Repotnya Sumatera Selatan Menyambut ”Tamu” Tahunan
Tahun ini, Sumatera Selatan kedatangan dua tamu khusus. Pertama, tamu tahunan yang tidak pernah diharapkan kehadirannya, yakni bencana asap. Tamu lain adalah perhelatan yang telah dinantikan sejak dua tahun lalu, yakni Asian Games 2018. Keduanya datang pada waktu yang hampir bersamaan.
Bencana asap menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Sumatera Selatan karena pada tahun 2015, provinsi ini menjadi daerah terparah terkena dampak dari kebakaran lahan. Ratusan atau bahkan ribuan orang mengalami gangguan pernapasan, sejumlah aktivitas terhambat atau bahkan berhenti.
Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Sumsel, jumlah titik panas pada tahun 2015 mencapai 27.043 titik panas dengan luas areal terbakar mencapai 736.562 hektar.
Saat itu, Sumatera Selatan diberi gelar sebagai pengekspor asap karena dampaknya terasa hingga ke Singapura. Bahkan, Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin juga dijuluki ”The Haze Governor” (Gubernur Asap).
Berkaca dari pengalaman itu, sejumlah daya dan upaya dilakukan agar bencana tersebut tidak terulang. Mulai dengan meningkatkan koordinasi antarinstansi terkait, membangun infrastruktur untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan, termasuk mengeluarkan regulasi terkait larangan membakar lahan.
Hasilnya tahun 2016, kebakaran lahan di Sumsel jauh berkurang, yakni sekitar 978,36 hektar dengan jumlah titik panas mencapai 910 titik. Namun, pada tahun 2017, kebakaran lahan sempat meningkat menjadi 9.286 hektar dengan 1.212 titik panas. Suhu yang lebih panas dinilai menjadi penyebabnya.
Tak ingin dijuluki sebagai The Haze Governor, Alex pun mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 102/KPTS/BPBD SS/2018 tentang penetapan status keadaan siaga darurat bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Sumatera Selatan. SK ini berlaku sejak Februari 2018-Oktober 2018. Tidak hanya itu, maklumat larangan membakar lahan juga diperbarui.
Dengan dikeluarkannya SK tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dapat turun tangan untuk membantu proses penanggulangan bencana. Secara bertahap bantuan pun datang, mulai dari helikopter, bantuan peralatan, hingga personel. Perusahaan pun diwajibkan menyediakan sarana dan prasarana sesuai standar untuk menjaga lahan izin konsesinya dari kebakaran lahan.
Pemerintah daerah didukung instansi terkait juga telah memetakan 55 desa rawan kebakaran yang apabila dibiarkan asapnya bisa mengarah ke Palembang. Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu kedatangan tamu lainnya, yakni perhelatan Asian Games.
Berbekal amunisi yang ada, akhirnya tamu yang tidak diharapkan itu pun datang. Kebakaran lahan yang terbilang cukup besar terjadi pada 18 Juli 2018, kebakaran lahan seluas 300 hektar terjadi di dua kecamatan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, yakni Pedamaran dan Pedamaran Timur. Peperangan dimulai.
Saat kebakaran terjadi, helikopter yang tersedia di Markas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan hanya 3 unit. Akhirnya, bantuan helikopter dari sebuah perusahaan perkebunan pun dikerahkan. Upaya bom air dilakukan untuk memadamkan api. Di tengah keterbatasan, tim darat pun berjibaku memadamkan api.
Melihat peningkatan intensitas titik panas yang terjadi, Komandan Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Sumatera Selatan Kolonel Inf Iman Budiman menetapkan siaga merah per 20 Juli-5 September. Operasi darat yang diberi nama Operasi Pati Geni dimulai. Iman menjelaskan, pemberian nama Pati (Mati) Geni (Api) bertujuan agar setiap orang dapat mematikan api yang ada di dalam diri dan juga di lingkungannya.
Iman mengatakan, kebakaran lahan yang terjadi 99 persen disebabkan oleh ulah manusia. Hal itu terbukti, saat aparat melakukan patroli, pihaknya menemukan adanya obat nyamuk. Kemungkinan obat nyamuk itu menjadi alat untuk membakar lahan.
Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Fakhrurrozi mengatakan, alasan orang membakar lahan adalah untuk membuka lahan pertanian baru. Sejumlah alasan menjadi penyebab oknum warga membuka lahan dengan cara membakar daripada menggunakan cara mengolah lahannya.
Dengan penetapan operasi ini, tim terpadu yang terdiri dari TNI/Polri, Manggala Agni, BPBD Provinsi Sumsel dan Kabupaten, serta instansi terkait lainnya akan menjaga wilayah yang rawan terbakar.
Bantuan berdatangan
Prediksi BMKG, puncak kemarau akan terjadi pada Agustus-September. Di saat itulah risiko kebakaran lahan semakin tinggi karena hari tanpa hujan akan semakin panjang, diperparah dengan suhu udara yang tinggi membuat lahan menjadi kering dan rentan terbakar.
Mau tak mau, amunisi pun diperkuat. BNPB menambah jumlah helikopter dari 3 unit menjadi 10 unit, dua pesawat CASA juga didatangkan untuk melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Personel dari TNI dan Polri pun ditambah menjadi 400 orang. Berarti, total personel satgas karhutla di Sumsel mencapai 8.444 personel.
Penambahan amunisi tersebut tejadi setelah Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian datang ke Palembang untuk melihat kesiapan personel dan peralatan dalam Apel Komando Operasi Kebakaran Hutan dan Lahan dalam Rangkaian Asian Games XVIII tahun 2018 di Palembang, Jumat (3/8/2018). Amunisi bertambah bukan berarti kebakaran lahan usai.
Tidak lama setelah itu, sejumlah kebakaran terjadi di beberapa lokasi, terutama di dua kabupaten Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin. Kebakaran di Ogan Komering Ilir sangat berbahaya karena apabila dibiarkan asapnya bisa mengarah ke Palembang. Adapun kebakaran di Musi Banyuasin, asapnya bisa mengarah ke Jambi atau bahkan ke Singapura.
Tak heran saat asap datang, tim darat dan udara bergegas ke lokasi kebakaran. Kompas bekesempatan mengikuti beberapa kali proses pemadaman dengan konsep bom air. Dari atas, akan terlihat seberapa parah dampak kebakaran. Asap membubung tinggi, menghanguskan lahan yang dilewatinya. Bahkan, di beberapa lokasi, titik kebakaran cukup dekat dengan permukiman warga.
Di sisi lain, kedatangan helikopter juga menjadi hiburan tersendiri bagi warga. Saat, proses pengambilan air di sungai dan penyiramannya, warga tampak antusias, melambaikan dan bertepuk tangan sembari berteriak. Mereka seakan tidak menyadari, betapa dekatnya mereka dengan bahaya. Dalam pemadaman melewati darat, ada beberapa kendala yang ditemui, seperti sulitnya mencari sumber air dan juga angin kencang yang menambah besar kekuatan si ”Jago Merah”.
Komandan Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara Sri Mulyono Herlambang, Palembang, Kolonel Penerbang Heri Sutrisno menerangkan, upaya pemadaman melalui udara dilakukan untuk kawasan-kawasan yang tidak bisa dijangkau tim darat. Dalam beberapa kasus, kebakaran terjadi di daerah yang terbatas akses darat sehingga tim darat sulit mencapai titik api. ”Terkadang mereka terhalang kanal, dan juga tidak ada jalan menuju lokasi,” ungkapnya.
Di sisi lain, lanjut Heri, penggunaan helikopter juga terkendala beberapa hal, seperti memiliki batas waktu operasi, yakni terbatas hingga sebelum matahari tenggelam. Itu karena helikopter tidak bisa dioperasikan pada malam hari. Selain itu, helikopter juga memiliki waktu terbang paling lama 4 jam. Berdasarkan data BPBD Sumsel, sejak 9 Maret hingga 3 Agustus 2018, Satgas Karhutla Sumatera Selatan sudah melakukan 301 kali penerbangan dengan menggunakan 8 helikopter. Kedelapan helikopter tersebut melakukan pengeboman air sebanyak 3.805 kali dengan menggunakan air sekitar 12.473 ton air.
Pelaksana Tugas Kepala Bidang Tanggap Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Ansori mengatakan, di sepanjang tahun 2018, kebakaran lahan di Sumsel sudah menghanguskan sekitar 482 hektar lahan. Dua kabupaten yang paling luas dampak kebakarannya adalah Ogan Komering Ilir (OKI) dan Musi Banyuasin. ”Jumlahnya (luas lahan terbakar) bisa lebih besar dari itu karena ada beberapa kasus yang tidak dihitung karena luas terbakar masih tergolong kecil,” kata Ansori.
Tangkap pembakar lahan
Kebakaran lahan yang terjadi di Sumsel 99 persen disebabkan ulah manusia. Itulah sebabnya pihak kepolisian berkomitmen mengejar dan menangkap pelaku pembakaran. Keseriusan itu terlihat saat Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan sudah mengirimkan satgas penegakan hukum, yakni 20 penyidik yang dipimpin seorang brigadir jenderal, khusus untuk menyelidiki kasus kebakaran lahan di Sumsel.
Berdasarkan catatan Polda Sumsel, sampai saat ini sudah ada 15 kasus kebakaran yang sedang ditangani, 3 kasus melibatkan perusahaan, 12 kasus melibatkan individu atau perseorangan. Sumsel menjadi provinsi yang memiliki kasus kebakaran lahan terbanyak di sepanjang tahun 2018.
Dalam penanganan kasusnya sendiri, Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara mengakui mengalami kesulitan dalam menyelidiki kasus ini karena status lahan yang terbakar tidak jelas. Selain itu, khusus untuk korporasi, pihaknya juga harus menghadirkan saksi ahli di bidang lingkungan dan korporasi untuk menetapkan oknum dari perusahaan tersebut sebagai tersangka.
Hingga saat ini, polisi baru menangkap 2 pelaku kebakaran lahan, yakni oknum warga (peseorangan), sedangkan untuk korporasi masih dalam penyelidikan lanjutan.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hairul Sobri menyayangkan sikap penegak hukum yang masih terfokus pada pembakar lahan, bukan aktor di balik kebakaran lahan. Menurut dia, bukan tidak mungkin, ada keterlibatan perusahaan dalam kasus kebakaran lahan di Sumsel.
Catatan Walhi Sumsel di sepanjang periode 1-19 Juli 2018, ada 303 titik api muncul di Sumatera Selatan. Dari jumlah itu 156 di antaranya atau sekitar 51,5 persen kebakaran berada di lahan konsesi milik perusahaan.
Hairul menerangkan, dari fakta tersebut, sebenarnya, pihak berwajib sudah seharusnya memberikan sanksi tegas karena perusahaan dinilai tidak mampu menjaga lahannya dari kebakaran. Menurut Hairul, penegak hukum masih terfokus pada masyarakatlah yang menjadi penyebab kebakaran lahan di Sumatera Selatan.
Ambil contoh untuk kebakaran lahan di Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir, berada di kawasan konsesi milik PT RA. Memang polisi segera memasang garis polisi, tetapi hingga saat ini belum ada tindak lanjut yang jelas terkait kasus ini. Sebenarnya, baik sengaja maupun tidak disengaja, perusahaan harus bertanggung jawab terhadap kebakaran lahan yang terjadi di kawasan konsesinya.
Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. ”Ketika terjadi kebakaran di lahan konsesi, berarti perusahaan tidak mampu menjaga dan mengelola izin konsesinya,” kata Hairul. Untuk itu, dia berharap kepolisian tidak tebang pilih dalam menangani kasus kebakaran lahan di Sumsel.
Inovasi bermunculan
Di balik peristiwa kebakaran lahan, muncul inovasi dari petugas lapangan. Bahkan, kini digunakan petugas Manggala Agni untuk memadamkan api. Alat itu dinamakan ”Sambunesia”. Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Raffles Brotestes Panjaitan mengatakan, alat ini tergolong istimewa karena dapat melakukan pembasahan lahan gambut dan pemadaman kebakaran sekaligus. Alat ini dapat menyiram lahan ke segala sisi dengan radius 50 meter. Selain itu, alat ini juga bisa membasahi bagian bawah permukaan lahan gambut hingga kedalaman 1,5 meter. Tentu dengan mengandalkan air dari embung dan kanal yang ada di dekat lokasi kebakaran.
Selain itu, BNPB juga telah mengirimkan alat pemandu frekuensi komunikasi ke Posko Satgas Penanggulangan Karhutla di Kantor BPBD Sumsel. Alat itu dinamakan alat interoperability (ACU) yang digunakan untuk memadukan frekuensi jaringan komunikasi.
Ansori mengatakan, selama ini dalam melakukan koordinasi masih ada saja kendala yang ditemukan, seperti frekuensi alat komunikasi yang digunakan BPBD, Manggala Agni, dan TNI/Polri tidak sama. Hal ini cukup menghambat komunikasi. Dengan alat ini, ujar Ansori, semua jaringan frekuensi dapat dipadukan sehingga satu sama lain dapat berkomunikasi. ”Dengan cara ini diharapkan langkah penanggulangan kebakaran lahan, termasuk mitigasi dan antisipasi, akan semakin cepat,” kata Ansori.
Dengan beragam daya upaya yang sudah dipersiapkan ini, pemerintah dan dinas terkait berkomitmen agar penyelenggaraan Asian Games di Palembang dapat terbebas dari asap. Pada Asian Games, 3.159 atlet akan bertanding di Komplek Olahraga Jakabaring (JSC), Palembang. Atlet tersebut datang dari 45 negara dan akan bermain di 11 cabang olahraga yang digelar di Palembang. Kita berharap kedatangan atlet tersebut dapat disambut dengan meriah, bukan dengan asap.