JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah Indonesia belum menentukan sikap terkait kelangsungan layanan seluler berteknologi akses 2G. Faktor pemerataan infrastruktur dan ketersediaan telepon seluler pintar dengan harga terjangkau menjadi pertimbangan.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Ririek Adriansyah yang dihubungi di Jakarta, Rabu (22/8/2018) menyatakan, di sejumlah negara, pemerintahnya menyerahkan keputusan menonaktifkan layanan seluler berteknologi 2G kepada masing-masing operator telekomunikasi.
Pengalaman negara lain itu bisa sebagai bahan pertimbangan bagi Indonesia. Selain itu, realitas dimana masih cukup banyak penduduk Indonesia belum menggunakan ponsel pintar juga patut menjadi pertimbangan. "Hal terpenting adalah penggunan spektrum frekuensi harus tetap efisien dan pelayanan kepada masyarakat tetap terjaga," ujar dia.
Sementara itu Direktur Teknologi PT XL Axiata Tbk (XL), Yessie D Yosetya menambahkan, sudah ada sekitar 100-an kabupaten yang penduduknya aktif mengonsumsi data internet XL. Berangkat dari situasi itu, perusahaan tak lagi memperpanjang pendistribusian layanan seluler berteknologi 2G. Layanan seluler terkait data, terutama 4G LTE, langsung segera ditingkatkan.
Hingga semester I-2018, sebanyak 40,8 juta pelanggan XL telah menggunakan ponsel pintar atau meningkat 21 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016. Penambahan ini mendorong dominasi lalu lintas data internet terhadap total lalu lintas layanan seluler di jaringan XL. Mayoritas lalu lintas data internet berasal dari konsumsi 4G LTE.
Total pemancar XL mencapai lebih dari 111.000 unit. Dari jumlah ini, sebanyak 25.000 unit di antaranya memakai teknologi 4G LTE dan 49.000 unit berteknologi 3G. Infrastruktur jaringan berteknologi 4G LTE tersebut diklaim telah menjangkau 380 kabupaten/kota.
"Apabila lalu lintas konsumsi data internet di suatu kabupaten semakin naik, kami segera mengalihkan pemakaian spektrum frekuensi yang tadinya dipakai 2G ke 3G atau langsung menuju 4G LTE," tutur dia.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengungkapkan, Indonesia belum bisa sepenuhnya mengonsumsi data internet. Saat ini, secara industri, rata-rata konsumsi data internet baru mencapai 70 persen. Sisanya yakni 30 persen pemakaian layanan seluler masih menggunakan teknologi 2G.
Pemerintah pun masih menghitung ongkos serta efektivitas pemakaian layanan seluler berteknologi 2G. Tujuannya adalah mengetahui tingkat nilai ekonomi. "Tinggal tunggu waktu saja. Kami akan membicarakan urusan menonaktifkan 2G bersama pelaku industri," tutur Rudiantara.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ismail, menjelaskan, spektrum frekuensi yang dipakai melayani 2G, seperti 1.800 megahertz (MHz), sudah mendapat perlakuan netralisasi. Ini artinya spektrum frekuensi bisa dipakai mendistribusikan layanan untuk teknologi akses seluler dengan tingkat lebih tinggi.
Dia mengakui, di sejumlah daerah, masih cukup banyak warga mengonsumsi layanan 2G. Selain persoalan pemerataan infrastruktur jaringan, mereka pun terkendala mengakses ponsel pintar dengan harga terjangkau.