JAKARTA, KOMPAS — Polisi menangkap pembuat sabu rumahan dengan modus baru, Rabu (8/8/2018). Pelaku mengekstrak obat umum yang beredar di pasaran menjadi efedrina, bahan baku sabu berkualitas internasional.
”Modus ini pertama kali kami temukan. Pelaku mengekstrak, mencampur, dan mencoba sabu itu sendiri,” kata Kepala Polisi Resor Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Hengki Haryadi di perumahan Metland, Jalan Kateliya Elok II Nomor 12B, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten.
Obat yang mengandung 12,5 miligram efedrina diekstrak dengan cara dilarutkan. Setelah terpisah, pelaku mencampurnya dengan yodium fosfor dan menghasilkan metafetamina atau sabu-sabu basah. Bahan lain yang digunakan juga mudah ditemukan di pasaran, seperti alkohol, tiner, HCl, NaOH, dan soda api
”Kadar efedrina yang dihasilkan dengan cara ini 60-70 persen. Lebih bagus dibandingkan efedrina yang dijual di pasar gelap Indonesia yang hanya berkadar 40-50 persen,” kata Komisaris Besar Sodiq dari Laboratorium Forensik.
Dari kasus ini, polisi menangkap AW alias Pheng Chun. Ia mengaku belajar membuat bahan baku sabu dari internet. Polisi masih mendalami jaringan tempat AW belajar di tahanan. Pasalnya, ia adalah residivis yang ditahan dari tahun 2010 selama lima tahun.
Polisi menangkap AW setelah melakukan penyelidikan selama dua minggu. Sebelumnya, polisi mengumpulkan informasi dari warga, pengedar, dan pengguna sabu yang sebelumnya ditangkap Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat.
AW telah melakukan praktiknya sejak Mei 2017. Ia mengedarkannya di wilayah Tangerang dan Jakarta.
Percobaan yang dilakukan AW di rumah kontrakannya itu rawan meledak dan terbakar. Proses pencampuran bahannya pun berbahaya bagi tubuh. Saat melakukan percobaan, tangan AW melepuh karena terkena cairan.
Sekali produksi, AW rata-rata mendapatkan 100 gram sabu. Dalam sebulan, ia mendapat 1,5-2 kg sabu. AW mengaku akan memperbesar usahanya sehingga dalam seminggu bisa menghasilkan 5 kg sabu.
Dari tempat kejadian perkara, polisi menyita barang bukti berupa ribuan obat tablet, soda api, yodium, fosfor, HCl, toluena, aseton, alkohol, nampan, botol, alat-alat laboratorium, kompor listrik, dan alat isap sabu. Polisi juga menyita dua buku tabungan, enam ponsel, dua sepeda motor, dan sebuah mobil berwarna abu-abu.
Pada penangkapan ini, polisi juga mengajak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pihak BPOM berjanji akan melakukan efektivitas obat-obat yang beredar. Evaluasi pencantuman bahan obat akan dipertimbangkan.
Tempat kejadian perkara
Berdasarkan pantauan Kompas di TKP, rumah masih bermodel standar dengan satu lantai. Terdapat tumpukan barang layaknya gudang di depan rumah.
Saat masuk ke ruang tamu, sofa coklat tua telah tertutupi meja yang dipenuhi alat mencampur obat. Di depan meja, terdapat enam ember berisi cairan berwarna kemerahan. Setiap ember berisi sekitar 10 liter cairan.
Masuk ke dapur, kompor dan alat dapur lainnya berada di pojok kanan. Sementara di pojok kiri hingga tengah ruangan didominasi alat dan bahan pembuatan sabu. Galon air dibuat layaknya alat lab yang disambung dengan selang dan pipa. Galon juga dikelilingi wadah-wadah lain.
Lantai dapur dipenuhi jeriken berbagai ukuran, ember, dan wadah yang telah berwarna gelap karena terlalu sering digunakan. Berbagai wadah juga memenuhi bawah tangga menuju balkon tempat menjemur.
Bau menusuk telah tercium sejak pertama masuk. Bau seperti lem yang menyengat dicampur tiner. Walau telah menggunakan dua lapis masker, bau masih menusuk. Mata pun ikut perih sehingga tak bisa berlama-lama di dalam rumah.
Pengakuan tetangga
Menurut pengakuan warga yang selisih empat rumah dari kontrakan pelaku, ia sesekali mencium aroma lem, tetapi tidak mencurigai apa pun.
”Kami tidak berani curiga karena pelaku dan istri jarang bergaul sama kami. Namun, kalau pelaku masih sering senyum kalau lewat,” kata Dessi, tetangga pelaku.
Menurut keterangan tetangga, pelaku tinggal bersama istri dan seorang anak perempuan. Mereka tidak mengetahui dengan pasti aktivitas pelaku dan keluarga karena jarang mengikuti perkumpulan warga. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)