Sudah tiga hari ini, spanduk-spanduk membentang di bantaran Kali Angke, tepatnya di satu ruas yang melintasi RW 1 Kelurahan Pekojan, Tambora, Jakarta Barat. Niatnya tentu baik yakni mempercantik kampung kumuh di tepian sungai itu. Maklum, di Jalan Tubagus Angke yang terpisahkan Kali Angke, rombongan kirab obor Asian Games bakal melintas.
Pemasangan spanduk sepanjang 500 meter itu dilakukan Selasa (14/8/2018). Spanduk dipasang menjelang lintasan rel kereta api sampai dekat Masjid An Nawier. Karena spanduk berwarna-warni dengan bermacam gambar, maka justru terkesan lokasi yang dipasangi spanduk ini lebih padat dan kumuh di banding kawasan pemukiman di bantaran Kali Angke yang tidak dipasangi spanduk.
Beberapa warga yang tinggal di sana pun merasa pemukiman kumuh mereka sedang disembunyikan dari pandangan mata para tamu Asian Games.
“Kalau menurut saya mah nggak bagus ya. Sumpek atuh. Lagi diumpetin kali ya kampung kami biar nggak malu-maluin tamu Asian Games,” kata Atun (35), warga yang sedang mencuci piring di bantaran kali.
Rumah-rumah di bantaran kali tersebut menghadap ke Kampung Arab, di Jalan Pekojan.
Bagian belakang jajaran rumah ini mengarah ke bantaran kali. Umumnya, bagian belakang rumah di situ digunakan untuk dapur, kamar mandi, peturasan, dan tempat cuci piring.
Sebagian penghuni di bantaran kali ini juga sering membuang sampah atau limbah lewat bagian belakang rumah mereka. Beberapa pemilik rumah bahkan membangun lantai papan menjorok ke Kali Angke agar bagian belakang rumahnya lebih luas.
Warga lainnya, Rohmat (40) pun mengaku, Kali Angke di lingkungan ini bau karena buangan sampah dan limbah rumah tangga pemukiman di bantaran kali.
“Rumah di sini sebagian nggak punya septic tank. Kalau buang air besar atau kencing, nggelontor aja langsung ke kali,” ungkapnya.
Seorang pedagang barang bekas, Iman (45), lebih menyukai bantaran kali yang berwarna-warni. “Noh kaya di bantaran Danau Sunter. Tanggulnya dicat warna-warni, tembok-tembok dan atap rumah warga di bantaran juga dicat warna-warni. Saya kemarin ke sana, ke rumah sodara di sana. Cakep itu.”
Menanggapi hal itu, Lurah Pekojan Tri Prasetyo mengatakan, pemasangan spanduk itu memiliki alasan khusus. Salah satunya karena tidak cukup waktu untuk mengecat tembok dan atap rumah-rumah di bantaran Kali Angke, dengan cat berwarna-warni.
“Kawasannya lebih padat di sini. Jumlah rumahnya pun lebih banyak dan kecil-kecil, sempit. Mau ngecat gimana? Waktunya nggak cukup. Apalagi ada bangunan yang menjorok ke kali. Nggak cukup waktu buat membongkar dan memperindah,” tuturnya.
Menurut Tri, RW 1 bukan termasuk zona kampung warna-warni. “Kampung warna-warninya ada di RW 10. Susah juga kalau memaksakan lingkungan RW 1 jadi kampung warna-warni. Nggak ada bujetnya. Ini juga pengurus lingkungan yang mengambil inisiatif dan membiayai buat spanduk-spanduk menyambut Asian Games.”
Bebas pengamen
Di tempat lain, Koordinator Pelayanan, Pengawasan, dan Pengendalian Sosial Jakarta Barat, Amir, mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua untuk menertibkan pengamen dan pengemis di Kota Tua.
"Setidaknya hari Kamis (16/8/2018), Kota Tua terutama kawasan Taman Fatahillah, bebas pengamen dan pengemis. Sejumlah petugas gabungan sudah ditempatkan di sana untuk menghalau dan mencegah mereka mengamen dan mengemis di Kota Tua," ujar Amir di Kantor Wali Kota Jakarta Barat, kemarin. Petugas gabungan juga ditempatkan di sepanjang jalur perlintasan kirab obor Asian Games.
Ketua UPK Norviadi S Husodo membenarkan. "Tidak boleh ada pengamen dan pengemis," tandasnya.