JAKARTA,KOMPAS – Kemeriahan warna-warna dan keceriaan lukisan-lukisan Hendra Gunawan rupanya berbanding terbalik dengan kisah hidupnya. Selama 13 tahun, pelukis maestro ini harus meringkuk di balik jeruji penjara tanpa menjalani pengadilan sama sekali.
Bertepatan dengan memanasnya situasi politik dalam negeri, pada 1965 Hendra dijebloskan ke penjara tahanan politik Kebon Waru, Bandung. Dari balik bui inilah muncul lukisan-lukisan yang mengisahkan pengalaman kelamnya.
"Lukisan-lukisan di penjaranya memperlihatkan bagaimana Hendra kapok melukis (tema-tema) politik," kata pengamat seni rupa Agus Dermawan T, Rabu (8/8/2018), dalam diskusi "Hendra Gunawan dalam Kemelut Sejarah Seni" di Ciputra Artpreneur, Jakarta dengan moderator Maya Sujatmiko.
Lukisan-lukisan di penjaranya memperlihatkan bagaimana Hendra kapok melukis (tema-tema) politik.
Lukisannya berjudul "12 Tahun Tak Mandi" yang dibuat pada tahun 1977 mengisahkan tentang realitasnya hidup di penjara. Lukisan itu menggambarkan potret dirinya yang tengah duduk bersila ditemani seekor kucing. Ia tampak sedang menggoda kucingnya dengan menjumput seekor cicak dengan tangan kanannya.
Hal yang mengherankan lagi, di bawah kaki kanannya tampak sebuah kompor kecil dengan wajan hitam di atasnya. Pertanyaannya, apakah cicak itu akan dimasaknya?
Menurut Agus, judul lukisan itu, "12 Tahun Tak Mandi" dipakai untuk menjelaskan bahwa selama 12 tahun dipenjara, dirinya tidak pernah menjalani proses pengadilan sama sekali. "Dengan begitu, dirinya merasa dibiarkan kotor, dan tak pernah dimandikan oleh kebenaran hukum," terangnya.
Seperti kekhasannya melukis karya-karya lainnya, Hendra tetap melukis kisah pilu itu dengan warna-warna cerah yang menyala. Lukisan-lukisannya juga selalu terlihat dinamis.
Perlawanan gagasan
Jika diamati masing-masing karya lukisan Hendra, terlihat bagaimana figur-figur yang diciptakannya selalu terlihat sangat aktif dan dinamis. Selain itu, sosok perempuan-perempuan yang dilukis juga berbeda jauh dari deskripsi-deskripsi perempuan pada era mooi indie yang tampak seperti manekin pasif dengan bentuk tubuh nan sempurna.
"Jangan-jangan Hendra sedang melakukan perlawanan terhadap gagasan-gagasan dan konsep-konsep lama tentang perempuan. Perempuan-perempuan yang dilukisnya terlihat sangat aktif dengan betis besar, buah dada besar, dan (beberapa) sedang menyusui," kata kurator sekaligus pengajar Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung, Aminudin TH Siregar.
Karakter kuat figur-figur perempuan karya Hendra menyimbolkan sosok pekerja keras, mandiri, dan seolah-olah terhindar dari subordinasi laki-laki. Lukisan-lukisannya merefleksikan kemandirian, keteguhan, dan ketekunan dalam mengarungi kehidupan.
Karakter kuat figur-figur perempuan karya Hendra menyimbolkan sosok pekerja keras, mandiri, dan seolah-olah terhindar dari subordinasi laki-laki.
Banyak di antara judul-judul lukisan Hendra yang aneh berupa narasi-narasi kecil yang sepele dan sangat lokal. "Lukisannya berjudul \'Ngulitin Pete\' terlihat sepele dan kecil, bukan ide-ide besar namun menjadi semacam usaha dari Hendra untuk mencari jati diri baru," kata Aminudin.
Perupa senior yang pernah hidup bersama Hendra dalam penjara selama 13 tahun, Misbach Tamrin, beranggapan, Hendra mesti dimasukkan pada posisi yang sentral dalam sejarah seni rupa Indonesia bersama Sudjodjono dan Affandi yang sama-sama dicap sebagai pelukis kelompok kiri.
Hendra mesti dimasukkan pada posisi yang sentral dalam sejarah seni rupa Indonesia bersama Sudjodjono dan Affandi yang sama-sama dicap sebagai pelukis kelompok kiri.
"Setelah bebas dari penjara 1978, beliau banyak sekali melukis. Masa lima tahun sebelum meninggal dunia pada 17 Juli 1983 adalah masa-masa yang sangat produktif Hendra," papar Misbach.
Kisah menarik perjalanan Hendra akhirnya didokumentasikan dan ditampilkan di Ciputra Artpreneur tepat pada peringatan 100 tahun Hendra Gunawan. Sebanyak 32 lukisan dan belasan sketsa Hendra yang dikoleksi Ciputra ditampilkan di sana.