Seruan dari Roma untuk Indonesia
Jauh dari hiruk-pikuk suasana politik di Indonesia, 47 orang perwakilan masyarakat diaspora Indonesia dari 23 negara Eropa menyerukan "Deklarasi Roma", Minggu (1/7/2018) di Roma, Italia. Mereka sepakat, kemajemukan Indonesia harus terus dipelihara, dijaga, dan dikembangkan bersama.
Deklarasi Roma lahir dari acara Dialog Antaragama Masyarakat Indonesia di Eropa yang diinisiasi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan, 30 Juni-3 Juli 2017 di Roma, Italia. Mendekati masa pemilihan umum presiden 2019, delapan seruan yang termuat dalam deklarasi tersebut menjadi semakin aktual untuk dijalankan bersama.
Pada poin pertama, para peserta dialog meyakini bahwa kemajemukan agama, suku, budaya, dan bahasa adalah anugerah Tuhan dan keniscayaan yang harus dipelihara, dijaga, dan dikembangkan bersama. Kedua, Indonesia dalam bentuk NKRI yang dibangun atas dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah ”rumah bersama” dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Pada poin ketiga, mereka menyepakati bahwa tenggang rasa dalam kemajemukan menjadi kebanggaan sekaligus tanggung jawab bersama karena kerukunan di Indonesia telah menjadi rujukan dunia internasional.
Berikutnya, di poin keempat, mereka beranggapan, kesungguhan hati dan keterbukaan sikap dalam semangat kebersamaan, gotong-royong, saling pengertian, penghargaan, dan persaudaraan hendaknya diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Jangan politisasi agama
Pada poin kelima, mereka menyerukan agar masyarakat Indonesia tidak menggunakan agama dan simbol keagamaan demi kekuasaan politik sementara. Sebaliknya, pada poin keenam, umat beragama diajak menampilkan wajah ramah dan terbuka dalam semangat persaudaraan, keimanan, dan kemanusiaan.
Pada poin kelima, mereka menyerukan agar masyarakat Indonesia tidak menggunakan agama dan simbol keagamaan demi kekuasaan politik sementara.
Di poin ketujuh, peserta dialog mengingatkan, meski berbeda-beda agama, anak bangsa Indonesia terikat persaudaraan sebangsa dan se-Tanah Air. Terakhir, pada poin kedelapan mereka mengajak masyarakat Indonesia di seluruh dunia membentuk komunitas-komunitas lintas agama yang terbuka agar bisa saling bekerja sama dalam kehidupan sehari-hari.
Tiga hari setelah pendeklarasian, perwakilan agama-agama di Indonesia bersama Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Prof Nur Syam dan Duta Besar Republik Indonesia untuk Takhta Suci Vatikan Agus Sriyono langsung menyerahkan hasil Deklarasi Roma kepada pemimpin tertinggi gereja Katolik Roma, Bapa Suci Paus Fransiskus melalui Sekretaris Negara Vatikan Kardinal Pietro Parolin yang merupakan orang kedua di Vatikan setelah Paus, Rabu (4/7/2018), di Palazzo Apostolico, Vatikan, Roma.
"Paus Fransiskus mendukung langkah Indonesia untuk terus-menerus membangun persatuan di tengah keberagaman yang ada. Kami sangat berterima kasih dan mendukung Indonesia, sebuah negara besar yang memiliki keberagaman luar biasa seperti sebuah mozaik,” kata Kardinal Parolin.
Paus Fransiskus sangat perhatian dengan isu-isu dialog antar agama. Saat ini, masyarakat hidup dalam dunia yang semakin terpecah-pecah dan yang memprihatinkan, banyak orang justru menggunakan perbedaan untuk menciptakan konflik satu sama lain.
Agama seringkali dimanipulasi untuk alasan-alasan tertentu dan kepentingan-kepentingan pribadi. Padahal, semua agama mengajarkan mengajarkan perdamaian, toleransi, dan rasa saling pengertian.
Agama seringkali dimanipulasi untuk alasan-alasan tertentu dan kepentingan-kepentingan pribadi.
Karena itulah, di tengah situasi ini, agama memegang peran yang sangat penting untuk mempersatukan masyarakat yang beragam. "Agama semestinya menjadi bagian dari solusi dan bukan justru menjadi bagian dari masalah," ucapnya.
Enam tokoh agama Indonesia yang hadir dalam pertemuan ini, meliputi Prof Abd A’la, mantan Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya mewakili Islam, Prof Philip K Widjaja dari Perwakilan Umat Buddha Indonesia, Mayjen (purn) Wisnu Bawa Tenaya selaku Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat, Uung Sendana sebagai Ketua Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, serta Pendeta Henriette T Hutabarat-Lebang sebagai Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia. Kedatangan mereka di gedung tempat kerja Paus ini didampingi anggota Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Agama Pastor Markus Solo SVD dan pengurus Ikatan Rohaniwan-Rohaniwati di Kota Abadi-Italia, Pastor Leo Mali Pr serta Pastor Agustinus Purnomo Msf.
Dari Palazzo Apostolico, didampingi Duta Besar Indonesia untuk Italia Esti Andayani, tokoh-tokoh agama kemudian bertemu Pemimpin Masjid Agung Roma sekaligus Direktur Pusat Kebudayaan Islam Italia Abdellah Redouane. “Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki peran yang sangat penting bagi terwujudnya perdamaian dunia,” kata Abdellah.
Sebelumnya, Wakil Presiden Komunitas Agama Islam Italia, Imam Yahya Sergio Yahe Pallavicini juga sempat berdiskusi dengan enam tokoh agama tersebut. Mereka membahas seputar tantangan serius masyarakat akibat pemahaman agama yang salah, fenomena ultra modern, dan sikap beragama yang terlampau konservatif.
Menyebar ke Eropa
Dialog Antaragama Masyarakat Indonesia di Eropa yang digelar di Roma akhir Juni hingga awal Juli lalu mendapat respon bagus dari seluruh peserta. Begitu kembali ke negara asal, perwakilan-perwakilan masyarakat diaspora Indonesia langsung melaporkan hasil deklarasi ke Kedutaan Besar RI masing-masing.
Dialog Antaragama Masyarakat Indonesia di Eropa yang digelar di Roma akhir Juni hingga awal Juli lalu mendapat respon bagus dari seluruh peserta.
Seminggu setelah acara, perwakilan diaspora Indonesia di Denmark, Lidya Sorensen dan Kun S Mahardi langsung menghadap Dubes RI untuk Kerajaan Denmark merangkap Republik Lithuania, Muhammad Ibnu Said untuk melaporkan hasil dialog di Roma. Seperti di Denmark, perwakilan diaspora Indonesia di Belgia, Maria Non Ondow Pangemanan juga mempresentasikan hasil dialog di Roma pada acara Malam "Temu Masyarakat" di Wisma KBRI Brussels, Jumat (20/8/2018).
"Perhatian masyarakat sangat antusias. Mereka tidak saja datang dari sekitar Kota Brussels tetapi juga dari beberapa kota lain di Antwerpen, Leuven, Ghent, dan bahkan dari Perancis dan Luksemburg," kata Maria.
Beberapa hari kemudian, Maria bersama satu perwakilan dari Belgia lainnya, Ayang Utriza Yakin menghadap ke Dubes RI untuk Belgia, Uni Eropa, dan Luksemburg, Yuri Thamrin menyampaikan hasil dialog serta Deklarasi Roma. Demikian pula di Catalunya, Spanyol, Abie Kurniawan juga memaparkan hasil dialog serta Deklarasi Roma di hadapan komunitas diaspora Indonesia di Spanyol, Minggu (22/7/2018).
Seluruh peserta Dialog Antaragama di Roma sepakat, kegiatan-kegiatan dialog seperti ini harus digelar rutin. Pascalahirnya Deklarasi Roma bulan lalu, mereka telah menjadi duta-duta toleransi dan keberagaman di Eropa.