Gajah Sumatera Terancam Punah, Tiga Bulan Tiga Gajah Mati di Aceh
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Provinsi Aceh kian terancam. Selama tiga bulan terakhir tiga gajah di Kabupaten Aceh Timur mati. Rentetan kasus kematian gajah menunjukkan perlindungan terhadap satwa lindung itu masih lemah.
Kasus terbaru, seekor gajah jantan berusia 15 tahun ditemukan mati di area perkebunan sawit PT Citra Ganda Utama, di Desa Cikembun, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Kamis (9/8/2018). Gajah tersebut diduga mati karena racun dan tersengat kabel listrik.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, Jumat, di Banda Aceh, mengatakan, saat ditemukan gading sepanjang 74 sentimeter masih utuh. Namun, hasil nekropsi tim dokter menunjukkan terjadi kerusakan pada organ dalam, seperti hati, limpa, jantung, sementara paru menghitam.
Posisi bangkai gajah itu dekat dengan kabel listrik yang dipakai sebagai pagar kebun. Diduga, dalam keadaan sekarat setelah memakan racun, gajah itu berusaha menyelamatkan diri, tetapi terkena kabel listrik telanjang. Kabel listrik sering digunakan petani di kawasan itu sebagai pagar kebun. Daya listrik yang dipasang mencapai 220 volt.
Sapto mengatakan, hal itu merupakan preseden buruk terhadap upaya penyelamatan gajah di Aceh. Pada Juni 2018, seekor gajah jinak tewas dibunuh oleh pemburu di kawasan pusat mitigasi satwa. Pada Juli 2018, seekor gajah di Aceh Timur mati karena memakan racun. Bahkan, dua kasus tersebut belum sepenuhnya diungkap tuntas. Dalam enam tahun terakhir, jumlah gajah mati menjadi 58 ekor.
Qanun direvisi
Konflik satwa terutama gajah di Aceh dipicu oleh habitatnya yang kian menyusut. Sebagian besar populasi gajah di Aceh kini berada di luar kawasan konservasi dan hutan lindung, tetapi berada di area penggunaan lain (APL). Ketika kawasan APL dialihkan menjadi hak guna usaha perkebunan, gajah yang berada di kawasan itu pun terancam.
”Perkebunan sawit memang memancing gajah untuk keluar dari kawasan. Namun, persoalan utama ada pada tata ruang. Penetapan tata ruang terkait hutan mengabaikan keberadaan satwa lindung di dalamnya,” ujar Sapto.
Ia berharap, qanun rencana tata ruang wilayah Aceh direvisi dengan mempertimbangkan koridor satwa. Sebab, lanjut Sapto, jika kondisi ini terus dibiarkan, gajah semakin terancam.
Qanun rencana tata ruang wilayah Aceh agar direvisi dengan mempertimbangkan koridor satwa.
Solusi lain seperti membuat parit atau barrier juga berjalan lambat. Di Aceh Timur, dari target 41 kilometer yang akan dibangun, baru 12 kilometer yang rampung. Keterbatasan anggaran dan lemahnya komitmen para pihak membuat rencana itu tidak berjalan cepat.
Koordinator pemantauan Forum Konservasi Leuser (FKL) Tezar Fahlevi mengatakan, gajah termasuk satwa lindung yang paling diburu. Selama Januari-Juni 2018, tim patroli FKL menemukan 497 jerat yang diduga dipasang oleh pemburu untuk menjerat satwa lindung di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Jerat tersebut berupa baja sling ukuran besar dan kecil. Perangkap burung dan papan yang ditancapi paku untuk memburu gajah juga ditemukan.
”Selama enam bulan, kami menemukan 61 bangkai satwa lindung yang mati di dalam KEL. Tulang belulang gajah sudah kami serahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam,” ucap Tezar.