Selama 13 Hari, 1.509 Pelanggaran Ganjil Genap di Jakarta Barat
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Angka pelanggaran kebijakan ganjil genap di Jalan S Parman, Jakarta Barat, pada 1-13 Agustus 2018 menunjukkan tren yang fluktuatif. Tren itu menunjukkan bahwa kebijakan ganjil genap tidak sepenuhnya terinternalisasi oleh masyarakat Jakarta.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat, jumlah penindakan harian pelanggaran terhadap kebijakan ganjil genap di Jalan S Parman menunjukkan angka fluktuatif pada 1-13 Agustus. Total jumlah penindakan yang dilakukan Satuan Wilayah Polres Metro Jakarta Barat hingga Senin (13/8/2018) sebanyak 1.509 pelanggaran.
Pengamat transportasi dan tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, mengatakan, angka penilangan yang fluktuatif menunjukkan bahwa kebijakan itu belum sepenuhnya terinternalisasi dalam masyarakat Jakarta.
Angka penilangan yang fluktuatif menunjukkan bahwa kebijakan itu belum sepenuhnya terinternalisasi dalam masyarakat Jakarta.
Beragam pertimbangan sulit pun muncul sebagai alternatif penyelesaian aturan. Misalnya, pilihan kendaraan yang dimiliki mungkin hanya satu sehingga membuat mereka mau tidak mau melanggar.
”Ada kekuatan struktur yang membuat masyarakat akan memilih transportasi umum, yaitu membandingkan tarif, memperhitungkan waktu transit perpindahan, dan kenyamanan,” kata Yayat saat ditemui Kompas, Selasa (14/8/2018), di Jakarta.
Sementara itu, pantauan pukul 09.00-10.30 di lampu merah pertama Jalan S Parman, Slipi, Jakarta Barat, tidak ada kendaraan pribadi yang melanggar aturan ganjil genap.
Anggota Satuan Lalu Lintas Polrestro Jakarta Barat Unit Palmerah, Winarto, telah menilang lima mobil pelat ganjil yang melewati lampu merah Slipi dari Jalan Gatot Subroto menuju Jalan S Parman sejak pukul 06.00-09.00.
Masih di Jalan S Parman di depan Plaza Slipi Jaya, ada tiga petugas yang berjaga dengan membawa buku tilang dan pulpen. Pukul 10.30 hingga pukul 12.00, petugas hanya menilang satu mobil berpelat ganjil.
Anggota Satuan Lantas Jakarta Barat Tim Tindak, Bripda Hans G Pitang, mengungkapkan, penindakan yang ia lakukan jumlahnya tergolong sedikit pada shift itu. ”Kemarin siang, pada jam yang sama, kami bisa menilang setidaknya 40 mobil,” ujarnya.
Hans meyakini, menurunnya angka penilangan pada siang itu karena masyarakat sudah semakin tahu perihal kebijakan ganjil genap.
Rambu
Tulisan papan pemberitahuan aturan ganjil genap di Jalan S Parman menuju Slipi, Palmerah, memiliki ukuran huruf yang relatif kecil dan cenderung tidak terbaca.
Yayat menyayangkan adanya papan rambu aturan ganjil genap yang tidak terlihat jelas dari jauh. ”Rambu seharusnya dibuat lebih jelas agar masyarakat bisa melihat. Banyak perdebatan muncul karena orang tidak melihat rambu dan waktu aturan ganjil genap,” ujarnya.
Rambu seharusnya dibuat lebih jelas agar masyarakat bisa melihat. Banyak perdebatan muncul karena orang tidak melihat rambu dan waktu aturan ganjil genap.
Efektif urai kemacetan
Kebijakan ganjil genap secara mobilitas atau pergerakan dinilai mampu mengurai kemacetan. Hal itu merupakan upaya pengendalian yang cukup efektif untuk menolong peristiwa besar seperti Asian Games 2018.
Namun, kata Yayat, kebijakan ini bersifat sementara dan belum ada kajian yang terkait persoalan dunia usaha dan belum memetakan total biaya yang dikeluarkan bagi mereka yang terkena dampak kebijakan itu.
”Jika biaya yang dikeluarkan murah, kebijakan ini bisa dipertahankan bagi pengguna kendaraan,” kata Yayat.
Kendati demikian, kebijakan ganjil genap tidak hanya diukur dari waktu, kecepatan, dan kelancaran, tetapi juga perlu mempertimbangkan dari sisi ekonomi dan kepentingan masyarakat lain. (MELATI MEWANGI)