Menilik Sepenggal Sejarah di Masa Pendudukan Jepang
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tidak banyak yang terbayang secara jelas bagaimana perjalanan kemerdekaan bangsa Indonesia di masa pendudukan Jepang pada 1942-1945 silam. Pameran yang dibuka pada Kamis (2/8/2018) di Perpustakaan Nasional Jakarta mencoba mengambil salah satu fragmen sejarah dalam hubungan Indonesia-Jepang dilihat dari berbagai sisi, baik politik, sosial, ekonomi, militer, dan budaya.
Pameran yang juga menjadi visualisasi propaganda Jepang di Indonesia ini menyajikan setidaknya 70 foto dan koleksi lain, seperti dokumen asli, poster, dan kepingan piringan hitam berisi suara pembacaan Proklamasi Kemerdekaan dan lagu Indonesia Raya. Rekaman itu dilakukan dan diproduksi di studio rekaman Lokananta, Solo, Jawa Tengah.
Koleksi tak kalah menarik ialah kumpulan gambar-gambar Saseo Ono, prajurit dan kartunis asal Jepang, yang mengabadikan momen saat mengikuti perang di Jawa dalam sejumlah sketsa. Salah satu sketsa yang ditampilkan berjudul “Damai Kembali”. Sketsa itu menggambarkan situasi saat tentara Jepang pertama kali tiba di Banten. Masyarakat Indonesia dengan riang menyambut Jepang yang dianggap telah membebaskan mereka dari belenggu penjajahan Belanda.
Ditampilkan pula sejumlah halaman muka majalah Djawa Baroe, seperti pada terbitan 1 Januari 1994 dengan keterangan gambar: Njonja Ir. Soekarno bergirang hati mengenakan kimono dan pada terbitan 15 Januari 1943 dengan keterangan: Gadis-gadis Nippon bermain Hanetsoeki bersama gadis-gadis Indonesia.
Selain itu, dipamerkan pula halaman muka dari surat kabar Tjahaja, yang dipimpin oleh Otto Iskandar di Nata,tahun 1945. Judul artikel utama dalam surat kabar tersebut tertulis, “Soekarno: Indonesia Pasti Merdeka, Sebeloem Djagoeng Berboenga”. Ucapan itulah yang kemudian menjadi inspirasi dari judul pameran ini, yaitu “Jagung Berbunga di Antara Bedil dan Sakura”.
“Pameran ini mencoba menelisik secara visual ‘alfa dan omega’ mulai dari pendaratan Jepang di Indonesia hingga proklamasi kemerdekaan digaungkan. Bagaimana propaganda berperan melalui kerja bersama antara politikus, budayawan, seniman, dan perupa pada masa itu,” ujar Kurator Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA) Oscar Motuloh yang juga menjadi kurator dalam pameran yang berlangsung mulai Kamis hingga Jumat (10/8/2018) ini.
Bersamaan dengan pembukaan pameran ini, diselenggarakan pula seminar kesejarahan dan peluncuran buku berjudul “Jagung Berbunga di Antara Bedil dan Sakura”. Buku ini menunjukkan lebih banyak refleksi historis perjalanan hubungan Indonesia-Jepang yang terwujud dalam dokumen sejarah, berupa gambar dan foto pada masa pendudukan Jepang.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyampaikan, pameran ini diharapkan membangkitkan ingatan kolektif mengenai relasi Indonesia-Jepang yang berperan sebagai penguatan karakter bangsa dan penguatan kerja sama budaya. Selanjutnya, hubungan kedua negara juga bisa diwujudkan secara lebih konkret dalam bidang budaya.
“Kerja sama bisa dilakukan dengan merintis pengarsipan warisan budaya yang terpadu. Menurut saya, masih ada arsip-arsip Indonesia yang ada di Jepang dan belum diteliti secara lebih lanjut,” katanya.