Paparan Debu dan Asap Mengintai hingga 100 Tahun ke Depan
Oleh
Neli Triana
·4 menit baca
Idealnya terdapat jalan khusus untuk itu. Karena bisnis tambang material batu dan pasir tersebut diproyeksikan terus berlangsung, bahkan hingga 100 tahun ke depan, sehingga perlu ada penanganan khusus.
Paparan debu dan asap kendaraan bermotor, khususnya truk, di Jalan Raya Parungpanjang, Kabupaten Bogor, mendesak untuk diatasi sesegera mungkin. Polusi udara tersebut telah berlangsung sejak 1997 seiring meningkatknya usaha tambang pasir dan kerikil di kawasan tak jauh dari Parungpanjang yang menggunakan jalan utama di Parungpanjang sebagai akses lalu lalang truk tersebut.
Sekretaris Camat Parungpanjang Icang Aliudin mengatakan, Parungpanjang yang masuk dalam kategori jalur provinsi semestinya tidak dilewati kendaraan berat dalam jumlah yang begitu banyak. ”Idealnya terdapat jalan khusus untuk itu. Karena bisnis tambang material batu dan pasir tersebut diproyeksikan terus berlangsung, bahkan hingga 100 tahun ke depan, sehingga perlu ada penanganan khusus,” kata Icang.
Terkait solusi alternatif, Icang mengatakan, pihak kecamatan sudah pernah mengkaji skema jalur khusus untuk truk dengan angkutan material batu dan pasir. Hal tersebut dilakukan bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) di tingkat kabupaten sejak 2015.
”Kami sudah survei lokasinya dengan Bappeda tingkat kabupaten sejak 2015. Rute yang dibuat melibatkan sebagian tanah milik Perhutani dan milik warga sehingga mungkin diperlukan waktu untuk pembebasan tanah,” kata Icang.
Ia mengatakan, usulan tersebut sudah diajukan ke pemerintah pusat, tetapi hingga saat ini belum ada tindak lanjut.
Hingga Selasa (31/7/2018) pukul 08.30, kondisi Parungpanjang masih dipenuhi ratusan antrean truk yang memanjang dari wilayah Kelurahan Lumpang hingga Jagabaya. Antrean yang berasal dari pembatasan kendaraan pada pukul 06.00-09.00 tersebut membuat sejumlah kendaraan roda empat tidak dapat lewat dengan leluasa karena tertutup antrean truk.
ISPA meningkat
Sementara proses regulasi jalur masih mandek, Puskesmas Parungpanjang mencatat angka penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) terus meningkat. Ketua Sistem Pelaporan dan Pencatatan Puskesmas Parungpanjang Sukmawan mengatakan, data ISPA dari 2016 ke 2017 menunjukkan peningkatan.
Sesuai data itu, selama 2016 terdapat 2.538 jiwa yang tercatat menderita ISPA, termasuk gejala batuk ringan dan nasofaringitis akut atau radang saluran pernapasan dengan batuk disertai demam. Sementara pada 2017, jumlah tersebut meningkat hingga 3.373 jiwa.
”Kasus ISPA dan nasofaringitis akut menjadi dua penyakit paling banyak diderita warga dalam rentang 2016-2018, diikuti dengan hipertensi dan influenza,” kata Sukmawan.
Kenaikan angka itu didominasi oleh desa-desa yang dilintasi oleh truk secara langsung, meliputi Desa Parungpanjang, Desa Cibunar, Desa Lumpang, dan Desa Jagabaya. Sukmawan mengatakan, jumlah tersebut juga dipengaruhi oleh kenaikan laporan ISPA di poli anak, yaitu dari 494 jiwa pada 2016 menjadi 1007 jiwa pada 2017.
”Jumlah keseluruhan angka tersebut belum dihitung dengan sebagian warga yang melapor ke puskesmas di Lebakwangi. Seperti di Desa Jagabaya, jumlah penderita hanya 124 jiwa karena untuk melapor ke Puskesmas Parungpanjang jaraknya cukup jauh,” ujar Sukmawan.
Terus diupayakan
Upaya dari warga terus dilakukan sejak 2014. Aktivis Masyarakat dari Forum Parungpanjang Bersatu, Akmal Asyamaa\'il, mengatakan, warga sudah beberapa kali mengeluh, bahkan hingga memicu sejumlah perusakan.
”Yang cukup parah ialah ketika warga turun ke jalan dan membuat kerusuhan pada Desember 2017. Jalan sempat diblokade oleh warga di seluruh kelurahan, hingga akhirnya ada perbaikan jalan yang diusulkan awal tahun ini,” kata Akmal.
Solusi tersebut dipandang oleh Akmal belum menyelesaikan masalah. Jalan yang sudah diperbaiki sebelumnya pun kembali rusak, bahkan kurang dari enam bulan.
Menurut Akmal, ada beberapa inti permasalahan dari jalur di Parungpanjang. Ia mengatakan, hal tersebut meliputi uji kelayakan truk dan pengemudi, pemberian marka jalan yang jelas di sepanjang jalan, dan aturan pembatasan yang bisa lebih dipertegas.
”Saya melihat hal tersebut sebagai akar permasalahan karena selama ini tidak ada marka yang jelas agar pengemudi truk menjaga kecepatan mereka. Selain itu, truk yang melintas juga kerap kali membahayakan pengendara sepeda motor yang lewat,” kata Akmal.
Melalui Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) yang melibatkan kecamatan dan aparat keamanan setempat, Akmal mengatakan, musyawarah tingkat regional tidak menghasilkan banyak kemajuan. Saat ini, ia mengatakan sedang mengirim surat untuk audiensi dengan pihak pemerintah provinsi.
”Sejauh ini, kami sudah kirim pengajuan surat audiensi pada 17 Juli dan surat susulannya pada 26 Juli. Pihak provinsi mengatakan sudah menerima kiriman tersebut dan sedang dalam disposisi,” kata Akmal.
Akmal mengatakan, harapan warga dengan adanya penegakan tersebut, dampak seperti debu dan pasir yang ada di jalanan dapat berkurang. ”Saat hujan, debu dan pasir tersebut menjadi lumpur. Saluran air yang ada di pinggir jalan juga sebagian tertutup oleh pasir tersebut,” kata Akmal. (ADITYA DIVERANTA)