Setelah Diet, Pria Lebih Cepat Langsing Dibandingkan Wanita
Oleh
Subur Tjahjono
·3 menit baca
Badan langsing adalah cita-cita orang dengan obesitas atau kegemukan yang melaksanakan program diet rendah kalori. Namun, hasil penelitian internasional menunjukkan, ternyata hasil diet rendah kalori berbeda pada pria dan wanita. Pria lebih cepat langsing daripada wanita.
Penelitian itu berjudul “Pria dan Wanita Merespons Secara Berbeda Terhadap Penurunan Berat Badan yang Cepat: Hasil Metabolik dari Studi Intervensi Multi-Pusat Setelah Diet Rendah Energi di 2500 Orang dengan Kelebihan Berat Badan, Individu dengan Pra-Diabetes”. Penelitian itu dimuat dalam jurnal Diabetes, Obesity, and Metabolism edisi 7 Agustus 2018 yang juga dipublikasikan sciencedaily.com.
Peneliti yang terlibat berasal dari sejumlah negara Eropa, di antaranya Margriet Westerterp‐Plantenga dari Universitas Maastricht, Belanda, Ian Macdonald dari Universitas Nottingham, Inggris, dan Pia Christensen dari Universitas Kopenhagen, Denmark.
Studi ini adalah studi multinasional tentang pencegahan diabetes tipe-2 terbesar hingga saat ini. Penelitian dilandasi hipotesis bahwa diet rendah energi atau low-energy diet (LED) akan menginduksi hasil metabolik yang berbeda pada pria dan wanita.
Dalam penelitian, semua responden mengkonsumsi LED selama delapan minggu. Peserta direkrut dari delapan kota di Eropa, Australia dan Selandia Baru. Mereka yang memenuhi syarat mengikuti penelitian adalah orang dengan kelebihan berat badan dengan gejala pra-diabetes. Secara total, 2.224 orang mengikuti penelitian, terdiri atas 1.504 wanita dan 720 pria.
Setelah mengkonsumsi LED, peserta penelitian dicek perubahannya dalam resistensi insulin, massa lemak atau fat mass (FM), massa bebas lemak atau fat-free mass (FFM) dan skor Z sindrom metabolik.
Hasilnya, setelah mengkonsumsi LED, penurunan berat badan 16 persen terjadi lebih besar pada pria (11,8 persen) dibandingkan pada wanita (10,3 persen), tetapi peningkatan resistensi insulin adalah serupa.
“Dalam penurunan berat badan tampak bahwa pria lebih diuntungkan dari intervensi LED daripada wanita. Apakah perbedaan antara jenis kelamin bertahan dalam jangka panjang dan apakah kita perlu merancang intervensi yang berbeda tergantung pada jenis kelamin akan menarik untuk diikuti,” kata Pia Christensen.
Pada pria, penurunan indikator metabolik lebih besar terjadi dalam skor Z sindrom metabolik, C-peptida, FM, dan denyut jantung. Pada wanita, penurunan indikator lebih besar terjadi dalam kadar kolesterol baik atau high density lipoprotein (HDL), FFM, lingkar pinggul, dan tekanan nadi. Setelah mengkonsumsi LED, 35 persen peserta penelitian dari kedua jenis kelamin telah kembali ke status normo‐glikemia atau kadar gula kembali normal.
“Temuan ini secara klinis penting dan menyarankan perubahan spesifik gender setelah penurunan berat badan. Penting untuk menyelidiki apakah penurunan FFM, lingkar pinggul dan kolesterol HDL yang lebih besar pada wanita setelah penurunan berat badan yang cepat mengorbankan pemeliharaan berat badan dan kesehatan kardiovaskular di masa depan,” demikian kesimpulan Margriet Westerterp‐Plantenga dan rekan-rekan.
“Diet rendah energi delapan minggu pada individu dengan pra-diabetes memang menghasilkan penurunan berat badan 10 persen yang diperlukan untuk mencapai perbaikan metabolik utama pada fase pertama program pencegahan diabetes,” tambah Pia Christensen.