Anggota Pramuka Masa Kini Harus Pahami Dunia Digital
JAKARTA, KOMPAS — Pramuka diharapkan semakin memiliki karakter yang kuat, inovasi, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Hal itu harus ditanamkan di dalam setiap kegiatan kepramukaan yang modern dan diminati oleh generasi muda.
Presiden Joko Widodo dalam amanat Upacara Peringatan Hari Pramuka Ke-57 di Taman Rekreasi Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur, Selasa (14/8/2018), meminta anggota Pramuka memiliki karakter yang tahan banting, peduli terhadap sesama, dan berinovasi dalam kehidupan.
Presiden yang juga Ketua Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka mengingatkan anggota Pramuka untuk tidak hanya pandai dalam keterampilan pramuka seperti menguasai morse, tetapi juga memahami dunia digital.
Anggota pramuka diminta untuk tidak hanya pandai dalam keterampilan Pramuka seperti menguasai morse, tetapi juga memahami dunia digital.
Presiden juga mengimbau agar pembina di sekolah ataupun di kwartir dapat mengemas kepramukaan dengan menarik. Sebab, tantangan di zaman sekarang lebih sulit dibandingkan tantangan beberapa tahun yang lalu. Generasi muda saat ini lebih kritis terhadap sesuatu, maka pembina harus menyajikan kegiatan yang modern, inovatif, dan tidak melupakan semangat Pancasila.
”Pramuka bukan sekadar tahu bahasa morse, tetapi harus bisa tahu coding, artifisial, dan bahasa digital yang lain. Pramuka harus mampu merevitalisasi diri, tetapi tidak melupakan semangat persatuan, yakni Pancasila,” kata Presiden.
Ketua Kwartir Nasional Adhyaksa Dault mengatakan, Pramuka diharapkan bisa menjadi pemersatu bangsa. Harapannya, seluruh anggota Pramuka dapat menjadi contoh bagi banyak orang.
Pramuka memang tekesan kurang menarik, tetapi hasil didikan kegiatan kepramukaan mampu melahirkan pemimpin yang baik. Banyak tokoh di Indonesia yang lahir dari wadah kepramukaan.
Pramuka memang tekesan kurang menarik, tetapi hasil didikan kegiatan kepramukaan mampu melahirkan pemimpin yang baik. Banyak tokoh di Indonesia yang lahir dari wadah kepramukaan.
Ia menilai maraknya narkoba, seks bebas, korupsi, dan tawuran merupakan tantangan bagi Kwartir Nasional untuk memberantasnya. Ajakan ini diperuntukkan juga bagi semua pendidik di seluruh Indonesia.
”Pengurus Pramuka boleh berganti, tetapi Pramuka tidak boleh mati. Seperti tema tahun ini, ’Pramuka Perekat NKRI’. Harapannya Pramuka bisa jadi pemersatu semua orang,” kata Adhyaksa.
Upacara Peringatan Hari Pramuka Ke-57 ini dihadiri Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Hadir juga Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Kepala Badan Narkotika Nasional Heru Winarko, serta beberapa gubernur, wali kota, bupati, dan pengurus Kwartir Nasional. Selain itu, Sekretaris Jenderal World Organization Scout of Movement Ahmad Alhendawi hadir dalam acara ini.
Peringatan ini dihadiri oleh 8.000 anggota Pramuka dari Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang. Seluruh peserta menggunakan seragam berwarna coklat, dasi merah-putih, dan topi. Warna coklat di seragam memiliki filosofi baju pejuang yang dahulu diduga berwarna coklat. Sementara dasi merah dan putih agar mengingatkan anggota Pramuka terhadap bendera negara.
Mereka dengan khidmat mengikuti upacara yang dimulai pada pukul 16.00. Selain upacara, digelar acara kesenian dari para anggota Pramuka.
Semangat baru
Hari peringatan Pramuka juga diperingati sejumlah sekolah, seperti SMA Mardi Waluya Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Kegiatan belajar-mengajar pada hari ini diganti dengan upacara dan lomba-lomba.
Salah seorang guru di sekolah tersebut, Reynaldi Wilianata (28), mengatakan, kegiatan Hari Pramuka ini sengaja dibuat agar para siswa lebih peduli terhadap sesama.
Para murid dan guru bersama-sama lomba makan kerupuk, tarik tambang, dan memindahkan balon. Lomba-lomba ini dipilih supaya mendorong kekompakan, kepedulian, serta kreativitas antara siswa dan guru.
Reynaldi menambahkan, lomba seperti ini dirasa lebih cocok dibandingkan dengan keterampilan Pramuka. Sebab, tidak semua siswa di sekolahnya menyukai kegiatan Pramuka.
”Ini semua dilakukan agar nilai-nilai Pramuka didapatkan, seperti persatuan, solidaritas, mencintai Tanah Air, dan mau saling menolong. Kami harapkan siswa-siswi bisa menjiwai itu, selaras dengan pesan Robert Baden-Powell, pencetus Kepanduan (Pramuka Dunia),” ujar Reynaldi.
Virgiawan (21), salah satu lulusan SMA Mardi Waluya Cibinong, menceritakan bahwa dengan mengikuti kegiatan Pramuka, ia mendapatkan hal yang positif. Meski sudah kuliah, ia masih berkegiatan Pramuka di SMA bersama 15 orang seusianya.
”Kami dilatih banyak hal. Beberapa tahun terakhir ini, kami dilatih kepemimpinan dengan studi kasus. Untuk usia kami, yakni di golongan Pandega, kegiatan lebih banyak berlatih kepemimpinan,” ujarnya.
SMPN 193, Cakung, Jakarta Timur, juga mengadakan kegiatan untuk peringatan Hari Pramuka. Agus Karmoni (49), guru sekaligus pembina Pramuka, menceritakan, siswanya diajak untuk membersihkan lingkungan sekitar sekolah. Kepedulian terhadap lingkungan juga dilakukan dengan tidak menggunakan botol plastik dalam setiap kegiatan.
Agus menyampaikan, contoh-contoh nyata dilakukan agar siswanya dapat menjiwai semangat Pramuka dengan nyata. Hal ini sudah dilakukan sejak lima tahun belakangan ini. ”Kami membiasakan anak-anak untuk peduli terhadap sesama. Tanpa harus marah, tetapi tetap tegas,” katanya.
Kelemahannya, kata Agus, adalah mengemas kegiatan Pramuka dengan hal yang modern dan berbasis digital. Sebab, kendalanya adalah sedikitnya pembina yang ada di sekolahnya.
Pengurus Kwartir Nasional Urusan Orang Dewasa, Anthonius Daud, di tempat terpisah, mengatakan, Pramuka dibagi menjadi beberapa golongan sesuai usianya. Usia 7-10 tahun adalah Siaga, usia 11-15 tahun adalah Penggalang, usia 16-20 tahun Penegak, dan usia 21-25 tahun sebagai Pandega. Kegiatan Pramuka diharapkan memiliki kegiatan yang sesuai dengan perkembangan usia dan kebutuhannya. (JOHANNES DE DEO CC)