Pemerintah Ringankan Kewajiban Pajak Korban Gempa Lombok
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·2 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Pemerintah memberikan keringanan pembayaran pajak kepada para wajib pajak terdampak bencana gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Keringanan ini diberikan agar korban bisa fokus pada pemulihan kondisi pascabencana.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan, keringanan pencabutan sanksi keterlambatan pembayaran serta perpanjangan waktu pelaporan akan diberikan bagi wajib pajak yang berdomisili atau memiliki kegiatan usaha di Lombok.
”Ini tujuannya untuk meringankan beban dan dampak sosial dari wajib pajak di daerah bencana alam, baik yang orang pribadi maupun yang memiliki usaha di sana,” ujarnya di Tangerang, Kamis (23/8/2018).
Aturan berisi keringanan perpajakan untuk korban gempa Lombok ini, lanjut Robert, akan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Keringanan ini berlaku selama masa tanggap darurat ditetapkan oleh Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi, yaitu sejak 29 Juli 2018. Kondisi tanggap darurat tersebut diperkirakan berakhir pada 25 Agustus 2018.
Robert menambahkan, keringanan ini berlaku untuk keterlambatan pembayaran dan pelaporan pajak hingga tiga bulan ke depan. Adapun pembayaran pajak yang sudah jatuh tempo dapat diperpanjang hingga satu bulan.
Pihaknya berharap peraturan tersebut dapat meringankan beban wajib pajak di daerah Lombok yang saat ini perlu fokus untuk memulihkan kondisi psikis dan mental. ”Semoga ini bisa menolong wajib pajak di sana yang tidak sempat membayar dan melapor,” katanya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama menjelaskan, korban bencana gempa Lombok yang belum membayar dan melakukan pelaporan pajak bisa menerima manfaat keringanan selama periode tanggap darurat.
”Para wajib pajak di sana yang belum sempat membayar dan melapor, sanksinya akan dihapuskan oleh Direktorat Jenderal Pajak secara otomatis,” kata Hestu.