Kisah Pedagang yang Hijrah ke Toko Daring
JAKARTA, KOMPAS — Para pedagang pakaian di Blok B, Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, mulai menuai hasil dari upaya mereka mengembangkan pasar secara dalam jaringan atau daring. Sekarang, penghasilan dari toko daring bisa menyaingi, bahkan melampaui toko konvensional.
Salah satu di antara mereka adalah Zainatul Rahmi (30), pedagang pakaian laki-laki di lantai 3 Blok B. Menurut Rahmi, pendapatan dia dan suami melalui toko daring melebihi pendapatan dari toko konvensional.
Dalam sebulan pada hari biasa, omzet toko daring yang dijalankan Rahmi dan suami bisa mencapai Rp 100 juta untuk dua akun. Sementara itu, penghasilan melalui toko konvensional hanya Rp 20 juta per bulan.
”Selama periode Lebaran kemarin, omzet toko online bisa lebih dari Rp 100 juta,” kata Rahmi, Minggu (5/8/2018).
Karena prospeknya menjanjikan, Rahmi dan suaminya fokus untuk menggarap toko daring sejak 2017. Toko konvensional yang biasanya menjadi sumber pendapatan utama bergeser menjadi sumber pendapatan tambahan dan tempat menyimpan barang.
Hal sama juga diungkapkan Hendri Yushal (39), pedagang celana jins di lantai 3A Blok B. Omzet toko daring yang dia rintis sejak lima bulan lalu mulai menyaingi toko konvensional yang ia buka pada 2015.
”Perbandingannya sekitar 40 : 60 antara toko online dan toko di sini (konvensional). Toko online sangat membantu saat kondisi pasar sepi seperti sekarang,” katanya.
Hendri pun berencana untuk fokus menggarap toko daring. Dia sudah mengancang-ancang membuat dua akun lagi untuk memperluas jangkauan pasar. Dia juga akan mengajak anggota keluarga dalam menjalankan usaha ini.
”Sekarang saya hanya buka di Lazada. Rencana mau mengaktifkan lagi akun Shopee dan Bukalapak,” katanya.
Tidak mudah
Meskipun punya prospek menjanjikan, membuka toko daring tidaklah mudah. Butuh kejujuran, ketekunan, dan kesabaran untuk mendapatkan kepercayaan pelanggan.
Hendri, misalnya, butuh waktu sebulan untuk mendapatkan pelanggan pertama di toko daring. Selama satu bulan itu, pengunjung yang datang hanya melihat-lihat dan memberikan tanda suka pada produk yang dipajangnya.
”Awalnya pesimistis juga untuk lanjut. Namun, teman saya yang sudah berhasil jualan online terus memberikan semangat. Saya tetap sabar dan terus mengupdate barang-barang baru,” ujarnya.
Upaya Hendri akhirnya berbuah manis. Munculnya celana jins model baru yang sedang dicari banyak orang dimanfaatkan betul olehnya. Dia rajin mengunggah foto-foto celana tersebut dan mendapat respons baik dari pengunjung.
”Saat periode Lebaran (Juni-Juli) kemarin, saya kebanjiran order, bahkan sampai kesulitan memenuhi permintaan pelanggan,” katanya.
Persoalan yang sama juga dialami oleh Rahmi dan suami ketika pertama kali merintis toko daring pada pertengahan 2016. Di minggu-minggu pertama, hanya satu-dua potong pakaian yang laku. Namun, mereka tetap optimistis dan gencar melakukan promosi hingga akhirnya bisa mendapatkan banyak pelanggan.
Setelah mendapatkan pelanggan, tantangan selanjutnya adalah menjaga kepercayaan mereka. Menurut Rahmi, pedagang mesti jujur terhadap kualitas barang yang dijual.
”Jangan sampai barang yang kita kirim beda dengan yang dipesan pelanggan. Kalau barangnya lagi kosong, jujur saja. Kalau kecewa, pelanggan tidak mau beli lagi. Rating kita juga jelek dan berpengaruh kepada calon pembeli lain,” ujarnya.
Agar tetap bertahan
Membuka toko daring seperti yang dilakukan Rahmi dan Hendri merupakan upaya agar usaha mereka bisa tetap bertahan. Pengunjung pasar yang semakin berkurang, sedangkan pedagang terus bertambah, serta maraknya toko daring membuat mereka harus mengikuti arus.
”Kalau tidak, sepi terus jual-beli kami. Dibandingkan dua tahun lalu, omzet saya jauh berkurang. Pengaruh toko online sangat besar. Kami ikut alur biar bisa bertahan,” kata Hendri.
Hendri menambahkan, jumlah pedagang yang berjualan secara daring di Blok B terus bertambah dalam dua tahun terakhir. Kebanyakan pedagang tersebut berada di lantai 3, 3A, dan 5. Jumlah mereka sudah melebihi separuh dari total pedagang yang berjualan di lantai tersebut.
Pantauan Kompas di ketiga lantai itu pada Minggu siang, lebih dari separuh toko tutup. Sebagian besar toko yang tutup milik pedagang daring. Menurut pedagang yang tetap berjualan di sana, para pedagang daring memang libur pada Sabtu-Minggu karena layanan pengiriman barang juga libur.
Para pengunjung di ketiga lantai itu juga relatif sepi. Hanya satu-dua atau serombongan kecil pengunjung lalu lalang di depan toko yang buka. Para pedagang lebih sering duduk dan bermain gawai daripada melayani pembeli.
Semakin banyaknya pedagang daring di kawasan itu yang diikuti dengan kisah sukses mereka membuat Rendi Kurniawan (27), pedagang celana jin di lantai 3A, Blok B, ingin menjajal toko daring. Untuk tahap pertama, dia memfoto beberapa produk yang akan diunggah di akun toko daring.
”Banyak teman yang laris jualan online. Mau coba juga untuk tambah-tambah penghasilan. Mudah-mudahan nanti bisa sukses juga sehingga tidak ketinggalan dari yang lain,” ujarnya. (YOLA SASTRA)