SEMARANG, KOMPAS — Musim kemarau yang berlangsung sejak beberapa bulan lalu diyakini mengurangi potensi penyakit pada hewan kurban, seperti sapi dan kambing. Meski demikian, Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, tetap mewaspadai segala potensi penyakit yang menyerang hewan kurban.
Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Pertanian Kota Semarang drh Yuli Astuti, di Semarang, Rabu (15/8/2018), mengatakan, sapi dan kambing umumnya lebih nyaman saat cuaca panas. Sebab, jumlah cacing yang berada di tanah tak sebanyak saat musim hujan.
”Jarangnya cacing di tanah atau rumput menyebabkan kemungkinan masuknya penyakit seperti cacingan jauh berkurang. Namun, pemeriksaan pada hewan-hewan kurban tetap kami lakukan, terutama penyakit kulit. Penyebabnya bisa karena kandang yang kotor atau lembab,” tutur Yuli.
Yuli menuturkan, di Kota Semarang, terdapat 426 tempat penjualan hewan kurban, yang tersebar di 16 kecamatan. Sejak sepekan lalu, pemeriksaan hewan-hewan kurban yang dijual dilakukan secara saksama, antara lain pemeriksaan kelayakan hewan itu dijual.
Pada Rabu siang, tim dari Dinas Pertanian Kota Semarang melakukan sidak hewan kurban yang dijual di Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang. Pemeriksaan terhadap kambing dan sapi dilakukan, antara lain, pada gigi, kulit, dan tanduk. Selain itu, surat keterangan kesehatan hewan juga diperiksa.
Kepala Dinas Pertanian Kota Semarang WP Rusdiana mengatakan, secara umum, hewan kurban yang dijual di Kota Semarang dalam kondisi baik. Namun, ada beberapa hewan yang dari pemeriksaan gigi diketahui belum poel. ”Karena itu, yang belum poel atau belum berumur, kami sosialisasikan untuk tidak dijual,” ujarnya.
Menurut Rusdiana, pihaknya mengecek secara detail seperti dari mana hewan tersebut berasal. Selain itu, tempat penjualan juga mesti mengantongi surat izin dari kecamatan. Apabila ditemukan hewan yang berpenyakit kulit, pihaknya juga memfasilitasi obat mengingat pengobatan bisa dilakukan dalam seminggu.
Di tempat penjualan hewan kurban di Jalan Jolotundo, Gayamsari, ditemukan enam kambing yang dianggap tidak layak, antara lain, karena belum poel dan tanduknya rusak. Penjual diberi pengarahan untuk tidak menjual hewan yang belum layak, minimal menyosialisasikannya kepada calon pembeli.
Terkait sapi pemakan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Semarang, Rusdiana memastikan tak ada yang diperjualbelikan. ”Selain ada tim TPA yang memantau, sapi yang didatangkan dan dijual pun harus melalui uji laboratorium dahulu,” lanjutnya.
Muhammad Zainuri (48), penjual hewan kurban di Gayamsari, Semarang, mengatakan selalu memberikan penjelasan kepada calon pembeli terkait kondisi hewan yang dijualnya. ”Kalau mereka mencari yang poel, kami beri yang poel. Kami usahakan untuk menjual yang poel,” ucapnya.
Zainuri menambahkan, dirinya juga memeriksa secara rutin kondisi fisik hewan kurban yang dijualnya. Seperti kecacatan, misalnya, dia tak akan menjualnya kepada pembeli. Nantinya hewan tersebut akan dikembalikan kepada pemasok.
Harga kambing kurban yang dijualnya memiliki harga beragam, dari Rp 2 juta hingga Rp 5 juta. ”Dari 31 ekor, yang sudah terjual 15 ekor. Biasanya, pembeli semakin banyak saat H-3 Idul Adha,” kata Zainuri. Idul Adha 1439 H jatuh pada Rabu, 22 Agustus 2018.