Tak Cukup Kembangkan ”Start Up” dengan Program Pelatihan
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya mendukung perkembangan usaha rintisan (start up) bidang teknologi digital dinilai tak cukup dengan menyediakan program pelatihan wirausaha. Pemerintah perlu mewujudkan ekosistem yang mendukung melalui regulasi.
Ketua II Asosiasi Modal Ventura Start Up Indonesia (Amvesindo) Donald Wihardja, di Jakarta, Jumat (3/8/2018), menyebutkan, ada dua program utama terkait itu. Pertama, Gerakan Nasional 1.000 Start Up Digital yang membantu pendiri perusahaan rintisan untuk menggali dan mengembangkan ide bisnis.
Kedua, Indonesia Next Unicorn (Nexticorn) yang menjembatani perusahaan rintisan yang sudah matang dengan investor besar. Keduanya dikerjakan swasta dan didukung pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Di luar program itu, sejumlah korporasi turut membina usaha rintisan. Gan Kapital, misalnya, bekerja sama dengan Plug and Play menjalankan program akselerasi bisnis yang menyasar inovasi teknologi bidang finansial, energi, dan pertanian. Managing Director Plug and Play Indonesia Wesley Harjono menyatakan, program itu merupakan hasil kerja sama beberapa korporasi, seperti Astra International, BNI, dan BTN.
Google melalui Google Developers Launchpad dan Kibar juga menggelar program akselerasi bisnis. Namanya Digitaraya. Head of Start Up Relations Digitaraya Alyssa Maharani menyatakan, pelaku usaha rintisan akan mengikuti mentoring, seminar, dan pelatihan.
Regulasi
Akan tetapi, selain program pembinaan, pemerintah dinilai juga perlu mendukung ekosistem, terutama dalam hal regulasi. Menurut Donald, Otoritas Jasa Keuangan telah membuat sandbox untuk perusahaan rintisan bidang pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi. Namun, perusahaan rintisan tersebut dibiarkan cukup registrasi untuk mulai membuktikan kinerja. Rekomendasi baru keluar setahun kemudian.
Laporan Navigating ”The Wild East: A Guide To Southeast Asia’s Thriving Startup Ecosystem” (Forbes, 12 Juni 2018) menyebutkan, perusahaan rintisan bidang teknologi digital di Asia Tenggara memikat para investor asing. Faktor pasar jadi pertimbangan. Pertama, lebih dari 50 persen dari 650 juta total penduduk berusia di bawah 30 tahun. Kedua, 90 persen penduduk muda memiliki akses internet dan mayoritas pengguna berat.
Namun, investor mengeluh terkait susahnya mempertahankan pertumbuhan bisnis secara berkelanjutan. Keluhan lain menyangkut kondisi infrastruktur dan logistik yang belum mendukung kemudahan bisnis atau investasi. Infrastruktur yang dimaksud termasuk layanan pembayaran dan regulasi izin usaha.