Meriahnya Kirab Obor Asian Games XVIII
JAKARTA, KOMPAS—Kirab obor Asian Games XVIII telah telah mencapai pemberhentian terakhirnya, yakni Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Selatan. Antusiasme warga di berbagi rute yang dilewati telah terasa.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi pelari pertama yang membawa obor Asian Games setelah menyalakannya kembali dengan api abadi yang telah membara di kaldron mini, Sabtu (18/8/2018) pagi di silang barat daya Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat. Anies berlari sepanjang 100 meter menuju silang tenggara Monas untuk menyerahkan obor pada pelari-pelari selanjutnya.
Menurut data Panitia Asian Games XVIII (Inasgoc), terdapat lebih dari 70 pelari yang akan berestafet membawa obor. Masing-masing pelari menempuh 100 sampai 350 meter. Rute yang ditempuh berjarak sekitar 20 km dengan waktu tempuh mencapai 4 jam 45 menit sejak Anies mulai berlari sampai Direktur Pemasaran Telkomsel Sukardi Silalahi sampai di Pintu 1 Asia Afrika Stadion Gelora Bung Karno.
Adapun rute yang dilewati adalah silang barat daya Monas – silang tenggara Monas – Jl. Medan Merdeka Selatan – Jl. MH Thamrin – Bundaran HI – Jl Jenderal Sudirman – Bundaran Senayan – Jl. Gatot Subroto. Kirab Obor dilanjutkan masuk ke komplek DPR sebelum berbelok ke arah Palmerah Timur. Kemudian, pelari membawa obor ke Jalan Gerbang Pemuda, lalu berputar balik dan berbelok ke Jalan Asia Afrika.
Selama perjalanan, mobil yang berada di depan rombongan pelari tidak henti memutar lagu-lagu resmi Asian Games. “Meraih Bintang” oleh Via Vallen dan “Bukan Anak Kemarin Sore” oleh Armada Band diputar terus secara bergantian, diselingi “Bright as the Sun” oleh Energy18.
Lebih dari 70 pelari berasal dari kalangan, seperti politisi, aktor dan aktris, mantan atlet, hingga pemuka agama. Beberapa di antaranya adalah mantan-mantan olahragawan seperti Grandmaster Indonesia Utut Adiyanto sekaligus Wakil Ketua DPR, mantan petinju Chris John, dan mantan pesepakbola Bambang Pamungkas. Dunia perfilman diwakili oleh produser dan aktris Livi Zheng, Daniel Mananta, dan Reza Rahadian. Diosesan Keuskupan Agung Jakarta, Romo Yosef Purbowo Diaz mewakili pemuka agama.
Para pelari diiringi oleh sekitar 2.000 pelari yang berasal dari kalangan sukarelawan. Mereka memakai baju putih dengan tulisan Energy of Asia di punggung. Posisi para pelari ini berada di sekitar pelari pembawa obor yang merupakan tokoh-tokoh publik. Mereka ikut menjaga keamanan pembawa obor dengan melingkarinya, membentuk barikade manusia.
Mereka merupakan lapis keamanan kedua bagi sekelompok pelari laki-laki berkaos biru tua dan berbadan tegap. Baik para pelari berbaju putih maupun biru tua ini telah memahami tugasnya untuk mencegah orang berada terlalu dekat dengan para pemegang obor. Karenanya, tidak jarang mereka menarik baju orang-orang yang mendekat atau mendorongnya dengan kasar, termasuk terhadap para wartawan yang hendak mengambil foto.
Meski demikian, tingginya jumlah pelari yang mengiringi obor Asian Games dari Monas sampai Stadion Gelora Bung Karno menunjukkan antusiasme yang tinggi dari warga Jakarta untuk menyambut Asian Games. Para pelari ini berasal dari kalangan mahasiswa. Mereka telah dilatih meningkatkan ketahanan fisik untuk berlari menempuh sekitar 20 km.
Kirab Obor juga dimeriahkan oleh para pegawai berbagai perusahaan yang menjadi sponsor Asian Games XVIII. Beberapa perusahaan seperti Bank Mandiri dan Grab turut mengiringi Kirab Obor dengan penampilan marching band.
Mengulang sejarah
Dalam Kirab Obor kali ini, terdapat dua mobil antik dengan kursi pengemudi di kiri yang mendahului pelari pembawa obor dan para pelari pengiring. Dua mobil itu merupakan Chrysler buatan Amerika Serikat, masing-masing tahun 1959 dan 1947 yang kini dimiliki Hauwke, seorang anggota Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI).
Direktur Departemen IT dan Teknologi Inasgoc Bambang Rus Effendi yang duduk di sebelah Hauwke mengatakan, Chrysler Imperial keluaran 1959 yang ditumpanginya adalah yang dinaiki Presiden Soekarno saat Kirab Obor Asian Games 1962.
“Tahun 1962, Bung karno duduk di kursi belakang. Jadi ini seperti mengulang sejarah,” kata Bambang.
Di Asian Games 56 tahun silam, Indonesia berhasil keluar mengakihiri kompetisi dengan perolehan 77 medali. Indonesia berhasil menempati posisi kedua atau runner-up di bawah Jepang yang berhasil memperoleh 161 medali. Itu adalah pencapaian tertinggi Indonesia dalam sejarah Asian Games.
Namun, situasi saat ini berbeda dari tahun 1962. Sebanyak 15.000 atlet dari 45 negara Asia akan berpartisipasi untuk memperebutkan 462 medali emas dari 40 cabang yang dilombakan. Tahun 1962, hanya 1.462 atlet dari 17 negara yang berpartisipasi dalam 17 cabang olahraga.
Firdaus (30), warga Jakarta Selatan telah menunggu lewatnya Kirab Obor di Jalan Sudirman selama tiga jam. Ia sudah tidak sabar menunggu Asian Games dimulai, meskipun hanya berencana mengikuti pertandingan dari rumah. Firdaus yakin, Indonesia bisa meraih emas di cabang bulu tangkis.
“Saya optimistis Indonesia bisa dapat emas di cabang bulu tangkis. Saya jagokan Tantowi Ahmad,” kata Firdaus. Ia merasa telah berada dalam euforia pesta olahraga Asia empat tahunan ini.
Ketua DPR Bambang Soesatyo yang akrab dipanggil Bamsoet juga yakin para atlet Indonesia bisa berprestasi dalam Asian Games. “Marilah kita berdoa agar Indonesia sukses dan bisa berhasil masuk 10 besar. Juara!” kata Bamsoet saat menyambut obor yang dibawa Chris John di depan Gedung DPR.
Harapan-harapan juga datang dari kalangan panitia. Tiara (23), sukarelawan divisi akreditasi berharap dapat menjadi bagian dari sejarah yang ditorehkan Indonesia dalam Asian Games XVIII.
“Aku jadi relawan karena pengen ikut jadi bagian dari sejarah. Belum tentu momen Asian Games terulang lagi, apalagi ini baru yang kedua di Indonesia. Mumpung masih muda, nanti harapannya bisa jadi cerita ke anak dan cucu,” kata Tiara.
Nadira (20) yang juga relawan divisi akreditasi berharap masyarakat dapat mendukung para atlet dan jalannya Asian Games secara keseluruhan.
“Pasti ada pendapat buruk dari masyarakat. Aku harap, kalau panitia ada kurang-kurangnya, masyarakat maklum. Terus kalau mendukung tim Indonesia, jangan waktu menang aja, tapi juga tetap mendukung waktu kalah,” kata Nadira. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)