Barat dan Timur dalam Narasi Politik Kamboja
Dengan keputusan pengadilan, Kem Sokhla dan rekan-rekan dituduh sebagai agen asing. Mereka dinyatakan bersalah karena berusaha mengacaukan Kamboja.
Hukuman untuk kesalahan itu adalah pembubaran Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP) yang dipimpin Kem Sokhla dan Sam Rainsy. Kem juga dipenjara dan para pengurus CNRP dilarang berpolitik sampai 2022.
Sementara Sam Rainsy tetap mengasingkan diri di Perancis seperti dilakoninya sejak 2015. Pulang ke Kamboja akan berarti penjara untuk politisi yang menghabiskan sebagian usianya di luar negeri itu. Ia juga harus membayar 1 juta dollar AS kepada Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Pada awal 2018, pengadilan menyatakan Sam bersalah karena mencemarkan nama baik Hun Sen.
Hun Sen dan para politisi Partai Rakyat Kamboja (CPP) pimpinan Hun Sen menuding CNRP agen asing. ”Negara asing tidak suka Kamboja tenang dan tumbuh serta menjadi negara netral. Kamboja adalah negara berdaulat dan tidak tunduk pada tekanan negara mana pun,” kata juru bicara CPP Suos Yara.
Ia menyatakan, Kamboja menerima pihak mana pun yang mau datang sebagai teman dan terlibat dalam pembangunan Kamboja. Kerajaan itu sedang berusaha memacu perekonomiannya. Beberapa tahun terakhir, perekonomian Kamboja tumbuh rata-rata 7 persen per tahun. ”Kami perlu lebih memacu perekonomian agar bisa memakmurkan bangsa Kamboja. Pembangunan tidak berjalan tanpa stabilitas,” ujarnya.
Menurut politisi CPP dan para pendukungnya, banyak penguat atas tudingan terhadap CNRP. Menurut mereka, Uni Eropa dan Amerika Serikat sama-sama konsisten menuding Kamboja tidak demokratis. Karena itu, pemerintahan Kamboja harus diganti.
CNRP dan pendukungnya selalu menyatakan masyarakat internasional mempersoalkan tekanan demokrasi di Kamboja. Masyarakat internasional yang mana? Dalam Pemilu 2018, ratusan pemantau dari banyak negara menyatakan pemilu berjalan baik, aman, dan lancar.
Yara mengatakan, demokrasi versi Uni Eropa dan AS tidak bisa dipaksakan untuk diterapkan di Kamboja atau negara lain. Setiap bangsa punya nilai sendiri dan nilai-nilai itu akan diselaraskan dengan demokrasi. ”Mereka menyatakan demokrasi adalah anak lulus SMA tinggal terpisah dari orangtua. Di Kamboja, kami menghormati orangtua dan tetap tinggal bersama, bahkan sampai setelah menikah. Nilai-nilai seperti itu diabaikan oleh asing dan agen asing,” katanya.
China-Vietnam
Jika CPP menuding CNRP agen asing, CNRP menuding CPP dan pemerintah Kamboja terlalu dekat dengan China dan Vietnam. Para pendukung CNRP mengaku gelisah dengan masifnya pengaruh Vietnam dan China di Kamboja.
Vietnam memang amat berperan dalam pemerintahan Kamboja masa kini. Dukungan Vietnam membuat Khmer Merah terguling dan Heng Samrin, salah satu pembelot Khmer Merah, menjadi kepala negara pada 1979-1991. Hun Sen, yang juga mantan komandan Khmer Merah lalu membelot ke Vietnam, menjadi wakil PM pada 1979-1985 lalu PM pada 1985-1993. Kekalahan di Pemilu 1993 membuat Hun Sen turun pangkat menjadi PM. Pada 1997, ia mengudeta PM Kamboja Norodom Ranaridh lalu menjadi PM sejak 1997 sampai sekarang.
Investasi Vietnam tersebar di berbagai penjuru Kamboja. Aneka bangunan di Phnom Penh masa kini masih dikuasai investor Vietnam.
Selepas Vietnam, seperti di banyak negara lain, ganti China masuk ke Kamboja. Investasi China menjadi salah satu kunci pertumbuhan kerajaan itu. Pada 2017, Dewan Pembangunan Kamboja mencatat China menanamkan 6,3 miliar dollar AS ke Kamboja. Pada 2016, investasi China mencapai 3,6 miliar dollar AS.
Dengan investasi China, Kamboja antara lain membangun jembatan di Phnom Penh dan banyak gedung di Sihanoukville, kota pelabuhan di Teluk Thailand. Bahkan, kehadiran China di Sihanoukville amat mencolok.
Banyak penunjuk arah dan papan informasi publik dilengkapi bahasa Mandarin. Kota itu disiapkan sebagai salah satu penarik baru pelancong China di Kamboja. Di sana sedang dibangun puluhan kasino oleh para investor China.
Dalam narasi Indonesia masa ini, CPP menuding CNRP sebagai agen asing. Sementara CNRP menuding CPP sebagai agen aseng.