JAKARTA, KOMPAS — HUT ke-73 RI dimanfaatkan warga RW 001 Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat, untuk mempererat persatuan Indonesia. Hal itu bertujuan agar anak-anak di permukiman itu dapat tumbuh menjadi individu yang toleran terhadap keragaman.
Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan menggelar sejumlah acara dengan tema ”Merajut Bhinneka Tunggal Ika”. Tema ini dipilih karena semboyan Indonesia tersebut sudah mulai terkikis maknanya selama beberapa tahun terakhir. Masyarakat dinilai mulai menjadikan keberagaman Indonesia sebagai alasan perpecahan, khususnya sejak adanya konflik ras dan agama dalam konteks politik.
”Kita harus membangun kesadaran di setiap wilayah bahwa Bhinneka Tunggal Ika-lah yang membangun Indonesia,” kata Ketua Panitia Perayaan HUT Ke-73 Kemerdekaan RI, Geraldo Yunahya, Jumat (17/8/2018).
Kita harus membangun kesadaran di setiap wilayah bahwa Bhinneka Tunggal Ika-lah yang membangun Indonesia.
Pukul 09.00, warga menggelar acara kirab budaya. Pada acara itu, sepuluh anak berjalan mengelilingi permukiman sambil mengenakan pakaian adat. Seorang anak yang berada di barisan paling depan bertugas membawa bendera Indonesia.
Keterlibatan anak-anak diharapkan dapat menumbuhkan sifat toleransi, khususnya dalam menghadapi beragam perbedaan di Indonesia. ”Supaya adik-adik tahu bahwa kita hidup tidak sendirian. Tidak hidup dari satu agama, ras, dan golongan saja,” lanjut Geraldo.
Supaya adik-adik tahu bahwa kita hidup tidak sendirian. Tidak hidup dari satu agama, ras, dan golongan saja.
Selain kirab budaya, sejumlah perlombaan klasik diadakan untuk memeriahkan perayaan ini. Beberapa perlombaan yang dimaksud antara lain lomba minum susu atau teh, memasukkan benang ke jarum, makan kerupuk, dan memasukkan paku ke botol. Perlombaan diadakan hingga menjelang petang.
Perayaan ini tidak hanya menjadi ajang penguatan persatuan, tetapi juga sebagai ajang bergotong royong. Sebanyak 25 orang dilibatkan sebagai panitia yang terdiri dari karang taruna, tokoh masyarakat, ketua RT, dan petugas ketertiban umum.
Selain melibatkan warga sebagai panitia, semua warga RW 001 yang terdiri atas delapan RT ini juga terlibat dalam hal pendanaan secara swadaya.
Bagus (19), anggota panitia yang berasal dari Karang Taruna RW 001, mengatakan senang dapat terlibat sebagai panitia 17 Agustus. ”Alhamdulillah, acaranya lancar dan bisa menghibur anak-anak. Asyik sih bisa terlibat,” ucapnya.
Warga Pasar Baru pun antusias untuk terlibat dalam perayaan yang telah dilakukan selama beberapa dekade ini. Para orangtua mendaftarkan anak-anaknya untuk ikut sebagai peserta lomba-lomba yang diadakan panitia.
”Senang sekali. Anak-anak saya tadi ikut lomba tusuk balon, lomba mengambil uang dari jeruk bali. Senang semua pokoknya,” kata Yosi (32), warga RW 001, Pasar Baru.
Anak-anak pun turut antusias saat mengikuti sejumlah lomba. Sejumlah anak yang mengikuti pertandingan sepak bola gigih mengejar bola dari lawan sambil bercanda sesekali. Warga sekitar pun menikmati jalannya acara. Mereka memainkan lagu dangdut melalui alat pengeras suara sambil berjoget bersama.
Datangnya turis asing
Perayaan HUT ke-73 RI di Pasar Baru semakin semarak dengan datangnya sejumlah turis asing yang sedang melintas. Para turis yang berasal dari sejumlah negara itu disambut antusias oleh warga. Warga bahkan tidak segan mengajak turis-turis untuk berswafoto.
“Ada bule! Welcome, Mister,” kata salah satu warga.
Para turis lalu diajak berjoget bersama dengan warga dengan alunan musik dangdut. Ajakan ini disambut dengan antusiasme yang sama dari para turis. Acara berjoget bersama ini bahkan sampai membuat pertandingan sepak bola berdaster yang sedang dimainkan berhenti sejenak.
Perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ini dianggap menarik dan unik oleh para turis asing itu. Parker, turis asal Kanada, beranggapan, perayaan yang dilakukan warga sangat menarik.
”Ini Hari Kemerdekaan Indonesia, kan? Ini keren,” kata Parker.
Hal senada dikatakan Mark, turis asal Inggris. Menurut dia, perayaan yang dilakukan warga sangat unik, khususnya pertandingan sepak bola dengan mengenakan daster.
”Di tempat asal saya, orang bermain sepak bola dengan kaus dan celana. Di sini berbeda, ya,” kata Mark. (SEKAR GANDHAWANGI)