Peningkatan anggaran pendidikan dalam RAPBN 2019 akan difokuskan untuk investasi di bidang pendidikan guna menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi di tingkat internasional.
JAKARTA, KOMPAS – Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara fokus digunakan untuk pengembangan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Untuk sektor pendidikan, pemerintah menaikkan anggaran pendidikan dalam Rancangan APBN Tahun 2019 menjadi Rp 487,9 triliun atau naik 9,85 persen dibandingkan anggaran pada 2018 yang sebesar Rp 444,131 triliun, atau naik 30 persen sejak 2014 ketika tahun pertama Jokowi menjabat presiden.
Total anggaran pendidikan tersebut tetap sebesar 20 persen dari APBN 2019 yang sebesar Rp 2.439,7 triliun. Peningkatan anggaran pendidikan terutama akan difokuskan untuk meningkatkan akses pendidikan seperti menambah jumlah penerima beasiswa, serta untuk meningkatkan mutu pendidikan seperti revitalisasi pendidikan tinggi vokasi.
“Pemerintah menyediakan beasiswa mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga sarjana strata 3," kata Presiden Joko Widodo dalam pidato penyampaian nota keuangan APBN di hadapan MPR, Kamis (16/8/2018), di Jakarta.
Pemerintah akan meningkatkan jumlah penerima Program Indonesia Pintar dari 19,6 juta siswa pada 2018 menjadi 20,1 juta siswa pada 2019. Penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) juga meningkat menjadi 6.000 siswa atau naik 1.000 siswa dibandingkan tahun 2018. Beasiswa LPDP juga disediakan bagi 27.000 mahasiswa dan dosen, serta 123 judul penelitian.
Kuota Bantuan Pendidikan Mahasiswa Miskin (Bidikmisi), Peningkatan Prestasi Akademik dan Afirmasi Pendidikan Tinggi untuk 2019 juga meningkat menjadi 568.406 orang, pada 2018 sebanyak 504.704 orang.
“Peningkatan kualitas sumber daya manusia difokuskan pada investasi di bidang pendidikan untuk menghasilkan SDM Indonesia yang berkualitas dan mampu berkompetisi dengan percaya diri di dunia internasional,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Pemerataan mutu
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Didik Suhardi mengatakan, dari anggaran sebesar Rp 487,9 triliun, sebanyak Rp 309,9 triliun ditransfer pemerintah pusat ke pemerintah daerah. “Dana ini yang dipakai untuk BOS, bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan, dan tunjangan profesi guru,” ujarnya.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, anggaran pendidikan disebar kepada 20 kementerian dan lembaga negara yang mengelola pendidikan. Kemdikbud mendapat alokasi Rp 35,9 triliun atau turun Rp 4 triliun dibandingkan 2018. Didik mengatakan, dana itu akan digunakan untuk pemerataan mutu pendidikan, terutama penyempurnaan sistem zonasi.
Adapun anggaran untuk Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi meningkat Rp 3 triliun, dari Rp 39 triliun pada 2018 menjadi Rp 42,2 triliun pada 2019. “Penekanan anggaran pada penambahan jumlah mahasiswa dan riset,” kata Sekretaris Jenderal Kemristek dan Dikti Ainun Naim dalam jumpa pers di Tangerang Selatan, Jumat (17/8/2018).
Dana untuk penelitian bagi perguruan tinggi negeri yang bukan berbadan hukum disediakan untuk 17.655 judul maupun topik. Jumlah ini lebih besar daripada kuota tahun 2018 yang untuk 15.921 judul.
“Target 2019 juga untuk meningkatkan revitalisasi pendidikan tinggi vokasi berupa politeknik dan akademi komunitas,” tutur Ainun. Pemerintah menargetkan revitalisasi 40 politeknik dan akademi komunitas. Jumlah ini hampir empat kali lipat dari tahun 2018.
Adapun untuk anggaran fisik tidak lagi diberikan kepada Kemristek dan Dikti atau pun Kemendikbud, melainkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Mereka yang bertanggung jawab membenahi pembangunan perguruan tinggi di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal serta menyelesaikan gedung-gedung perguruan tinggi negeri yang mangkrak.
Harus dicermati
Direktur Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan Najeela Shihab berpendapat, keputusan pengalihan pembangunan infrastruktur ke Kementerian PUPR harus dicermati. Di satu sisi, harapannya apabila kementerian ini yang membangun, gedung-gedung sekolah bisa sesuai standar nasional dan biayanya lebih murah. "Perlu diingat pula bahwa sekolah adalah milik masyarakat. Jangan lupa libatkan mereka dalam pembangunan, pengawasan, dan perawatan sekolah," tuturnya.
Najeela mengatakan, secara umum, anggaran pendidikan yang 20 persen dari APBN masih terbilang kecil karena harus dibagi ke 20 kementerian dan lembaga. Walhasil, dana yang dimiliki setiap kementerian dan lembaga untuk penjaminan mutu pendidikan relatif kecil. Meskipun begitu, kementerian harus menerapkan prioritas program.
"Untuk di Kemendikbud, selama ini, PAUD mendapat dana terkecil. Padahal, PAUD adalah pondasi perkembangan manusia. Pelibatan orangtua dan kemampuan literasi semua berawal dari PAUD. Hendaknya level ini menjadi prioritas," ucapnya. Apabila yang diprioritaskan adalah pendidikan menengah, sukar mengubah perilakunya karena anak sudah di masa dari remaja ke dewasa muda. Perilaku mereka sudah terbentuk. (YOLA SASTRA)