JAKARTA, KOMPAS – PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) menjajaki kerja sama dengan Japan Housing Finance Agency atau Badan Pembiayaan Perumahan Jepang di bidang pembiayaan perumahan. Secara khusus pengembangan pasar sekunder pembiayaan perumahan untuk daerah rawan bencana seperti Indonesia.
“Kami ingin mengadopsi model bisnis JHF dalam menangani perumahan di wilayah bencana seperti gempa bumi. Japan Housing Finance Agency sudah berpengalaman membiayai atau merevitalisasi daerah bencana dengan cara yang efektif dan efisien sebagai pembiayaan sekunder KPR,” kata Direktur Utama PT SMF, Ananta Wiyogo, di sela penandatanganan nota kerja sama antara PT SMF dengan Badan Pembiayaan Perumahan Jepang, Senin (13/8/2018), di Jakarta.
Kerja sama anggota Asian Secondary Mortgage Market Association tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kerja sama kedua pihak. Kerja sama berlaku untuk setahun ke depan dalam hal pencarian solusi dan pertukaran informasi kebijakan antara kedua pihak. Terlebih, Jepang telah mengembangkan skema pembiayaan sekunder perumahan untuk daerah bencana, seperti gempa bumi.
Ananta mengatakan, pihaknya akan mempelajari struktur pembiayaan yang dibuat JHF untuk kemudian diterapkan di Indonesia. Selain itu, PT SMF juga menjajaki kemungkinan mencari sumber pendanaan untuk pembiayaan sekunder perumahan dari Jepang. Dana tersebut dapat ditarik dengan menerbitkan surat utang atau dengan menawarkan efek beragun aset (EBA) yang diterbitkan PT SMF. Namun demikian, hal itu memerlukan pengelolaan risiko nilai tukar yang baik.
Pada kesempatan itu, Presiden Badan Pembiayaan Perumahan Jepang Toshio Kato mengatakan, hubungan Indonesia dengan Jepang telah berjalan baik selama 60 tahun. Kini, hubungan Indonesia dengan Jepang menjadi salah satu prioritas bagi pemerintah Jepang. Di bidang perumahan, hal itu dijalin mengadakan pertemuan secara berkala untuk bertukar informasi dan pengalaman seperti dilakukan pada tahun lalu.
Direktur Pendayagunaan Sumber Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Adang Sutara mengatakan, salah satu kendala dalam Program Satu Juta Rumah adalah belum dimanfaatkannya sumber-sumber pembiayaan jangka panjang, seperti pembiayaan sekunder. Sebab perangkat operasi pembiayaan sekunder masih belum optimal. Kontribusi kredit pemilikan rumah (KPR) terhadap produk domestik bruto saat ini baru sekitar 2,9 persen.
“Dengan ini, diharapkan PT SMF bisa meningkatkan kontribusinya di pasar sekunder dan informasi lainnya untuk pembiayaan jangka panjang,” kata Adang.
Pada kesempatan itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, pasar pembiayaan sekunder untuk KPR di Jepang yang sudah maju bisa dipelajari PT SMF. Menurut Isa, kredit yang disekuritisasi tidak hanya menjadi instrumen investasi, tetapi juga aset yang terstandardisasi oleh pihak lain, seperti PT SMF.
Terkait pembiayaan sekunder untuk daerah bencana, menurut Isa, PT SMF saat ini masih belum bisa berperan banyak. Namun, ke depan dimungkinkan jika PT SMF berperan sebagai penjamin KPR yang disalurkan oleh bank di daerah bencana. Dengan demikian, bank pun merasa aman.
“Hal-hal seperti ini harus terus dikembangkan sehingga ada kaitan antara PT SMF di sektor finansial dengan kejadian-kejadian di masyarakat,” kata Isa.