JAKARTA, KOMPAS--Konsumen kini memilih untuk mengisi ulang pulsa seluler ketimbang membeli kartu perdana seluler. Nilai isi ulang merangkak naik karena digunakan untuk mengonsumsi data internet.
Di sisi lain, operator telekomunikasi mengaku tarif layanan data masih tergolong rendah. Akibatnya, pemakaian data belum bisa mendongkrak bisnis telekomunikasi.
Direktur PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk -distributor layanan telekomunikasi seluler- Roby Tan, Selasa (7/8/2018), di Jakarta, berpendapat, kebijakan yang mewajbkan konsumen untuk registrasi nomor telepon seluler prabayar sesuai data tunggal kependudukan mendorong konsumen lebih loyal.
Ada kecenderungan konsumen tidak pindah ke operator berbeda. Selain itu, perilaku membeli kartu perdana prabayar untuk sekali dipakai kemudian dibuang, juga berkurang. Pascaregistrasi prabayar nomor telepon seluler, konsumen semakin terbiasa mengisi ulang pulsa.
Roby menyampaikan, sejak Mei 2018 hingga kini, penjualan pulsa seluler isi ulang di perusahaannya naik 15 persen. Nilai pengisian di atas Rp 25.000.
"Pulsa kini menjadi salah satu kebutuhan pokok. Pengisian ulang dengan nominal yang semakin besar kami yakini digunakan untuk konsumsi paket layanan data seluler," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Facys menyebutkan, tarif layanan data seluler Indonesia di peringkat kedua dan ketiga termurah di dunia selama tiga tahun terakhir. Layanan data seluler yang dipasarkan umumnya belum memperhitungkan ongkos yang dikeluarkan operator.
Menurut Merza, harga jual layanan data seluler di Indonesia digerakkan pasar, bukan berdasarkan ongkos operator. Disamping itu, pemerintah sudah menegaskan sejak lama, tidak perlu menetapkan tarif batas bawah.
Berdasarkan riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia April 2018 berjudul "Telecommunication, Coming Soon:700 MHz Spectrum Auction", harga paket data isi ulang cenderung stabil. Operator seluler Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat Ooredoo menjaga harga sejak Maret 2018.
Mekanisme
Secara terpisah, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) bidang kebijakan publik, Rolly Rochmat Purnomo, mengatakan, pihaknya belum mengiyakan keinginan operator seluler terkait pemberlakuan tarif batas bawah data seluler.
Mengenai kekhawatiran harga layanan data yang terlalu rendah, BRTI berencana akan membuat mekanisme untuk mengendalikannya. "Kami sedang merumuskan cara untuk mendapatkan indikasi suatu tarif layanan di bawah ongkos yang dikeluarkan operator atau tidak. Berdasarkan indikasi tersebut, kami bisa melakukan tindakan tertentu. Intinya, kami ingin fokus melindungi konsumen, mencegah persaingan usaha tidak sehat, dan menjaga industri berkelanjutan," kata Rolly. (MED)