GOR Bulungan, Pengubah yang Berubah
Gelanggang Remaja Bulungan lahir untuk mengubah kesan seram di Jakarta Selatan, tahun 1970-an. Lebih 40 tahun berselang, GOR Bulungan berubah dari tempat latihan menjadi arena pertandingan skala internasional demi Asian Games 2018.
Sekitar tahun 1969, kawasan Jakarta Selatan mencekam karena keberadaan gangster anak-anak muda. Gangster remaja kala itu kerap menunjukkan eksistensinya dengan cara tawuran. Beberapa nama gangster yang tersohor seperti Radal (Radio Dalam), Sartana (Sarinah Tanah Abang), Legos, dan Berlan.
“Anggota gangster ini ciri-cirinya memakai celana cutbray, ada yang pecandu heroin, dan suka tawuran. Pokoknya ngeri deh,” kenang Toto Prawoto (63), seniman yang sudah puluhan tahun aktif di Gelanggang Remaja Jakarta Selatan (Bulungan), Jumat (17/8/2018).
Pada tahun yang sama, di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan ini juga terdapat tiga sekolah yang kerap bentrok. Rik A Sakri (59), mengatakan, tiga SMA yang lokasinya berdekatan itu adalah SMA Negeri 9 Jakarta, SMAN 11 Jakarta, dan SMAN 6 Jakarta.
Masing-masing sekolah memiliki ciri khas yang membedakan satu sama lain. Menurut Rik, SMAN 6 terkenal dengan sebutan SMA artis, SMAN 11 tempat orang-orang pintar, dan SMAN 9 jagoan tawuran. Karena sering terlibat tawuran ini, pada tahun 1981, SMAN 9 dan SMAN 11 Jakarta digabung menjadi SMA Negeri 70 Jakarta.
“Tahun itu, tawurannya juga sudah ngeri. Ada yang bawa senapan, ada yang bawa pacul, mirip mafiosolah,” kenang Rik.
Kondisi ini ternyata membuat Gubernur DKI Jakarta kala itu, Ali Sadikin, gelisah. Ali melihat anak-anak muda dengan energi besar tak dapat menyalurkan ke kegiatan positif. Energi yang meluap-luap itu justru tersalurkan dalam kegiatan negatif dan merusak. Itulah salah satu alasan Ali Sadikin membangun Youth Center, gelanggang remaja pertama di Jakarta Selatan.
Warga Jakarta lebih mengenal bangunan gelanggang remaja itu dengan sebutan GOR Bulungan. GOR berdiri di atas tanah seluas 5.110 meter persegi dengan luas bangunan 2.160 meter persegi. Di dalam kompleks gelanggang remaja itu terdapat berbagai sarana di antaranya gedung olahraga, kolam renang, dan kegiatan umum. Untuk gedung olahraganya, juga memiliki tiga lapangan yaitu bulutangkis, basket, futsal, dan voli.
Pembangunan gelanggang remaja dimulai pada 25 Juni 1969. Kemudian, pada 16 April 1970, gedung ini diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin. Ali kemudian membangun gelanggang remaja tingkat kota administrasi lain di Jakarta yaitu di Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Pusat.
“Bisa dibilang pioneer atau percontohannya itu ya di Jakarta Selatan ini,” kata Toto menerangkan.
Lokasi strategis
Gelanggang remaja Bulungan pun dibangun di kawasan strategis. Lokasinya hanya berjarak sekitar 950 meter dari Terminal Blok M. Menurut Pelaksana Pelayanan Kolam Renang Bulungan Suratman, sebelum dibangun, kawasan itu merupakan tanah aset dari Sekretariat Negara (Setneg).
Pusat-pusat perbelanjaan seperti Blok M Plaza dan Pasaraya belum ada saat itu. Perkantoran yang sudah di sekitar itu hanya Kejaksaan Agung, Mabes Polri, dan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri). Ada juga rumah dinas pegawai Pertamina di sekitar gelanggang remaja.
“Karena di sekitar sini adalah kompleks perkantoran dan permukiman elite, pengunjung kolam renang justru orang-orang Ciledug, Tanah Abang,” ujar Suratman yang sudah 30 tahun bekerja di GRJS.
Setelah Gelanggang Remaja Jakarta Selatan resmi beroperasi di tahun 1970, ternyata banyak anak-anak muda tertarik beraktivitas di sana.
Menurut Toto, justru awalnya gelanggang diramaikan oleh anak-anak perantau dari daerah. Toto yang saat itu baru saja merantau dari Banjarnegara, Jawa Tengah misalnya, mencari tempat untuk berkumpul sesama seniman. Sejak muda, Toto memiliki minat yang besar di bidang tulis menulis, dan teater. Ia pun menemukan teman-teman satu frekuensi di gelanggang remaja Bulungan. Puluhan tahun, mereka menempa diri di tempat tersebut.
Meskipun dijadikan markas seniman daerah yang merantau ke ibu kota, remaja Jakarta juga tak mau kalah. Mereka, terutama yang berasal dari kelas sosial menengah ke atas, juga kerap berolahraga di gelanggang itu. Tahun 1970-an, olahraga yang digandrungi seperti kempo, karate, taekwondo, dan pencak silat.
“Uniknya, anak-anak yang berlatih seni dan olahraga ini kompak. Pada saat latihan vokal teater dan karate misalnya, kami bersahut-sahutan dengan suara yang sangat lantang. Seolah ledek-ledekan, ha..ha..ha,” ujar Toto.
Dari minat yang berbeda itu, justru anak-anak seni dan olahraga era 70-an berinteraksi. Mereka kerap bertegur sapa dan mengobrol tentang hobi masing-masing. Gejolak energi muda pun mulai terwadahi dalam bentuk kreativitas positif.
Kunjungan Ratu Elizabeth II
Bahkan, saat Ratu Elizabeth II berkunjung ke Indonesia tahun 1974, Gubernur Ali Sadikin membawanya ke Gelanggang Remaja Jakarta Selatan. Pewaris takhta kerajaan Inggris itu melihat berbagai pertunjukan seni yang ditampilkan anak-anak muda Jakarta. Ada berbagai tari, gerak indah teater, dan sanggar lukisan Garajas (Gelanggang Remaja Jakarta Selatan).
“Saya saat itu bersama teman-teman melakukan gerak indah (teater). Saat itu, Ratu Elizabeth sempat terpesona saat melihat kami tampil,” kata Toto.
Kolam renang Bulungan
Perenang spesialis gaya dada Muhammad Akbar Nasution juga memiliki kenangan tersendiri di kolam renang Bulungan. Selepas pindah dari Jambi di tahun 1995, anak bungsu pelatih renang almarhum Radja Nasution itu kerap berlatih di kolam renang Bulungan. Sebelum terpilih menjadi atlet renang nasional, Akbar digembleng oleh ayahnya di kolam renang ini.
“Dulu, seingat saya di tahun 1996, kolam ini masih sedikit dilupakan. Airnya keruh, jarak pandangnya terbatas. Namun, karena pilihan kolam saat itu masih sedikit, jadi untuk berjuang ya di sini,” kata Akbar yang juga pelatih di klub renang Parisakti.
Akbar mengenang, meskipun saat itu fasilitas di kolam renang Bulungan terbilang minim, ia tetap memaksimalkannya. Bahkan, bisa dibilang kolam renang Bulungan menjadi saksi sejarah perjuangannya menjadi atlet renang berprestasi. Kolam renang Bulungan sampai sekarang juga masih dipilih untuk menjadi tempat latihan klub renang Parisakti yang telah berusia 22 tahun.
Kepala Unit Pengelola Gelanggang Remaja Jakarta Selatan Reinhard Pangaribuan juga menuturkan, mantan wakil gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno juga rutin berenang di kolam renang Bulungan. Biasanya, Sandiaga berenang pada hari Selasa dan Jumat pagi. Karena kerap berenang di Bulungan, Sandiaga juga mengusulkan supaya pada tahun ini kolam renang itu direvitalisasi menjadi lebih bagus. Rencananya, sekitar Oktober atau November 2018, kolam renang akan direvitalisasi dengan dana pelampauan koefisien lantai bangunan (KLB).
Asian Games
Khusus untuk lapangan olahraga dalam ruangan, tahun ini disulap untuk arena pertandingan bola voli pada gelaran Asian Games 2018. Awalnya, lapangan ini diproyeksikan sebagai tempat latihan. Tiba-tiba, GOR harus siap sebagai arena pertandingan berskala internasional.
Reinhard mengakui, kondisi GOR sebenarnya kurang representatif untuk bertandingan berskala internasional. Kursi penonton di GOR ini, misalnya, berkapasitas maksimal 900 orang. Padahal, Konfederasi Voli Asia mensyaratkan arena pertandingan kelas Asia minimal berkapasitas 3.000 kursi.
“Sebelum dipakai untuk latihan tim Asian Games, GOR sudah direvitalisasi dengan dana KLB dari PT Sinarmas. Setelah itu, karena digunakan untuk arena pertandingan, kembali disempurnakan oleh Inasgoc. Pemprov DKI juga mendukung penataan di sekitarnya seperti taman dan jalan,” kata Reinhard.
Meski sudah berusia 48 tahun, aktivitas di Gelanggang Remaja Jakarta Selatan masih tetap berdenyut kencang. Setiap sore, di gedung B, C, dan D atau di sebelah GOR Bulungan, anak-anak muda giat berlatih tari tradisional, modern, paskibraka, olahraga tinju, hingga panjat tebing.
Di belakang gedung itu, juga terdapat Warung Apresiasi “Wapres” yang dipakai para seniman untuk menempa diri dan mental. Salah satunya adalah Komunitas Pengamen Jalanan (KPJ).
Situs resmi jakarta.go.id menyebutkan, beberapa seniman tenar yang lahir dari gelanggang remaja Bulungan ini di antaranya adalah Mbah Surip, Anto Baret, AGS Dipayana, Tony Q Rastafara, Ipang Lazuardi, Yoyik Lembayung, Amien Kamil, Nidji, D’Masiv Band, Joko Jockers, The Coconut Tree, Radhar Panca Dhahana, dan lain-lain. Para seniman ini sering bertemu di GRJS Bulungan dan menampilkan pertunjukan seni di Wapres. Seniman besar lain yang pernah tampil di Wapres adalah WS Rendra, Rieke Dyah Pitaloka, Iwan Fals, Glen Fredly, Kaka Slank, dan comedian Tukul Arwana.
Komunitas dan anak-anak muda inilah yang terus menghidupkan gelanggang remaja pertama di Jakarta itu. Sesuai cita-cita Ali Sadikin, sebagai sarana pengembangan muda-mudi tunas bangsa.