Gamelan Rumah Semesta
Gamelan dan musik rock. Begitulah para pengrawit Southbank Gamelan Players, Inggris, menerjemahkan pertemuan Timur dan Barat. Bahkan, mereka memberi aksentuasi dengan mengenakan kacamata hitam. Penampilan itu menjadi isyarat musik jenis apa yang akan mereka tampilkan.
Di bawah koordinator John Pawson, mereka memainkan genre musik rock dengan gamelan. Sebelumnya, untuk memberi rasa ketimuran, mereka memainkan beberapa komposisi klasik Jawa, di antaranya ”Gambyong Pareanom” yang kemudian ditarikan pula oleh beberapa penari dari Solo. Namun, satu di antaranya bernama Andrea Rutrowsri dari London, Inggris.
Musik gamelan genre rock itu tidak seperti yang kita bayangkan akan segera ditingkahi lengkingan ritme gitar elektrik, gelora nada tuts kibor, atau gebukan drum yang riuh. Musik rock gamelan tetap kuat menampakkan kekhasan gamelan.
Irama nadanya kental terasa sebagai perbauran musik berbagai perangkat gamelan yang berdenting dan berdengung silih berganti, saling mengisi. Tidak keluar melodi atau ritme salah satu perangkat gamelan mendominasi.
”Tidak ada satu pun alat gamelan yang diubah dan gamelan tetaplah alat musik yang bisa dimainkan secara universal. Sebuah kejutan lainnya, kami ingin membawakan lagu keroncong dengan gamelan,” ujar John Pawson ketika ditemui menjelang pentas pembukaan International Gamelan Festival (IGF) di Solo, Kamis (9/8/2018).
Lagu keroncong legendaris ”Bengawan Solo” ciptaan Gesang mengalun di hadapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan ribuan pengunjung, baik dari Solo maupun sejumlah kota di Indonesia dan banyak negara lainnya. Mereka memadati pelataran Benteng Vastenburg yang ada di tengah kota Solo.
John Pawson menyertakan 18 pengrawit atau penabuh gamelan dari kota London, satu orang asal Polandia, satu orang asal Amerika serikat, dan dua orang asal Solo. Pementasan ini juga menandai perayaan pendirian Southbank Gamelan Players sejak 30 tahun silam.
”Gamelan yang kami miliki di Southbank itu gamelan dengan gaya Yogyakarta, sedangkan gamelan yang kami mainkan untuk pementasan kali ini dengan gaya Surakarta. Ini memang sedikit beda,” kata John Pawson.
Puspawarna
Tidak kalah memukau, pementasan seni suara gamelan lain sebelum Southbank Gamelan Players tampil. Di antaranya gubahan komposer Rahayu Supanggah dari Solo, I Wayan Gde Yudane dari Bali, dan Taufik Adam dari Jakarta.
Rahayu Supanggah di antaranya menyuguhkan alunan lagu ”Puspawarna”. Komposisi musik gamelan ini dikenal luas di Amerika Serikat karena pada tahun 1977 Presiden AS Jimmy Carter mengirimkan komposisi ”Puspawarna” ke luar angkasa melalui Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
NASA waktu itu menjelajah ke angkasa luar dan membawa piringan emas (golden record) lagu gamelan ”Puspawarna” dalam misi Voyager. Di luar angkasa, dengung dan denting ”Puspawarna” diperdengarkan kepada semesta. Komposisi musik gamelannya digarap Ki Tjokrowasito (1909-2007) asal Yogyakarta.
Gamelan populer di Amerika Serikat. Saat ini AS merupakan negara di luar Indonesia yang memiliki jumlah kelompok gamelan atau kerawitan terbanyak, disusul Inggris yang memiliki 140 kelompok kerawitan.
Dalam sebuah simposium IGF, akademisi Universitas California, Davis, AS, yaitu Henry Spiller, mengemukakan, gamelan mulai populer di AS sejak diperdengarkan jenis musik ini di tahun 1893.
Ketika itu, musik gamelan dimainkan dalam acara Columbian Exposition di Chicago, Illinois. Catatan lain untuk Eropa, dari simposium berikutnya, dengan salah satu narasumbernya, seniman Heri Dono. Ia mengatakan, musik gamelan sempat hadir di The Exposition Universelle, Paris, pada tahun 1889.
Dari pementasan di Paris itu, musik gamelan menginspirasi musisi dan komposer Claude Debussy (1862-1918). Debussy kemudian dikenal menciptakan komposisi lagu ”Javanese Rhapsodies” dan ”Nocturnes”.
Gamelan Jawa yang tersebar di luar negeri pada umumnya tidak mengalami perubahan bentuk. Direktur American Gamelan Institute Jody Diamond menyatakan hal itu.
”Gamelan Jawa yang ada di luar negeri itu biasanya didatangkan dari Jawa oleh kedutaan besar atau universitas-universitas, dan tidak mengalami perubahan alat musiknya,” ujar Jody.
Arena mudik
Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, agenda IGF di Solo ini menjadi arena mudik bagi kelompok-kelompok musik gamelan yang berdiaspora di sejumlah negara di dunia. Oleh karena itu, IGF diberi tema ”Homecoming” atau pulang ke rumah asal alias mudik.
”Gamelan sebagai produk kebudayaan yang penting untuk menciptakan kehidupan toleran,” kata Muhadjir.
Pemerintah saat ini mengusulkan musik gamelan masuk ke dalam naskah representatif warisan tak benda dunia yang diakui UNESCO, salah satu badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mengurusi persoalan produk kebudayaan ini.
IGF menjadi salah satu agenda dari program Indonesiana yang digalakkan Direktur Jenderal Kebudayaan untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid. Program Indonesiana mengajak pemerintah daerah untuk bergotong-royong dengan pemerintah pusat dalam memajukan kebudayaan.
Seperti komposer I Wayan Gde Yudane dari Bali. Komposisi musik gamelannya ditampilkan untuk pementasan pembukaan IGF di Benteng Vastenburg.
”Di pentas itu saya tidak sedang memainkan gamelan Jawa atau Bali. Saya memainkan gamelan saya,” kata Yudane.
Seni suara gamelan karya Yudane terasa magis dan repetitif, tetapi tidak serancak irama gamelan Bali. Irama musiknya lebih pelan dari gamelan Bali, tetapi juga tidak sepelan musik gamelan Jawa.
”Musik gamelan ini mengambil tema dari ajaran Zen Buddhisme, yakni pergi menuju ketiadaan dan pulang menuju ketiadaan pula. Jadi, kita tidak pernah pulang karena tidak pernah pergi ke mana pun,” ujar Yudane.
Di balik itu, Yudane ingin menyuarakan persoalan gamelan adalah sebatas media alat bermusik atau berkesenian untuk peradaban manusia secara universal. Gamelan tidak hanya memiliki rumah di Solo atau Jawa dan Bali.
Gamelan semestinya menghuni rumah peradaban setiap manusia di mana pun di dunia ini. Bahkan, seperti alunan gamelan ”Ketawang Puspawarna” yang diputar dan diperdengarkan di luar angkasa. Gamelan memiliki rumah semesta.