Ide Kreatif Saja Tak Cukup, Perlu Kemampuan Tarik Investor
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
Anak bangsa memiliki banyak ide kreatif dalam memulai usaha di bidang ekonomi kreatif. Namun, ide kreatif saja tidak cukup agar usaha tetap mampu bertahan. Di saat yang bersamaan, mereka memerlukan kemampuan untuk menarik investor agar mau berinvestasi pada bisnis mereka.
Gabriella Wenus Layola (22) bersama teman-teman kuliah di Universitas Prasetiya Mulya, Tangerang, menjalankan usaha kecil menengah (UKM) di sektor minuman tradisional jamu sejak Maret 2018 dengan nama produk Mendjamoe.
”Kami memilih menjual jamu untuk kembali mengangkat pamor jamu sebagai minuman yang sehat sekaligus enak,” kata Gabriella yang berperan sebagai Chief Operating Officer (COO) ketika dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (12/8/2018). Ia berharap, minuman jamu dapat bersaing dengan kopi dan teh di kalangan anak muda.
Oleh karena itu, target pelanggan Mendjamoe berada di kisaran usia 15-24 tahun. Produk pun dikemas secara modern dengan cara dijual dalam botol kaca kecil ukuran 110 mililiter. Di depan botol dicantumkan keterangan mengenai rasa dan komposisi jamu.
Bahkan, jamu itu juga dijual secara paket di mana enam botol jamu dengan rasa yang berbeda dikemas dalam satu dus kecil yang menimbulkan kesan simpel tetapi elegan.
Cara penjualan dan pemasaran itu berbeda dengan jamu yang biasanya dijual secara berkeliling ala mbok jamu ataupun di toko dalam bentuk saset. Produk dijual melalui sejumlah media sosial yang tersedia, seperti Line, Whatsapp, Instagram, dan Facebook.
”Setelah lima bulan berjalan, revenue kami mencapai Rp 60 juta,” ujar Gabriella. Dalam memulai usahanya, ia dan teman-teman menggunakan modal sendiri. Namun, belum ada investor yang membantu mereka di bidang pendanaan hingga kini.
Ia menceritakan, Mendjamoe sempat dikontak salah satu pihak yang mengaku tertarik berinvestasi di bisnis mereka. Namun, mereka terpaksa menolak tawaran itu karena pihak investor menetapkan batas minimal jumlah produksi minuman yang tidak mampu mereka penuhi.
”Kapasitas kami masih berada di golongan industri rumah tangga,” katanya. Dengan demikian, jumlah sumber daya manusia yang tersedia juga masih terbatas.
Selain tantangan untuk memenuhi target dari investor, tantangan lain juga masih harus dihadapi pelaku usaha. Investor terkadang meragukan proposal yang ditawarkan karena jenis bisnis yang ditawarkan di bidang ekonomi kreatif masih tidak umum.
CEO QnC Laundry Danial Ch Tarigan menyampaikan, hal itu ia alami ketika menjelaskan bisnis jasa pencucian baju (laundry) yang dimilikinya di Makassar, Sulawesi Selatan. Perusahaannya bergerak di bidang penyediaan platform berbasis daring yang akan menghubungkan investor dengan jasa laundry yang ada di daerah tersebut.
”Investor cukup memberikan dana agar pengusaha laundry memiliki outlet di tempat strategis, seperti halaman pom bensin dan pusat perbelanjaan,” kata Danial. Strategi itu dinilai dapat mengatasi masalah pengusaha laundry yang kerap tidak mampu membayar sewa tempat.
Untuk menjamin kualitas dan standar, pengusaha laundry akan dilengkapi dengan pelatihan dan teknologi yang mengawasi proses pencucian.
Danial melanjutkan, perusahaannya telah melakukan survei pelanggan di Makassar. Sampel survei menunjukkan, warga dengan kisaran umur 25-40 tahun lebih mementingkan jarak tempat laundry, baru diikuti oleh kenyamanan dan harga. Oleh karena itu, konsep berbisnis itu dinilai tepat untuk diterapkan di Makassar.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) dan Menteri Perdagangan 2004-2011 Mari Elka Pangestu mengatakan, usaha kecil menengah di bidang ekonomi kreatif memerlukan investor malaikat (angel investor). Investor malaikat adalah pemodal besar yang memberikan dana untuk bisnis perusahaan yang sedang bertumbuh.
”Ide saja tidak cukup,” ujar Mari. Salah satu cara yang paling baik dan efektif dalam mendapatkan investor adalah dengan menyediakan proposal bisnis yang baik. Proposal tersebut wajib berisi penelitian terkait potensi pasar yang ada.
Selain itu, ekosistem berbisnis di Indonesia perlu diperbaiki. Pihak swasta, pemerintah, dan dunia pendidikan perlu terus menggelar kegiatan yang dapat mempertemukan pelaku usaha, konsumen, dan investor. Dengan demikian, potensi ekonomi kreatif di Indonesia dapat tergali dan berkelanjutan.
Data Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyebutkan, pendapatan domestik bruto (PDB) yang disumbangkan oleh ekonomi kreatif mencapai Rp 922,59 triliun pada 2016. Ekonomi kreatif memberikan kontribusi 7,44 persen pada perekonomian nasional.