JAKARTA, KOMPAS — Indonesia berupaya mencetak rekor dunia Guinness World Records melalui pergelaran tari poco-poco yang melibatkan 65.000 orang, Minggu (5/8/2018). Selain bertujuan untuk mengukuhkan budaya bangsa, acara ini juga menjadi ajang bersosialisasi bagi para peserta dengan latar belakang berbeda.
”Ada 65.000 peserta pada acara hari ini. Ada pula 1.300 instruktur dan 1.300 stewards yang terlibat. Acara ini juga merupakan bentuk sambutan terhadap Asian Games dan Asian Para Games. Saya harap tarian poco-poco bisa dipelajari oleh masyarakat luas,” kata Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dalam pidato sambutan.
Ada 65.000 peserta pada acara hari ini. Ada pula 1.300 instruktur dan 1.300 stewards yang terlibat. Acara ini juga merupakan bentuk sambutan terhadap Asian Games dan Asian Para Games.
Acara bertajuk ”The Largest Poco-poco Dance” ini diadakan dari Monumen Nasional hingga Semanggi, termasuk di Jalan Sudirman dan Thamrin. Acara ini diselenggarakan oleh Federasi Olahraga Kreasi Budaya Indonesia (FOKBI) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Sejumlah pihak ikut dilibatkan sebagai peserta, seperti TNI, Polri, pelajar, dan masyarakat. Para peserta lalu dikelompokkan dalam tim yang masing-masing berjumlah 50 orang.
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla turut hadir dalam acara yang diinisiasi oleh Ibu Negara Iriana tersebut. Mereka ikut menarikan tari poco-poco dalam agenda geladi resik yang dilakukan sebanyak dua kali. Geladi resik wajib dilakukan sebelum agenda pemecahan rekor dimulai dan dinilai oleh Guinness World Records (GWR).
”Kita patut bangga dan bersyukur sebab hari ini kita menjadi saksi dari hasil kerja keras yang panjang. Butuh proses berbulan-bulan untuk menyiapkan acara hari ini. Semoga milestones Indonesia hari ini bisa jadi warna baru di kancah dunia,” kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Sejak pukul 04.00, para peserta yang berasal dari kawasan Jabodetabek sudah memadati kawasan Monas. Mereka mengenakan seragam putih yang dipadukan dengan kain etnik di kepala dan pinggang.
Beberapa peserta bahkan mengenakan kostum khusus dengan corak tradisional. Walaupun harus bersiap sejak dini hari, para peserta mengaku bersemangat untuk menjadi bagian dalam agenda pencetakan rekor dunia yang baru.
Namun, penentuan apakah acara ini mencetak rekor GWR atau tidak akan ditentukan Senin (6/8/2018) besok dalam acara konferensi pers di kantor Kemenpora pukul 10.00.
Anggota Senam Kesehatan Jasmani (SKJ) Dinongpermai, Aris (50), mengatakan, dirinya dan kelompok berangkat dari Karawaci, Tangerang, sejak dini hari dan tiba di kawasan Monas pada pukul 04.00. Para anggota SKJ Dinongpermai pun telah menyiapkan diri sejak Mei, yaitu dengan berlatih bersama dua kali dalam seminggu.
”Saya dan teman-teman bersemangat dan senang sekali untuk menari poco-poco hari ini. Di sini menyenangkan karena bisa bertemu dan berkenalan dengan banyak orang,” kata Aris.
Selain menjadi ajang bersosialisasi antarpeserta, perhelatan tari poco-poco juga menimbulkan rasa bangga akan budaya bangsa. Hal ini diungkapkan oleh Byas Aruming, peserta tari poco-poco dari Akademi Keperawatan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Ia dan rekan-rekan mengatakan, menari poco-poco bersama membuat mereka ingin melestarikan budaya Indonesia.
”Saya senang sekali bisa jadi bagian dalam acara hari ini. Rasanya bangga karena ini, kan, budaya Indonesia,” kata Byas.
Menurut pantauan Kompas, para peserta antusias mengikuti agenda tersebut. Para peserta kompak menarikan tarian poco-poco sesuai dengan irama lagu yang diputar. Sesekali, mereka juga kompak berteriak saat melakukan beberapa gerakan.
Selain untuk olah tubuh, tarian poco-poco juga dimodifikasi agar memiliki unsur kebudayaan.
Tarian poco-poco memasukkan unsur kebudayaan dari Sabang sampai Merauke. Hal itu dilakukan dengan mengombinasikan beberapa gerakan khas budaya lain, seperti gerakan menombak, memanah, berkuda, hingga mendayung.
Menurut Ketua Program dan Acara GWR Poco-poco 2018 Lily Greta Karmel, tarian itu turut memasukkan unsur kebudayaan dari Sabang sampai Merauke. Hal itu dilakukan dengan mengombinasikan beberapa gerakan khas budaya lain, seperti gerakan menombak, memanah, berkuda, hingga mendayung.
”Tarian ini dibuka dengan gerakan khas dari Aceh dan ditutup dengan gerakan khas Papua. Di tengah tarian kami sisipkan gerakan dari daerah lain, seperti dari Bali dan Kalimantan,” kata Lily.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua Federasi Olahraga Kreasi Budaya Indonesia (FOKBI) Sapta Nirwandar. ”Melalui acara hari ini, kita melestarikan dan mempromosikan poco-poco ke dunia. Ini juga sebagai ajang promosi Jakarta dan Asian Games,” kata Sapta.
Melalui acara hari ini, kita melestarikan dan mempromosikan poco-poco ke dunia. Ini juga sebagai ajang promosi Jakarta dan Asian Games.
Koordinasi
Koordinasi sempat menjadi kendala dalam perhelatan ”The Largest Poco-poco Dance” tersebut. Pasalnya, musik yang dimainkan di Jalan Sudirman-Thamrin sempat berhenti beberapa saat. Akibatnya, para peserta sempat kesulitan untuk menyesuaikan irama tarian dengan irama musik. Hal itu menyebabkan gerak tarian para peserta di Monas dan di Jalan Sudirman-Thamrin tidak serempak.
”Sempat berhenti suara musiknya sebentar. Itu membuat gerakan tari kami dan irama musiknya tidak sesuai. Akhirnya, kami menyesuaikan gerakan kami dengan iramanya. Untunglah para koordinator sigap mengatur kami,” kata Muhammad Aldi (18), siswa SMKN 31 Jakarta yang menjadi salah satu peserta. (SEKAR GANDHAWANGI)