Semula, rumah orangtuanya hanya satu lantai seluas 56 meter persegi. Sejak setahun lalu, rumah tersebut direnovasi menjadi tiga lantai dan dua kali lebih luas dari sebelumnya.
Cerita bonus prestasi Yuni memang menggiurkan. Namun, Annisa menyadari, kesuksesan itu tidak diraih dengan bermimpi dalam semalam.
Butuh kerja keras dengan berlatih bertahun-tahun. Yang tak kalah penting, konsistensi memotivasi diri sendiri agar tidak menyerah dalam latihan berat.
Annisa dan lifter lainnya berlatih setiap hari, kecuali Kamis dan Minggu. Mereka berlatih 3-4 jam sehari. Di luar latihan, sebagian lifter harus membagi waktu untuk bersekolah.
Beberapa lifter, termasuk Annisa, tinggal di mes yang berjarak sekitar 20 meter dari tempat latihan. “Setelah pulang sekolah, makan dan istirahat sebentar di mes. Sore, lanjut latihan dari pukul 15.00 sampai 18.00,” ucapnya.
Pada latihan sore itu, angkatan terbaik Annisa 41 kilogram untuk snatch dan 48 kg untuk clean and jerk. Angkatan itu cukup baik mengingat berat siswa kelas VI SD itu hanya 36 kg.
Angkatan itu juga meningkat dibandingkan hasil latihannya minggu lalu, yaitu 35 kg untuk snatch dan 45 kg untuk clean and jerk. Namun, peningkatan itu tak membuat Annisa cepat puas.
“Target bulan depan snatch di atas 47 kg dan clean and jerk di atas 55 kg. Harus punya target agar terus termotivasi untuk lebih baik,” ujarnya.
Walaupun baru berusia 11 tahun, Annisa telah menorehkan sejumlah prestasi. Beberapa di antaranya medali emas Kejurnas Angkat Besi Satria Remaja II di Yogyakarta pada November 2017 dan medali perunggu Kejurnas Angkat Besi Satria Remaja 1 di Jakarta pada April 2017.
“Pastinya bersyukur dengan prestasi itu. Namun, jalan untuk bisa seperti Teteh Yuni masih panjang. Jadi, saya terus fokus latihan dan enggak mau cepat puas,” ujarnya.
Salma Zahra Azizah (12), lifter cilik lainnya, juga menjadikan Yuni sebagai inspirator untuk berlatih angkat besi. Dia merupakan salah satu lifter yang terjaring dari seleksi terbuka PABBSI Kabupaten Bandung pada awal 2018.
“Saya menonton televisi saat Teteh Yuni meraih medali perak di Olimipade 2016. Sejak itu saya bilang ke orangtua ingin serius berlatih dan jadi atlet,” ujarnya.
Salma baru berlatih sekitar empat bulan di Pusat Latihan PABBSI Kabupaten Bandung. Sebelumnya, dia berlatih di pusat kebugaran didampingi orangtuanya.
Siswa kelas I SMP itu juga belum berpengalaman mengikuti kejuaraan tingkat nasional. Namun, pengalaman minim tak membuatnya merasa lemah.
“Teteh Yuni juga dulu memulainya di tempat ini dari nol. Jadi, dengan rajin dan disiplin berlatih, semua orang di sini punya kesempatan berprestasi,” ujarnya.
Perbaiki Ekonomi
Prestasi Yuni turut menginspirasi adiknya, Rangga Arya Suhendra (12). Sore itu, Rangga juga berlatih bersama Annisa dan Salma.
Candiana (46), ayah Yuni dan Rangga, mengakui prestasi Yuni banyak membantu perekonomian keluarga lewat gelontoran sejumlah bonus. Untuk itu, dia pun berharap Rangga dapat mengikuti jejak kakaknya.
“Selain merenovasi rumah, Yuni juga membantu biaya sekolah dua adiknya. Rangga baru sekitar setahun berlatih. Kami berharap dia tidak memikirkan mendapat bonus dahulu, namun fokus berlatih,” ucapnya.
Candiana bercerita, awalnya Yuni menggeluti olahraga lari. Namun, dia justru tertarik mengikuti adiknya, Desi Nuryanti (22), yang saat itu berlatih angkat besi.
“Yuni berlatih angkat besi sejak kelas V SD. Ketika itu dia dan beberapa teman seusianya sering naik angkutan umum ke Pusat Latihan PABBSI Kabupaten Bandung. Namun, ketika teman-temannya berhenti, Yuni tetap semangat berlatih hingga dipanggil pelatnas,” ujarnya.
Ketua Umum PABBSI Jabar, yang juga pelatih Yuni di masa kecil, Maman Suryaman, mengakui, prestasi Yuni telah meningkatkan animo masyarakat terhadap angkat besi. Hal itu terlihat saat pihaknya menggelar seleksi terbuka untuk mencari lifter bertalenta di Kabupaten Bandung pada awal 2018. Menurut dia, banyak peserta seleksi berasal dari keluarga kelas ekonomi menengah ke bawah.
Maman menuturkan, pihaknya hanya menargetkan 100 peserta seleksi. Namun, pendaftar lebih dari 300 orang. Banyak orangtua menginginkan anaknya seperti Yuni. Peningkatan kesejahteraan menjadi salah satu motivasinya.
“Lewat jalan sebagai atlet, lifter-lifter cilik ini bermimpi mengharumkan nama bangsa dan menyejahterakan keluarga. Jika Yuni bisa, mereka juga bisa. Tentu dengan kerja keras dan tak gampang menyerah,” ujarnya.