Widodo (50) duduk terdiam di kursi panjang di teras Padepokan Wayang Topeng Asmorobangun di Dusun Kedungmonggo, Desa Karangpandan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (20/8/2018) siang. Sejengkal di hadapannya, Tri Handoyo (40) sibuk mengikis balok kecil kayu sengon menggunakan patuk sangkal (alat menyerupai cangkul kecil).
Perlahan namun pasti, balok berukuran 15 centimeter x 10 centimeter itu berubah menjadi topeng setengah jadi. Wajah topeng tokoh Bapang -salah satu dari 76 tokoh dalam cerita Panji- itu kian sempurna setelah tangan cekatan Handoyo menghaluskannya dengan pisau pangot.
Siang itu, Widodo mendatangi rumah Tri di Kedungmongo, yang berjarak lebih dari 20 kilometer dari rumahnya. Mengendarai sepeda motor tua, lelaki paruh baya itu hendak mengambil pesanan topeng untuk keperluan karnaval dalam rangka Hari Kemerdekaan RI ke-73 pada 25 Agustus 2018.
“Kami pesan topeng sejak 5 Agustus lalu,” ujarnya. Widodo memesan topeng tokoh Bapang dan Sabrang sebanyak 50 buah. Topeng-topeng itu pesanan warga RT 4 RW 1 Desa Sumberjo. Mereka ingin tampil beda dengan warga wilayah lain dalam merayakan karnaval yang dilangsungkan tiap dua tahun sekali itu.
Handoyo selaku pemilik Padeponan Asmorobangun mengatakan selain pesanan topeng, pihaknya juga kebanjiran pesanan sewa kostum lengkap dengan topengnya. Pada perayaan hari kemerdekaan kali ini pesanan kostum lengkap dengan topeng datang dari Ampelgading, Kabupaten Malang, sebanyak 120 pasang dan 50 pasang lainnya dari Kabupaten Sidoarjo.
“Di luar Agustusan, pesanan topeng mengalir dari institusi swasta, lembaga pendidikan, hingga wisatawan. Untuk wisatawan asing, selain langsung membeli ke sini, ada juga juga memesan dari jauh. Pekan lalu ada 15 wisatawan asal Thailand yang datang. Tanggal 22 Agustus besok juga ada 30 wisatawan asal Jepang yang mau datang ke sini,” ujarnya.
Handoyo yang merupakan cucu maestro seni wayang topeng malang Mbah Karimun, mengatakan, dalam sehari pihaknya bisa membuat hingga 20 buah topeng Panji dan tokoh lainnya. Dibantu enam karyawan yang masih punya hubungan saudara, dalam setahun ia bisa memproduksi hingga 10.000 buah topeng dengan berbagai ukuran.
Bahan topeng yang dijual bebas dan untuk cenderamata biasanya berasal dari kayu sengon. Satu topeng dihargai Rp 150.000-Rp 200.000, sedangkan untuk topeng yang disakralkan dan dipakai menari, dibuat dari kayu khusus, seperti beringin, nangka, pule, dan mentaos. “Untuk topeng yang disakralkan, sejauh ini saya membuat untuk padepokan sendiri,” ujarnya.
Banyaknya pesanan topeng merupakan kabar gembira bagi pelestarian wayang topeng malangan. Menurut Handoyo minat masyarakat untuk memelajari atau melihat tari topeng malangan cukup besar. Senin pagi, misalnya, datang rombongan siswa Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) ke Padepokan setempat. Mereka datang untuk belajar tentang seni wayang topeng malang.
“Di luar wisatawan dan pelahar, ada juga anak-anak yang belajar tari secara rutin. Saat ini ada sekitar 150 anak yang belajar dengan usia bervariasi, mulai dari belum sekolah sampai kuliah,” katanya.
Di luar itu semua, Handoyo dan komunitasnya juga kerap tampil pada acara-acara yang digelar oleh instansi pemerintah dan swasta di Malang Raya. Penampilan terbaru yang melibatkan tari topeng malangan adalah peresmian Monumen Panser Anoa oleh PT Pindad (Persero) di Taman Trunojoyo, Kota Malang, akhir pekan lalu.
Handoyo juga pernah terlibat dalam kegiatan massal berupa tari Bapang kolosal di Pantai Ungapan, Kabupaten Malang dengan jumlah penari 5.000 orang. Kegiatan itupun memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (Muri).