SOREANG, KOMPAS - Kekeringan meluas di banyak daerah yang berdampak langsung pada pengeluaran warga, bukan hanya petani. Kian banyak warga yang harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli air bersih guna keperluan sehari-hari.
Hingga Kamis (8/9/2018), kekeringan di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, melanda 58 desa di 16 kecamatan. Sekitar 169.000 orang diperkirakan terdampak. Terjadi sejak tiga bulan lalu, kekeringan diprakirakan baru akan usai September 2018.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung, ada tiga kecamatan melaporkan kekeringan dan butuh bantuan air bersih. Daerah itu meliputi Desa Baros di Arjasari, Kelurahan Manggahang di Baleendah, dan Desa Tarajusari di Banjaran.
“Kerugian masyarakat berpotensi miliaran rupiah bila kekeringan terus tanpa solusi. Kami berharap program pemulihan lingkungan di hulu Citarum lewat Citarum Harum terlaksana. Hulu Citarum yang rusak memicu kesulitan warga di kawasan hilir mendapatkan air,” kata Kepala BPBD Kabupaten Bandung Akhmad Djohara.
Dampak kekeringan terlihat di Manggahang, Baleendah. Rumput-rumput dan tanaman di lereng perbukitan di dekat permukiman warga menguning dan kering. Antrean warga mengambil air di penampungan menjadi hal biasa sejak tiga bulan lalu.
"Air dijual ke warga. Harganya Rp 15.000 per gerobak yang bisa membawa 200 liter air. Biasanya satu gerobak untuk lima rumah. Tak jarang satu gerobak dibeli satu rumah," ujar Wahid, penjual air keliling di Manggahang.
Terkait irigasi, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk-Cisanggarung mengklaim pasokan air ke lahan pertanian masih aman. Pada Kamis, elevasi air di Bendung Rentang di Majalengka masih 22,56 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Koordinator Lapangan Bendung Rentang BBWS Cimanuk-Cisanggarung Dadi Supriadi mengatakan, dengan ketinggian itu, Bendung Rentang masih bisa memasok air ke jaringan irigasi pertanian di Cirebon dan Indramayu. Air dari Bendung Rentang disalurkan ke jaringan irigasi di sentra pangan Cirebon dan Indramayu dengan kapasitas 56 meter kubik per detik.
Di Serang, Banten, permintaan bantuan air bersih terus bertambah dan meluas. Bantuan air bersih dari BPBD Kabupaten Serang dirasakan warga belum mencukupui. “Saya dapat satu jeriken. Warga yang antre sangat banyak. Malah ada yang tak kebagian air,” ujar Maji (48), warga Desa Kibin, Serang.
Untuk mengatasinya, Maji terpaksa membeli air Rp 2.000 per jeriken kapasitas 20 liter.
Menurut Kepala Desa Walikukun, Kecamatan Carenang, Serang, Asep Fathurrahman, bantuan air dari BPBD Kabupaten Serang belum memadai. “Sekali datang, bantuan paling hanya cukup untuk sepertiga warga kampung. Kekeringan sejak Juni 2018,” ucapnya.
Kondisi Jawa Timur
Di Jawa Timur, saat ini 199 desa membutuhan bantuan air bersih. Tiga pekan terakhir, seluruh desa yang umumnya tidak memiliki sumber mata air itu sudah dipasok air bersih oleh pemerintah daerah setempat.
Menurut Kepala BPBD Jawa Timur, Suban Wahyudiono, 199 desa itu tersebar di 23 kabupaten. Beberapa di antaranya berada di Pulau Madura, di wilayah pantai utara, Pasuruan hingga Banyuwangi, Kediri, Madiun dan Magetan, Ponorogo, dan Pacitan.
Di Jatim terdapat 442 desa yang tersebar di semua kabupaten, tetapi 223 desa di antaranya masih memiliki potensi air, sedangkan 199 desa sama sekali tanpa sumber air. Desa yang benar-benar tanpa sumber air menjadi prioritas memperoleh pasokan air bersih.
Dari jumlah desa di 23 kabupaten kesulitan air bersih, baru 17 pemkab yang sudah mengajukan bantuan air ke BPBD Jatim. Dari semua daerah yang mengajukan bantuan, enam kabupaten di antaranya telah mendapat pasokan air.
Di desa dengan jarak sumber air dari tempat tinggal tiga kilometer, BPBD Jatim menjatah pasokan satu tangki air bersih berisi 6.000 liter per hari. Di desa-desa yang belum dapat bantuan, daerah mengerahkan PDAM dan Dinas Pekerja Umum.