Sebagian Besar Kebakaran Terjadi di Lahan Konsesi Perusahaan Perkebunan
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Sebagian besar kebakaran lahan di Sumatera Selatan terjadi di lahan konsesi milik perusahaan perkebunan sawit dan akasia. Pemerintah diminta tegas dalam menegakkan hukum dan memberikan sanksi kepada perusahaan yang dinilai lalai menjaga lahannya dari kebakaran.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hairul Sobri, Senin (6/8/2018), menyebutkan, pada periode 1-19 Juli 2018, terdata ada 303 titik api muncul di Sumsel. Dari jumlah tersebut, 156 atau sekitar 51,5 persen kebakaran berada di lahan konsesi milik perusahaan.
Dari fakta tersebut, lanjut Hairul, pihak berwajib sudah seharusnya memberikan sanksi tegas kepada perusahaan karena perusahaan tidak mampu menjaga lahannya dari kebakaran. Sejauh ini, penegak hukum masih fokus pada masyarakat yang menjadi penyebab kebakaran lahan di Sumsel.
Sebagai contoh, kebakaran lahan di Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Lokasi kebakaran berada di kawasan konsesi milik PT RA. ”Memang polisi segera memasang garis polisi. Namun, hingga saat ini belum ada tindak lanjut yang jelas terkait kasus ini. Sebenarnya, baik sengaja maupun tidak disengaja, perusahaan harus bertanggung jawab terhadap kebakaran lahan yang terjadi di kawasan konsesinya,” tutur Hairul.
Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. ”Ketika terjadi kebakaran di lahan konsesi, berarti perusahaan tidak mampu menjaga dan mengelola izin konsesinya,” kata Hairul.
Kepala Polda Sumsel Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara menegaskan, polisi tidak akan tebang pilih dalam menangani kasus kebakaran lahan. Sampai saat ini, polisi sudah memeriksa dua korporasi dalam kasus kebakaran lahan di Sumsel. ”Sampai saat ini masih dalam penyelidikan,” ucapnya. Sementara jumlah kasus yang ditangani di Sumsel mencapai 15 kasus.
”Saat ini, pengembangan kasus masih terus dilakukan. Dalam waktu 20 hari ke depan, diharapkan ada hasil penyelidikan, termasuk penetapan tersangka,” kata Zulkarnain.
Status tersangka bisa dikenakan kepada penanggung jawab lapangan, tetapi bisa juga general manager. ”Bahkan, apabila direktur keuangan saat kebakaran ada di lapangan pun, bisa dijadikan tersangka. Namun, semua tergantung dari hasil penyelidikan,” katanya.
Zulkarnain mengaku ada kesulitan dalam proses penyelidikan. Dalam penentuan tersangka kasus kebakaran, misalnya, agar dapat dibawa ke pengadilan, polisi tidak bisa bertindak sendiri karena diperlukan saksi ahli di bidang lingkungan ataupun di bidang korporasi.
Selain saksi ahli, penetapan tersangka juga terkendala tumpang tindih lahan yang terbakar. Ada lahan yang dalam petanya merupakan zona konsesi, tetapi di lapangan sudah dikelola oleh masyarakat menjadi perkebunan plasma.
Contohnya, kebakaran yang ada di Kabupaten Ogan Ilir. Lahan yang terbakar ternyata milik pemerintah daerah. Lahan tersebut tidak terkelola dan akhirnya terbakar. Walaupun ada kendala, pihaknya terus berupaya untuk menuntaskan kasus itu.
Sebelumnya, Polri sudah menerjunkan satuan tugas penegakan hukum untuk pelaku pembakar lahan.