JAKARTA, KOMPAS — Para pemuda dan pemudi Indonesia meluncurkan Visi 2045 di Jakarta, Rabu (15/8/2018). Visi tersebut merupakan lanjutan semangat Sumpah Pemuda untuk membawa Indonesia berjaya ketika berusia 100 tahun pada 2045.
Ketua Dewan Pembina Indonesia Diaspora Network Global (IDN-Global) Dino Patti Djalal mengatakan, rangkuman visi itu akan segera diserahkan kepada lembaga pemerintahan eksekutif dan legislatif di tingkat pusat dan daerah.
”Seusai pembacaan, visi tersebut masih dalam tahap revisi untuk diserahkan pada bulan ini,” kata Dino seusai Conference of Indonesian Diaspora Youth 2018 (CIDY-2018). Visi 2045 diluncurkan pada hari terakhir konferensi yang digelar selama 13-15 Agustus 2018 dengan tema ”Proyek Visi 2045: Satu Abad Republik Indonesia” itu.
Visi 2045 adalah konsep pembangunan bangsa yang digagas 684 delegasi dari 34 provinsi Indonesia dan lebih dari 150 pemuda Indonesia yang tinggal di 20 negara. Mereka berusia 17-35 tahun.
Penyusunan visi dilakukan berlandaskan empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Visi 2045 menyebutkan beberapa hal, di antaranya sebelum 2045 Indonesia akan menghadapi tantangan global, seperti pemanasan global dan isu geopolitik. Indonesia akan bersaing dalam membentuk masyarakat yang modern dan terkoneksi. Pemerintah perlu mewaspadai tren ketimpangan, radikalisme, terorisme, dan ancaman penyakit endemik.
Koordinator Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia 2017/2018, Pandu Utama Manggala, mengatakan, Visi 2045 adalah ide konkret pemuda dan pemudi Indonesia berdasarkan parameter yang terukur.
”Kami harapkan visi ini akan menjadi dokumen terbuka sehingga bisa diadopsi semua gerakan anak muda,” tutur Pandu.
Menurut dia, visi tersebut disusun bersama para delegasi dari 34 provinsi. Delegasi yang berasal dari daerah diharapkan untuk menyampaikan hasil konferensi tersebut ketika kembali ke kampung halaman masing-masing kepada organisasi terkait dan pemerintah daerah.
Duta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Difabel untuk Asia Pasifik, Sikdam Hasyim, mengatakan, dalam membangun bangsa, seluruh pihak perlu mempertimbangkan keberadaan dan kebutuhan para penyandang disabilitas yang ada.
”Indonesia memiliki 25 juta penyandang disabilitas, tetapi mayoritas masih belum mendapat akses untuk pendidikan, pekerjaan, dan lainnya,” ujarnya.
Sikdam berharap, pada 2045, kebijakan dan kondisi Indonesia akan lebih ramah terhadap kaum difabel. Pembangunan Indonesia tidak akan berhasil tanpa mengikutsertakan kaum difabel.