Sejumlah warga keluar rumah dan memadati Jalan Arjuna, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, usai gempa besar berkekuatan M 7,0 Minggu (19/8/2018) pukul 22.56 Wita. Warga mencari lokasi yang aman dan jauh dari bangunan karena khawatir gempa.
MATARAM, KOMPAS Gempa besar secara beruntun melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gempa berkekuatan Magnitudo 7,0 pada Minggu (19/8/2018) pukul 21.56 WIB membuat panik warga, apalagi di sejumlah daerah, termasuk Kota Mataram, listrik langsung padam dan terdengar suara gemuruh bangunan roboh. Para ahli mengatakan, gempa ini bukan gempa susulan.
Merujuk laman Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa M 7,0 berpusat sekitar 30 kilometer timur laut Kabupaten Lombok Timur dengan kedalaman gempa 10 km.
Sebelumnya, gempa berkekuatan M 5,4 terjadi pukul 11.06 WIB dengan pusat gempa 25 km timur laut Lombok Timur dengan kedalaman 10 km. Empat menit berselang, pukul 11.10, terjadi gempa berkekuatan M 6,5 dengan pusat gempa 32 km timur laut Lombok Timur dan kedalaman 10 km. Gempa ini menyebabkan longsor di kaki Gunung Rinjani dan sejumlah bangunan roboh.
Muhammad Saleh (54), warga Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, mengaku khawatir dengan gempa yang terus beruntun dalam dua pekan terakhir. ”Hidup kami penuh kepanikan dan selalu waswas setiap saat,” ujarnya.
Di Kota Mataram, gempa pada siang dan malam hari membuat warga panik dan berlarian keluar bangunan. Banyak yang menangis histeris. Bahkan, saat gempa pada Minggu malam, lampu pun langsung padam. ”Saya trauma,” ucap Putu (20), warga Mataram.
Bukan susulan
Ahli gempa pada Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano, mengingatkan, gempa kali ini bukan susulan dan berasal dari subsegmen berbeda. ”Gempa kali ini bergeser ke arah timur dari bidang gempa 29 Juli 2018 walaupun terdapat irisan. Saya lebih cenderung ini gempa baru yang terpicu oleh dua gempa awal,” kata Irwan.
Menurut dia, mekanisme gempa di segmen baru karena terpicu gempa di segmen sebelahnya sering terjadi di Indonesia, seperti terjadi di pantai barat Sumatera. ”Tetapi, jeda waktunya biasa cukup lama, beda dengan kejadian di Lombok ini yang relatif berdekatan. Kejadian ini merupakan hal yang baru dari perspektif pengetahuan kami,” ujarnya.
Irwan mengaku tidak bisa mengetahui apakah rangkaian gempa di Lombok ini sudah berakhir atau masih akan terjadi. ”Yang dikhawatirkan kegempaannya terus menjalar ke barat atau semakin ke timur. Sampai saat ini belum ada yang bisa memprediksi,” katanya.
Menurut Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, catatan sejarah menunjukkan bahwa pergerakan Sesar Naik Flores yang berada di sebelah utara kawasan NTT hingga Bali sangat aktif. Sejumlah gempa bumi dan tsunami yang dipicu pergerakan sesar ini di antaranya gempa pada tahun 1815 di utara Bali, tahun 1836 di Bima, 1857 utara Bali, dan tahun 1976 di Seririt, Bali. Sesar ini pula yang memicu gempa dan tsunami pada 1992 di Flores.
”Ke depan, potensi gempa di kawasan utara Bali dan Nusa Tenggara yang bersumber dari Sesar Naik Flores tetap ada
dan patut diwaspadai dengan upaya mitigasi yang serius,” kata Daryono.
Kepala Balai TN Gunung Rinjani Sudiyono mengakui, gempa pada Minggu membuat beberapa bukit di dalam kawasan taman nasional tersebut longsor, seperti di jalur pendakian Sembalun dan Senaru. Bukit Pegangsingan dan Bukit Anak Dara di Kecamatan Sembalun juga longsor.
Longsor terjadi mengingat material batu dan tanah masih labil akibat gempa-gempa sebelumnya. Namun, gempa tidak berpengaruh terhadap aktivitas gunung berketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut tersebut.
Gunung Rinjani juga masih ditutup untuk pendaki karena jalur pendakian belum aman, terdapat retakan dan tanahnya gembur. Gempa susulan yang terus mengguncang Lombok membuat longsor dapat terjadi sewaktu-waktu.
Getaran gempa juga terasa di wilayah Badung, Bali, dan sekitarnya. Guncangan gempa itu membuat warga perumahan di Kerobokan, Kuta Utara, Badung, berlari keluar rumah. ”Guncangan gempa dirasakan cukup kuat berlangsung sekitar tiga detik,” ujar I Gusti Ayu Ngurah, warga di Muding Mekar, Kerobokan.